Pengertian Investasi
“Investire” merupakan kata lain dari investasi hanya saja kata tersebut berasal dari bahasa latin, berbeda juga ketika investasi dicarikan katanya dalam Bahasa inggris maka akan muncul kata “investment”. Nomenklator hukum investasi lahir dari English yaitu investment of law. Dalam peraturan perundang-undangan tidak ditemukan pengertian hukum investasi. Maka salah satu cari lain yang dapat digunakan guna mengumpulkan pengertian dari investment of law ialah dengan menelusuri pendapat para ahli dan juga menelisiki buku-buku hukum.
Banyak sekali padangan para ahli yang memberikan batasan terkait investasi dan banyak pula dari mereka yang memiliki pandangan berbeda-beda, batasan yang dibangun melalui konsep teoritis tesebut memang tidak mudah untuk diseragamkan. Adapun ahli yang memberikan pendapat diantaranya Fitzgeral dengan mendefinisikan investasi sebagai kegiatan mengenai penarikan sumber-sumber (dana) yang digunakan untuk memproduksi barang/modal pada saat ini dan dengan barang/modal menghasilkan pengaliran produk baru di masa selanjutnya. Dalam definisi ini, investasi dikonstruksikan sebagai sebuah barang modal, kemudian barang modal tersebut akan menghasilkan produk baru.
Sedangkan menurut Kamaruddin Ahmad, bahwa yang dimaksud investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan atas uang. Berdasarkan batasan diatas kemudain ketika kita membahas investasi maka fokus utamanya ialah bagaimana menempatkan uang atau dana dengan maksud agar mendapatkan keuntungan seperti yang diinginkan.
Ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian sebagai penanaman modal atau pula sebagai penanaman modal dalam proses produksi. Oleh sebab itu cadangan modal barang diperbesar selama tidak terdapat modal barang yang harus diubah.
Beberapa definisi di atas, investasi terfokus bahwa investasi sebagai proses produksi, sebenarnya dalam hal kegiatan investasi tidak hanya ada kegiatan produksi, tetapi juga termasuk dalam bidang yang lain. Diantara ahli yang memberikan batasan terakit pegertian investasi ialah Salim dan Budi Sutrisno, dengan bangunan konsep teoritis bahwa “investasi adalah investor yang melakukan penanaman modal di dalam maupun di luar negeri atau asing maupun domistik dalam berbagai bidang usaha yang terbuka untuk investasi dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan”.
A. Abdurrahman berpendapat bahwa investasi memiliki dua pengertian, pertama, investasi berarti pembelian saham, obligasi, dan benda-benda tidak bergerak, setelah diadakan analisis akan menjamin modal yang diletakkan dan memberikan hasil yang memuaskan. Faktor-faktor tersebut yang membedakan investasi dengan spekulasi. Kedua, pembelian alat-alat produksi meliputi benda-benda untuk dijual dengan menggunakan modal uang hal ini dalam pandangan teori ekonomi. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan investasi sebagai berikut; pertama penanaman uang atau modal di sebuah perusahaan atau proyek tertentu dengan maksud mendapatkan fee dan keduajumlah uang atau modal yang ditanam.
Berdasarkan hal tersebut dapat kita pahami arti investasi, yang memiliki perbedaan dengan istilah “penanaman modal’’ namun secara substansial memiliki makna yang serupa. Dalam undang-undang nomer 25 tahun 2007 tentang penanaman modal (UUPM) dikemukanan bahwa penanaman modal adalah segala bentuk penanaman modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha diwilayah negara republik Indonesia. Dari pengertian ini dapat diketahui bahwa investasi dengan penanaman modal adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang atau badan hukum, menyisihkan sebagian pendapatannya agar dapat dipergunakan untuk melakukan suatu usaha dengan harapan pada suatu waktu tertentu akan mendapatkan hasil.
Hampir setiap hari kata “investasi” diperbincangkan oleh banyak orang tetapi sebenarnya yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah “method of purchasing asset in order to gain profit in the form of reasonably predictble income (deviden, interest, or retals) and/or appreciation over the long term”. Sejumlah hasil penanaman dana dalam jumlah tertentu sangat ditentukan oleh kemampuan dalam memprediksi masa depan, tandasnya lebih lanjut. Mempredeksi masa depan inilah yang kemudian membedakan istilah “investasi” dan “spekulasi”. Pengertian tersebut kemudian dipertajam oleh frank Reilly dengan memasukan unsur resiko sebagai kompensasi. Current commitment of dollars for period of time in order to derive future payment that will compensate the investor for (1) the time the fund are committed (2) the expected rate of inflation (3) the uncertainly of the future payment.
Istilah investasi dan penanaman modal dua istilah yang cukup dikenal dalam kegiatan bisnis dan kegiatan perundang-undagan. Istilah investasi lebih populer dalam dunia usaha, sedangakan istilah penanaman modal lebih dipergunakan dalam dunia perundang-undangan. Dalam masyarakan luas istilah investasi memiliki pengertian yang lebih luas karna dapat mencakup baik investasi langsung (direct investmen) maupun investasi tidak langsung (portofolio investment), sedangkan dalam penanaman modal lebih mempunyai konotasi kepada investasi langsung. Namun, dalam kegiatan sehari-hari sering dipergunakan istilah investasi terutama dalam kegiatan pasar uang dan pasar modal saat ini.
Hukum Investasi dalam Perspektif Islam
Ada dua faktor yang selalu melekat pada investasi yaitu hasil (Return) dan resiko (risk). Dua unsur ini selalu memiliki hubungan yang searah, semakin tinggi resiko investasi semakin besar peluang hasil yang diperoleh. Sebaliknya, semakin kecil resiko, semakin kecil pula peluang hasil yang akan diperoleh. Pada umumnya tidak ada satupun instrument investasi yang sepenuhnya bebas dari resiko. Sebagai contoh, investasi dalam bentuk tabungan dengan bunga tetap, tetapi memiliki resiko minimal, yaitu turunnya daya beli tabungan tersebut akibat adanya inflasi, nilai tukar tidak seimbang dengan return yang diperoleh dari investasi tersebut.
A. Tujuan Investasi
Terdapat beberapa tujuan seseorang untuk melakukan investasi, menurut Kamaruddin Ahmad ada tiga alasan banyak orang melakukan investasi, diantaranya: pertama, mempersiapkan kehidupan yang lebih layak untuk masa depan. Seseorang yang melakukan kegiatan investasi menginginkan agar kegiatan tersebut dapat meningkatkan taraf hidupnya dan mempertahankan tingkat pendapatannya di masa mendatang. Kedua, mengurangi terjadinya inflasi. Saat seseorang akan melakukan investasi, mereka dapat memilih untuk berinvestasi pada perusahaan atau objek lain untuk mempertahankan bahkan bertambah nilai kekayaan yang dimilikinya. Dengan melakukan investasi, nilai atau harta kekayaan seseorang tidak berkurang karena adanya inflasi. Menghemat Pajak. Beberapa negara di dunia melakukan inovasi kepada masyarakatnya untuk berinvestasi dengan melalui fasilitas perpajakan pada bidang usaha tertentu.
Beberapa orang sudah memahami dan melakukan investasi karena kesadaran dari dipicunya kebutuhan untuk memperisapkan masa depan. Memiliki kesadaran bahwa melakukan investasi sangatlah penting, dengan seseorang melakukan investasi, maka ia sudah mempersiapkan pada hal-hal yang tidak terduga, seperti kekurangan dana, masalah kesehatan, dan musibah yang lain. Kejadian di masa depan tidak semuanya dapat diprediksi dengan tepat, maka diperlukan perencanaan yang baik, seperti investasi karena dengan melakukan investasi memungkinkan seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidup di masa depan dengan sudah mempersiapkan prioritas kebutuhan hidupnya.
Namun, masih banyak masyarakat yang belum menyadari bahkan belum mengetahui pentingnya berinvestasi. Ketidak pahaman akan hal tersebut sangat disayangkan, karena kebutuhan hidup manusia akan selalu bertambah. Menurut Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, terdapat beberapa tahapan saat melakukan investasi, antara lain: Menentukan Kebijakan Investasi. Dalam tahap ini investor harus menentukan tujuan berinvestasi serta menentukan banyaknya nilai kekayaan yang akan diinvestasikan. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir terjadinya risiko, karena tidak selalu investasi hanya tentang keuntungan saja. Maka, investor harus menyatakan tujuannya melakukan investasi, baik dalam keuntungan maupun risiko. Menganalisis Sekuritas. Para investor sebaiknya melakukan analisa sekuritas terlebih dahulu saat akan berinvestasi. Menganalisis sekuritas bertujuan agar investor mengetahui apakah sekuritas tersebut sudah menggunakan harga yang benar. Tujuan lainnya, yakni mengetahui penilaian terhadap sekuritas dari para individu maupun kelompok sekuritas, dengan hal itu investor akan mengetahui, seperti preferensi risiko atau kerugian yang dialami investor sebelumnya. Pembentukan Portofolio. Membentuk portofolio bertujuan untuk mengidentifikasi aset dan menentukan besar nilai investasi pada setiap aset yang dimiliki para investor. Dalam tahap ini juga dilakukan beberapa strategi dalam berinvestasi yang bertujuan menghindari risiko kerugian, seperti diversifikasi yakni investor harus membuat portofolio yang beragam dalam berinvestasi untuk mengihindari adanya kerugian. Strategi selanjutnya, yakni melakukan peramalan atau biasa disebut dengan microforcecasting. Para investor alangkah baiknya melakukan peramalan terhadap pergerakan harga pada saham setiap waktu. Melakukan Revisi Portofolio. Dari tiga langkah di atas, investor dapat melakukan revisi terhadap portofolionya untuk membuat potofolio yang baru. Terkadang, dilakukannya revisi portofolio karena dipicu oleh tujuan investor untuk membuat portofolio yang lebih optimal dan menyesuaikan dengan prefensi investor tentang risiko dan Pembentukan Portofolio return. Evaluasi Kinerja Portofolio. Pada periode tertentu para investor melakukan penilaian terhadap portofolio dengan memperhatikan risiko dan return.
B. Jenis Investasi
Terdapat beberapa jenis investasi, yaitu: yang pertama, Investasi Berdasarkan Aset. Dalam jenis ini dibedakan pada aset modal yang digunakan saat berinvestasi. Ada dua jenis pembagian investasi berdasarkan aset, yakni pertama adalah real asset yang merupakan investasi dalam bentuk yang berwujud seperti rumah, kendaraan, dan lainnya. Jenis kedua adalah financial assets yakni aset yang digunakan untuk berinvestasi berupa surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar uang seperti deposito, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Seritifkat Berharga Pasar Uang (SBPU), dan sebagainya. Selain yang ada di pasar uang, financial assets juga dapat berinvestasi dengan surat-surat berharga yang ada di pasar modal, seperti obligasi, saham, warrant, dan lain-lain. Selanjutnya Investasi Berdasarkan Pengaruh. Jenis ini mengkategorikan bahwa investasi juga dapat dibedakan berdasarkan faktor yang mempengaruhi atau tidak berpengaruh di kegiatan investasi itu sendiri. Investasi berdasarkan pengaruhnya terdapat dua macam, yaitu: Investasi Autonomous: Pada investasi ini tidak bergantung pada perubahan output atau tingkat pendapatan dan bersifat spekulatif. Contohnya seperti pembelian surat berharga. Berikutnya Investasi Induced: pada investasi ini dipengaruhi oleh kenaikan permintaan barang dan jasa serta tingkat pendapatan. Contohnya yakni penghasilan transitori (penghasilan didapat di luar dari bekerja).Selanjutnya Investasi Berdasarkan Sumber Pembiayaan. Investasi ini merupakan jenis investasi yang didasarkan pada asal investasi tersebut memperoleh dana. Investasi berdasarkan sumber pembiayaan didapatkan melalu dua sumber, yakni dana investasi bersumber dari investor dalam negeri dan dari investor asing. Dan yang terakhir ialah Investasi Berdasarkan Bentuk. Pada jenis investasi ini berfokus pada cara menanam investasi. Terdapat dua bentuk investasi ini, di antaranya: pertama, investasi langsung yang dilakukan oleh pemilik, seperti membangun sebuah bangunan selaku kontraktor, kedua, investasi tidak langsung yang dapat dilakukan di pasar modal, seperti surat-surat berharga yakni obligasi, saham, dan lain-lain. Para investor yang melakukan investasi tidak langsung biasanya mempunyai tujuan agar instrumen surat berharga yang dijual mendapatkan deviden atau capital gain.
Dengan adanya pembagian dua jenis tersebut, Gunarto Suhardi berpendapat bahwa investasi langsung lebih baik daripada investasi tidak langsung. Alasan Gunarto adalah, pertama: investasi langsung dapat memberikan kesempatan kerja pada masyarakat, kedua: pengadaan ekonomi lokal lebih kuat, ketiga: memberikan residu dalam bentuk peralatan ataupun alih teknologi, keempat: dapat memberikan tambahan devisa dan pajak bagi negara apabila produksi yang diekspor memberikan jalur pemasaran yang baik oleh pengusaha lokal, kelima: meminimalisir fluktuasi bunga dan valuta asing, keenam: lebih aman dan dapan melindungi serangan terhadap politik maupun wilayah apabila investasi berasal dari negara asing.
Investasi langsung biasanya berkaitan dengan pemilik modal dalam kegiatan mengelola modal investasinya. Dengan melakukan investasi tersebut, pemodal dapat mendirikan perusahaan dengan cara patungan atau biasa disebut joint venture, kerjasama operasi dengan tanpa membuat perusahaan baru atau bisa disebut joint operatoon scheme, mengubah pinjaman menjadi penyertaan mayoritas pada perusahaan lokal, dan dapat memberikan bantuan secara teknis, manajerial, maupun dengan memberikan lisensi.
C. Prinsip-Prinsip Investasi Berdasarkan Syariah
a. Prinsip Halal
Dalam Bahasa arab mengartikan kata halla dengan arti “lepas” atau “tidak terikat”. Umumnya kata halal sering dipahami sebagai segala sesuatu yang boleh dikerjakan atau dimakan hal ini juga diterangkan didalan kamus fiqih. Maka dengan itu orang yang melakukannya tidak mendapatkan sanksi dari Allah SWT. Kata halal, lumrahnya berkaitan dengan perihal makanan dan minuman, contoh minum air putih atau makan daging ayam.
Kata halal selalu dilawankan dan dikaitkan dengan kata haram yaitu Sesuatu atau perkara yang dilarang oleh syara’. Berdosa jika meninggalkannya dan berpahala jika meninggalkannya, misalnya memakan bangkai binatang, memakan barang yang bukan miliknya atau hasil mencuri dan menipu. Haram juga biasa disebut maksiat atau perbuatan jahat. Haram dibagi menajdi dua macam pertama; haram li dzatihi yaitu suatu hal yang pada dasarnya memang dilarang oleh syara’ seperti darah, babi, bangkai dan khamer. Kedua; haram li ghairihi yaitu suatu hal yang pada dasarnya tidak dilarang oleh syara’ tetapi karena adanya hal-hal lain yang timbul kemudian, maka perbuatan itu lalu menjadi dialarang atau haram, contohnya riba dalam jual beli, menonton bola itu boleh namun ketika ada dua pihak melakukan taruhan atas permainan ola terebut maka hukumnya menjadi haram karenamasuk dalam katagori perjudian ada pula dalam jual beli yang pada hukum dasarnya jelas di halal kan oleh Allah SWt, namun jika unsur yang menyebabkan samar-samar atau gharar sehingga tidak pasti, maka transaksi jual beli itu menjadi haram dan dilarang oleh Syara’.
Didalam islam dikenal pula kata “syubhat” . Kata syubhat didalam kamu fiqih diartikan sebagai sesuatu yang masih samar atau tidak jelas. ketidak jelasan akan hukum suatu hal atau perkara dalam katagori halal atau haram itu disebut sebagai syubhat dalam islamm. Hendaklah perkara tersebut di hindari atau di jauhi oleh umat islam. Dalam riwayat Bukhori dam Muslim , Rasulullah bersabda ” sesungguhnya suatu yang halal itu jelas dan yang haram juga sudah jelas. Diamtaranya ada yang samar-samar, yang kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang takut atau memilihara dirinya dari yang sama-samar itu berarti telah membersihkan kehirmatan diri dan agamanya. Dan barangsiapa yang jatuh ke dalam yang sama-samar (syubhat) berarti ia elah jatuh ke dalam hal atau perkara yang haram”. Imam Abu Qosim Al Qusyiri berpendapat bahwa yang dimaksud dengan orang wara’ ialah mereka yang dalam hidupnya selalu bersikap meninggalkan hal-hal yang bersifat syubhat (belum jelas kehalalannya).
Masalah halal dan haram merupakan hak progratif Allah SWT dan Rasulnya untuk menentukannya. Oleh karena itu, penetapan masalah halal dan haram harus berdasarkan kepada sumber-sumber hukum islam. Dalam Al Quran telah diberikan rambu-rambu tentang makanan dan bahan makanan serta cara memperolehnya berdasarkan cara yang baik (halal) dan jauh dari haram untuk dipergunakan oleh umat islam. Dalam Surah Al Baqaroh Ayat 168 Allah SWT befirman yang artinya “ hai sekalian manusias, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dam janganlah kamu itu mengikuti langkah-langkah setan, karena setsan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. Kemudian dalam Surah Al Ma’idah Ayat 88 Allah berifirman yang artinya “ dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah SWT yang kamu beriman kepadanya”.
Selain ayat-ayat Al Quran dan sebagaimana di atas Rasulullah SAW telah menjelaskan tentag halal dan haram. Diatarantya hadis yang diriwayatkan Jabir bin Abdullah bahwa Rasullullah SAW bersabda “ wahai umat manusia bertakwalah kepada Allah SWT dan sederhanakanlah dalam mencari rezeki (berinvestasi), karena seseorang tidak akan meninggal sebelum rezekinya lengkap, sekalipun ia melambatkannya darinya. Bertakwalah kepada Allah SWT dan tinggalkanlah apa yang haram”. Dalam hadis yang lain diriwayatkan dari Ali r.a bahwa pria datang menemui Rasulullah SAW menanyakan tentang usaha apa yang baik dalam berinvestasi. Beliau bersabda “ pekerjaan yang baik adalah pekerjaan seorang yang dilakukan dengan tanganya dan setiap transaksi jual beli yang dilakukan adalah dengan cara yang halal. Allah SWT sesungguhnya menyukai orang yang beriman dan orang-orang profisional, serta orang-orang yang menderita karena membiayai keluarganya, perbuatan ini tidak ubahnya seperti perjuang di jalan Allah SWT, Tuhan yang Maha Agung”.
Mengapa harus dengan cara halal dan meninggalkan yang haram dalam berinvestasi? M. Nadratuzaman Husen dan kawan kawan memberikan alasannya mengapa dalam berinvestasi harus mencari yang halal dan meninggalkan yang haram yaitu dikarnakan Pertama:aturan syariat, dalam mencari rezeki atau berinvestasi harus berdasarkan bimbingan Alla SWT dan Rasulnya, kedua: terdapat keberkahan dialam hal atau perkara yang halal tersebut, ketiga: sekaligus didalam mengandung manfaat dan mashlaha yang agung bagi manusia, keempat: adapun nantinya sesuatu yang halal akan berdampak positif bagi manusia, kelima: dan akan menjadikan kita istiqomah dalam kebaikan, keenam: oleh karnanya kemudian terbentuklah pribadi yang zahid, wara’I, qonaah, santun, suci dalam tindakan, ketujug: dan pula akan menjadikan diri ini selalu bersikap tasamuh, yang selalu membela keadilan dan kebenaran.
Begitu pula sebaliknya jika investasi tersebut dilakukan secara haram (non-halal) menurut M. Nadratuzzaman Husen dkk akan menghasilkan pertama: akan melahirkan karakter yang pendusta, penakut, pemarah, dan penyebar kejahatan dalam kehidupan masyarakat, kedua:juga manusia yang tidak bertanggung jawab, penghianat, penjudi, koruptor, dan pemabuk, ketiga: dan juga hilang keberkahannya, ketenangan, dan kebahagiaan bagi manusia. Oleh karnanya diharapkan kepada umat islam agar dalam mencari rezeki (berinvestasi) menjauhkan diri dari hal-hal yang haram. Melaksanakan hal-hal yang halal, baik dalam cara memperolehnya, dalam mengonsumsinya dan dalam memanfaatkannya. Doa orang yang berinvestasi secara halal akan diterima oleh Allah SWT dan hidupnya penuh makna dalam ridho Allah SWT.
Oleh karna itu, pastikan produk atau jasa yang ditawarkan berbasis halal, jika masih ragu-ragu terhadap produk dan jasa yang akan dipergunakan sebagai instrument investasi maka minta petunjuk kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau para ahli hukum Islam yang terpercaya. Jika investasi dilakukan dalam bidang pangan, obat-obatan dan kosmetik, maka segeralah ajukan sertifikasi halal kepada LP-POM MUI untuk mendapatkan sertifikat halal. Halal mencakup berbagai aspek tidak hanya pada aspek barang, aspek jasa, tetapi juga pada aspek bagaimana penggunaannya. Pada aspek yang ketiga misalnya ketika sesuatu itu digunakan untuk hal yang terlarang atau dengan maksud yang dilarang syara’ , walaupun memenuhi aspek yang sebelumnya yakni aspek barang atau jasa yang halal,tetap saja akan mengakibatkan atau berdampak kepada investasi yang haram.
b. Prinsip Mashlahah
Bahasa arab mengartikan kata “mashlahah” sebagai ”manfaat” adapun jamak dari kata mashlahah ialah kata mashalih, sedangkan lawan katanya adalah kata “mafsadah” dengan pengertian “kerusakan”. Jika di majazkan maka kata tersebut dapat dipergunakan untuk tindakan yang mengandung manfaat. Rasa enak (ladzah) juga sering disama artikan dan upaya untuk mendapatkan atau mempertahankan yang ladzah itu pula. Syariat dalam beberapa kajian menggunakan kata mashlahah dengan maksud untuk menunjukkan arti yang khusu, khusus disini dimaksudkan bahwa hal tersebut focus kepada dirinya seperti meliputi keluarganya dan juga lingkungannya dengan pengertian bahwa kegunannya ialah agar memberikan manfaat dan menghindarkan dari berbagai macam keburukan serta hal-hal yang merusak diri, keluarga dan lingkungan dalam fokusnya secara pribadi.
Al-Ghazali secara mendasar istilah mashlahah diartikan sebagai sesuatu yang mendatangkan manfaat atau keuntungan dan menjauhkan dari kerusakan atau mudhoratdengan maksud bahwa memelihara tujuan syara’ dalam menentukan hukum. Zaky ad Din Sya’ban mengartikan pula tentang mashlahah bahwa yang dimaksud mashlahah ialah sesuatu yang ditetapkan hukum padanya akan berhasil menarik suatu manfaat dari perbuatan manusia, sedangkan kebolehan ataupun pelarangan terhadapnya tidak ditentuka oleh hukum. Maka dari dua (2) pengertian diatas tersebut dapat kita simpulkan bahwa mashlahah adalah sesuatu yag ditunjukan oleh dalil hukum tertentu yang membenarkan atau membatalkannya atas tindakan manusia dalam rangka mencapai tujuan syara’ yaitu Hifzduddin, Hifzdunnafs, Hifzdulaql, Hifzdulmal, Hifzdulnasb.
Maslahah dalam konteks investasi yang dikerjakan hendaknya harus dapat manfaat bagi pihak-pihak yang melakukan transaksi dan juga dirasakan oleh masyarakat pada umumnya. Prinsip mashlahah adalah sesuatu yang sangat penting dan fundamen ketika kita bermuamalat. Oleh karna itu, pastikan bahwa investasi yang dilakukan itu dapat memberikan dampak social dan lingkungan yang posiif bagi kehidupan masyarakat, baik untuk generasi saat ini maupun yang akan datang. Seluruh investasi yang memungkinkan keuntungan yang bersifat sementara, tapi pada hakikatnya akan mendatangkan kerugian bagi semua pihak hendaklah ditinggalkan. Investasi seperti ini dianggap oleh Allah SWT invetasi yang merusak dan tidak membawa mashlahah kepada umat islam khususnya, masyarakat pada umumnya. Hal yang sama terkutuknya adalah praktik-praktik investasi yang dipermukaan tampak menghasilkan bagi segelintir orang, namum sebenarnya pada saat yang sama menghancurkan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Yang pada akhirnya akan membinaskan investasi itu dengan sendirinya.
Menginvestasi harta pada usaha yang tidak mendatangkan mashlahah yang baik bagi masyarakat atau hanya berguna bagi sebagian kecil masyarakat. Sekalipun hal ini mendatangkan keuntungan yang besar dari sisi investasi, namun terlihat bahwa hanya memperhatikan kepentingan materi semata tanpa memperhatikan kepentingan umum, oleh karenanya berinvestasi seperti diatas wajib kita jauh dan hindari karna secara syariat islam tidak sesuai dan tidak dibenarkan. selain itu menahan harta hasil investasi agar tidak berputar atau diinvestasikan kembali sehingga menumpuk dan menimbun, sehingga mencari peluang investasi semata-mata untuk mencari keuntungan yang besar, merupakan perbuatan yang sangat dilarang oleh syariat islam. perbuatan tersebut dilarang karna tidak membelanjankan hartanya sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh Allah SWT dan Rasulnya. Dana dalam syariat islam darus dinamis, tidak boleh ada leakage dan tidak keluar dari peredaran, artinya dana yang dimiliki seseorang dibiarkan disimpan secara tidak produktif dan perbuatan seperti ini tidak dibenarkan dalam syariat islam. (Baca Juga: Investasi Dalam Islam)
c. Prinsip Terhindar dari Investasi yang Terlarang
Islam manganjurkan umatnya untuk berikhtiar salah satunya dengan bekerja untuk mencari rezeki ataupun berinvestasi untuk kepentingan masa depan, kendaki demikian tidak seluruh bagian dalam usaha dihalalkan, seperti contoh dalam berinvestasi. Syariat islam telah mengatur tentang batasan-batasan kegiatan atau prilaku mana yang halal dan haram untuk dilakukan. Dengan maksud agar umat islam terpagari dan terbatasi sehingga terhindar dari hal-hal yang membahayakan jiwanya dan keluarganya begitu pula masyarakat secara umumnya. Dalam hal ini, islam mengelompokkan terkait investasi yang dilarang menjadi dua (2) bagian yakni investasi yang syubhat dan investasi yang haram; pertama ialah Investasi yang Syubhat; Secara terminologis dalam syariat syubhat diartikan sesuatu perkara yang tercampur (antara halal dan haram), namun secara pasti hal tersebut tidak diketahui apakah itu halal atau haram, dan apakah ia hak ataukah batil. Bukhori dan Muslim meriwayatkan dalam hadis bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya “yang halal itu telah jelas dan yang haram juga sudah jelas, diantara keduanya ada hal-hal yang syubhat (tidak jelas) dan tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa menjaga atau menghindari dari perbuatannya yang syubhat, maka telah benar-benar selamat dalam agama dan kehormatannyah”.
Maka kemudian dapat diartikan bahwa investasi syubhat ialah tindakan atau aktivitas (jasa) atau barang (contoh; eek, uang, komoditas, dan barang) yang keharaman dan kehalalannya masih diragukan. Pasa saat mengalami situasi yang meragukan, seorang muslim dapat menangguhkannya dengan pendapat yakni kelaziman dan yang seharusnya ada sesuatu hal yang tidak menyebabkan mudhorat. Rasulullah SAW pada setiap kesempatan selalu menganjurkan agar umatnya meninggalkan sesuatu yang masih diragukan hukumnya.
Para investor secara umum dan secara khusus kepada investor yang beragama islam agar selalu menghindari dari investasi yang berbau syubhat karena pada akhirnya akan menggiring kepada hal-hal yang merugikan dan membinasakan. Dalam teorimya jika terdapat percampuran antara barang haram dan halal maka yang dimenangkan adalah barang yang haram, semua barang yang secara asal halal akan berubah menjadi haram semuanya.
Kedua adalah Investasi yang Haram;Investasi haram merupakan segala tindakan dalam bidang jasa maupun barang yang oleh syariat islam hal atau tindakan tersebut dilarang, dengan konsekuensi apabila dikerjakan mendapatkan dosa dan apabila di tinggalkan akan mendapatkan pahala. Menurut padangan para ulama dikalangan Hanafiyah membagi haram kedalam dua (2) bagian yakni pertama: keharaman yang ditetapkan oleh nash yang Qath’I yaitu, Al Quran, Sunnah, mutawatiroh, dan ijma’, kedua: keharaman yang ditetapkan oleh nash yang tidak Qath’I yaitu yang tetap dengan khabar akad dan qiyas. Dalam hal lain haram juga diartikan sebagai larangan, batasan, mulia dan mengalami perluasan makna sebagai pemilikan atau tempat yang dimuliakan seperti wilayah sekitar Mekkah, Madinah, dan Yerussalem.
Al Quran, Al Hadist dan pendapat para pakar hukum islam membagi investasi yang dilarang kedalam dua (2) golongan yakni pertama: larangan karena factor Zatnya (li dzatihi), kedau: larangan karena factor selain dari Zatnya (li ghairihi). Kamus Ushul Fiqh menjelaskan sebagai berikut.
a) Haram Li Dzatihi
Keharaman Sesutu ditetapkan sejak awal itu yang dimaksud dengan haramli dzatihi, biasa juga artikan sebagai sesuatu yang keharamnnya secara langsung dan syara’ telah menentukannya sejak awal terkait keharamnnya. Contoh perbuatan zina, minum-minuman keras, menikahi saudara, memakan bangkau, memakan darah, bermain judi, mencuri, berbohong dan lain-lain. Oleh karena telah ditentukan sejak awal bahwa hukum Sesutu itu haram maka peluang untuk mengubahnya menjadi halal sudah tertutup bahkan sejak awal perbuatan tersebut sudah dikatagorikan sebagai haram. Contoh-contoh tersebut diatas ialah contoh keharaman pada dzatihi atau esensinya tindakan itu sendiri. Dengan begitu jika transaksi dilakukan berdasarkan Sesutu yang haram li dzatihi maka hukumnya batal, tidak ada akibat hukumnya. Sama pula ketika kita memperjual belikan benda atau barang yang haram berdasarkan dzatnya maka transaksinya tidak sah dan tidak ada akibat hukumnya.
b) Haram LI Ghairihi
Keharaman dari perbuatan tersebut disebabkan factor eksternal bukan dari esensi perbuatan itu bahkan kadang sebenarnya secara esensial perbuatan tersebut hukumnya diwajibkan atau Sunnah atau juga mubah, namun karena factor eksternal tadi hukumnya berubah. Atau juga karena ada pertimbangan akan suatu mudharaot meskipun hal tersebut disyariatkan pada mulanya.
Seperti contoh sholat, pada dasarnya sholat itu wajib namub jika pakaian yang digunakan dari hasil curian, sholatnya sah tapi berdosa karena mencuri. Dalam praktek muamalat misalnya
Melakukan jual beli dengan cara menipu atau dengan cara memaksa sehingga merugikanorang lain.
Dari sekian banyak ahli hukum islam masing-masing dari mereka memiliki berbagai macam perbedaan pendapat dalam hal ini, ringkasnya apakah dampak hukum dari haram li ghairihi ini? Sebagian berpendapat batal dan sebagian yang lain berpendaat fasad, seperti pendapat dari pakar yang haluan Mazhab Hanafiyah yang menyatakan bahwa dampak hukumnya ialah fasad dengan alasan bahwa keharaman tersebut berasal dari luar buka pada diri dzatnya. Maka akad kontraknya boleh namun konsekuensinya tidak sah. Oleh karnanya diperlukan untuk menghilangkan factor-faktor yang haram li ghairihi tersebut terlebih dahulu agar menjadi sah. Sementara para fuquha memberikan pandangan bahwa antara keduanya haram li dzatihi dan haram li ghairihi memiliki dampak hukum yang sama yakni haram.
Yani Mulyaningsih suatu larangan terhadap kegiatan tersebut disebabkan bukan karena pelarangan kepada objeknya atau kepada dzat bahkan sebaliknya sebenarnya benda tersebut dibolehkan atau dihalalkan oleh syara’, namun keharamannya disebabkan karena adanya unsur tadlis, gharar, riba dan terjadinya ikhtikar dan bay najsh.
d. Haram karena Gharar
Secara bahasa gharar yakni diartikan akibat, bencana bahaya, risiko, dan ketidakpastian. Gharar dalam ilmu ekonomi juga dikenal dengan sebutan juhalayang memiliki arti ketidakpastian. Dalam Hukum Islam, gharar merupakan suatu kegiatan untuk melakukan sesuatu secara semaunya tanpa memiliki pengetahuan yang mencukupi terhadap sesuatu yang dilakukannya, atau dapat juga diartikan mengambil risiko sendiri dari suatu perbuatan yang mengandung risiko tanpa mengetahui akibat atau konsekuensinya.
Pendapat dari Afzalur Rahman mengenai gharar (juhala) adalah suatu unsur yang tidak jelas kualitas, kuantitas, atau harganya pada barang yang diperdagangkan. Dari pendapat tersebut, gharar dapat diartikan sesuatu yang tidak diketahui pada saat transaksi dilaksanakan. Dalam kontrak bisnis, sesuatu yang tidak jelas, tidak pasti, atau kira-kira adalah haram hukumnya, baik dari segi harga maupun kualitas barang. Pada saat akan melakukan kontrak, nominal harga harus ditentukan dengan jelas, jumlah dan waktu pembayaran juga harus ditentukan dengan jelas agar tidak timbul ketidakpastian yang dapat mengakibatkan batalnya kontrak.
Sebagai contoh kontrak yang mengandung gharar, yakni menjual burung yang masih berada di udara, menjual ikan yang masih berada di dalam laut, dan pembeli membayar barang tersebut, sementara pada waktu melakukan transaksi pembeli tidak mengetahui apakah penjual akan memperoleh barang yang dibeli tersebut atau tidak. Kontrak jual beli dikatakan sah apabila barang dan harga jual sudah jelas, tanpa terkecuali jumlahnya, kesepakatan pembayaran yang disepakati dengan perjanjian yang jelas (secara tunai atau dibayar di kemudian hari), penyerahan barang dapat diberikan sesuai dengan kesepakatan antara penjual dan pembeli (diberikan seketika atau di waktu lain yang sudah diperjanjikan).
Sesuatu dapat dikatakan gharar bila seseorang tidak mengetahui apa yang tersimpat bagi dirinya pada akhir kontrak bisnis ataupun jual beli. Pada dasarnya gharar terjadi karena adanya informasi yang tidak lengkap dialami oleh penjual dan pembeli.
e. Haram karena Maysir
Secara etimologi maysir adalah mudah. Maysir merupakan objek yang diartikan suatu tempat untuk memudahkan sesuatu, seperti seseorang yang seharusnya menempuh jalan yang susah namun mencari jalan pintas yang lebih mudah, tetapi jalan pintas tersebut bertentangan dengan suatu nilai maupun aturan. Padanan kata dari maysir adalah qimar yang diartikan sebagai bentuk permainan dengan unsur pertaruhan seperti judi, sementara maysirdiartikan suatu bentuk perjudian orang Arab masa jahiliyah dengan menggunakan anak panah dalam segala sesuatu.
Dalam QS. Al-Maidah ayat 90, Allah berfirman “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah merupakan perbuatan setan. Maka jahuilah perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan”. Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 91, “Sesungguhnya setan bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, karena meminum khamr dan berjudi, dan menghalangimu dari mengingat Allah dan sembahyang, maka berhentilah kamu dari mengerjakan pekerjaan itu”.
Pakar Hukum Islam bersepakat bahwa akad investasi yang mengandung unsur judi dan taruhan tidak sesuai dengan syariat Islam dan termasuk akad mulzim, mu’awadhah maliyah, dan ghararbagi keduanya. Jika memperoleh kemenangan, uang yang diambil sebagai pengganti dari kemungkinan bagi yang kalah dan apabila mengalami kekalahan maka uang tersebut diberikan sebagai pengganti dari kemungkinan bagi yang menang.
Dari pemaparan hal di atas, dalam kegiatan investasi berdasarkan syariah tidak diperbolehkan adanya unsur judi dan taruhan yang dapat membawa kemudharatanbagi semua pihak, terutama bagi yang melakukan perjanjian saat berinvestasi. Secara terminologi investasi syariah, yang disebut investasi adalah gabungan investor-investor yang mengkontribusikan surplus hartanya (uang) dengan tujuan memperoleh keuntungan yang halal sesuai dengan prespektif syariah. Pada prinsipnya ketentuan mengenai haram, baik karena zatnya maupun bukan yakni termasuk maysir.
f. Haram karena Riba
Riba (ziyadah) berarti tambahan, tumbuh, membesar. Secara istilah riba diartikan pengambilan tambahan dari harga sebenarnya atau modal. Riba juga dapat didefinisikan pengambilan tambahan dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bertentangan dengan prinsip muamalah. Dalam bahasa Arab, riba diartikan “raba al-syaiu idza zada,” artinya sesuatu itu riba apabila bertambah, dan menurut syara’, riba diartikan suatu usaha yang haram, sebagaimana yang terdapat dalam QS. An-Nisa’ ayat 161, yang artinya “…dan mereka memakan riba, sesungguhnya mereka dilarang memakannya…”.
Di kalangan Madzhab Hambali, para pakar mengartikan riba dari sisi syar’iyakni adanya penambahan dalam perkara tertentu. Sedangkan menurut pakar di kalangan Madzhab Hanafi mengartikan riba merupakan suatu bentuk kelebihan terhadap harta tanpa adanya penggantian dalam suatu kontak pertukaran dengan harta.
Dalam QS. Al-Baqarah ayat 275, Allah berfirman yang artinya “orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti beridirnya orang yang kerasukan setan karena stress. Keadaan mereka seperti itu karena mereka mengatakan, sesungguhnya jual beli itu sama saja dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Turunnya ayat tersebut disebabkan ketika bangsa Arab selalu berlebihan dalam akad utang piutang dan makanan. Apabila orang yang berutang tersebut menunda pembayaran, maka terdapat risiko dengan menambah sejumlah (uang), akibat dari perbuatan tersebut orang yang berutang menjadi pailit karena utangnya menjadi berlipat ganda.
Menurut para pakar Hukum Islam, riba dibagi menjadi dua macam, yaitu riba utang-piutang dan riba jual beli. Riba utang piutang terdapat dua jenis, yaitu riba qardh dan riba jahiliyah. Sementara kelompok riba jual beli terbagi menjadi dua jenis, yakni riba fadhl dan nasi’ah. Di dalam beberapa kitab fiqih barang yang termasuk barang ribawi, yaitu emas, perak, garam, tepung, gandum, dan kurma, dan uang dikategorikan dalam jenis dan perak.
Syafi’i Antonio berpendapat bahwa riba dibagi menjadi empat jenis, pertama: riba qardh yaitu manfaat tertentu yang disyariatkan terhadap yang berutang, kedua: riba jahiliyah yakni urang yang dibayar lebih dari pokoknya karena adanya penundaan pembayaran, ketiga: riba fadhl adalah pertukaran antara barang sejenis dengan takaran yang berbeda dan barang yang dipergunakan untuk untuk tukar menukar tersebut merupakan barang ribawi, keempat: riba nasi’ah merupakan penerimaan barang ribawi yang digunakan dengan jenis barang ribawi lainnya. Perbuatan menunda dan merujuk pada waktu yang diberikan kepada peminjam untuk membayar pinjamannnya dengan adanya imbalan berupa tambahan.
g. Terhindar dari Ikhtikaar dan an-Najasy
Ikhtikaar berasal dari bahasa Arab yang berarti zalim dan juga ada pula yang mengartikan ikhtikaar merupakan upaya penimbunan barang dagangan untuk menunggu meningkatnya harga. Azlan Khalil Shamsuddin dan Siti Khursiah Mohd. Mansor berpendapat bahwa ikhtikaar sama dengan monopoli yakni mengumpulkan atau menahan barang-barang yang berada di pasardengan tujuan untuk melakukan sesuka hati dalam mengedarkan barang tersebut, atau menguasai penawaran dan permintaan sesuatu barang dengan tujuan untuk mengatur adanya keuntungan yang berlebihan.
Beberapa kitab fiqih klasik mengartikan ikhtikaar merupakan upaya seseorang menimbun barang saat barang tersebut langka yang diperkirakan harganya akan naik.
h. Haram karena Tadlis
Didalam islam tipu penipu dilarang karena akan merugikan salah satu pihak, segala sesuatu yang terdapat unsur penipuan tersebut kemudian disebut tadlis. Baik ekonomi islam maupun ekonomu konvensional pun melarangnya. Dalam praktek dunia bisnis contohnya dalam investasi ialah mengatakan sebuah transaksi bisnis namun antara yang disampaikan dan yang sebenarnya terjadi tidak sesuai atau bahkan bertolak belakang. Sehingga menimbulkan kerugian disalah satu pihak.
Hal ini dilarang berdasarkan hadis Rasulullah “ Tidak halal penjualan Ijon, tidak pula dua syarat (yang bertentangan) dalam (satu transaksi) penjualan dan tidak ada penjualan atas sesuatu (barang) yang tidak ada padamu”.
Demikian uraian tentang hukum investasi dalam perspektif Islam, semoga bermanfaat, terimakasih.
Alhamdulillah, sama-sama, Mudah-mudahan bermanfaat.
Sangat membantu, terimakasih banyak.