Perkebunan Sawit di Indonesia
Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu sumber pendapatan nasional terbesar di Indonesia terutama dalam bidang Pertanian dan Industri. Topik perkebunan kelapa sawit menjadi kontroversial beberapa tahun belakangan ini. Masyarakat terbagi pendapatnya menjadi dua bagian, yaitu Pro dan Kontra.
Seperti yang kita ketahui perkebunan sawit ini memiliki dampak yang cukup signifikan khususnya terhadap lingkungan. Perkebunan sawit berdasarkan kepemilikannya di bagi menjadi tiga, milik negara, milik swasta, dan milik individu.
Melihat fenomena sekarang ini, masyarakat banyak yang sudah atau akan memulai usaha dalam industri perkebunan Sawit karena hasilnya yang lumayan menjanjikan. Pada kali ini penulis akan membahas mengenai dampak perkebunan sawit milik individu di tengah lingkungan masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung.
Menurut Badan Pusat Statistik, pada tahun 2019 luas perkebunan sawit yang dioperasikan oleh swasta seluas 7,94 juta hektar atau (54,42%), luas perkebunan sawit yang dikuasai oleh rakyat seluas 6,04 juta hektar atau(41,35%) dan perkebunan yang dikuasai oleh negara seluas 0,62 juta hektar (4,23%).
Baca juga: Tambang Timah Berkelanjutan Sebagai Pengaruh Perekonomian di Daerah Bangka Barat
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan provinsi Kepulauan Bangka Belitung jumlah total keseluruhan perkebunan sawit yang ada di Bangka Belitung seluas 75.734,17 Hektar. Perkebunan sawit terbesar berada di Bangka Selatan dan yang terkecil dari Belitung Timur. Sebanyak 141.452,28 Ton dihasilkan dari perkebunan milik rakyat atau individu. Walaupun dari skala produksinya tidak sebesar milik perusahaan atau negara, perkebunan sawit individu menjadi penyumbang perekonomian lokal.
Dampak Perkebunan Sawit Terhadap Lingkungan
Selanjutnya mari kita bicara tentang dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Dampak ini dapat berupa dampak positif dan negatif. Dampak positif dari perkebunan ini jika kita lihat secara nyata yaitu memberikan lapangan pekerjaan dan peningkatan ekonomi disekitarnya. Masyarakat lokal biasanya mempunyai peluang lebih besar untuk dipekerjakan dalam mengelola. Cara ini digunakan salah satunya agar mencegah konflik dengan masyarakat sekitar. Tentunya hal ini menyangkut hubungan timbal balik antara pemilik dan warga sekitar.
Perkebunan sawit individu juga lebih mudah dikelola karena langsung di awasi oleh pemilik secara langsung. Ukuran yang tidak terlalu luas memudahkan pemilik dalam melakukan manajemen dan pengawasan terhadap kebun mereka. Para pemilik perkebunan biasanya langsung terlibat dalam kegiatan harian operasional dan secara aktif dapat memantau aktivitas yang berlangsung.
Dampak nyata selanjutnya adalah membantu ketahan pangan lokal maupun nasional. Walaupun secara skala produksi tidak banyak akan tetapi hal ini cukup untuk membantu menunjang ketahanan pangan. Sebagai komoditas utama, minyak kelapa sawit digunakan dalam pembuatan mulai dari makanan, minuman, hingga kosmetik dan tentunya akan terus diperlukan dalam jangka panjang kedepannya.
Dampak Positif
Berbicara dampak positif, tentunya perkebunan sawit juga memiliki dampak negatif. Hal inilah yang sering di perjuangkan oleh para aktivis lingkungan. Jika dibandingkan dengan dampak positif maka dampak negatif dari perkebunan sawit ini lebih menonjol. Jika kita lihat secara nyata di lapangan dampak negatif yang pertama yaitu kerusakan ekosistem.
Untuk perkebunan sawit pribadi memang di bangun di atas lahan pribadi akan tetapi sekitarnya juga merasakan dampaknya seperti hilangnya kualitas tanah dan keanekaragaman hayati. Penggundulan lahan yang dilakukan untuk membuka perkebunan ini walaupun sebenarnya di bangun diatas lahan pribadi, akan tetapi dampak tersebut dirasakan, seperti mulai hilangnya habitat bagi beberapa hewan seperti burung.
Hal ini berkaitan dengan dampak selanjutnya yaitu pencemaran tanah dan air. Penggunaan pupuk berbahaya dan tanpa pengawasan tentunya akan merusak struktur tanah. Pupuk yang terbawa arus hujan dapat mencemari air di sekitar perkebunan. Dalam kasus ini warga sering mengeluhkan kurangnya pasokan air bersih karena tanaman sawit memerlukan banyak sekali air dalam pertumbuhannya. Air sumur yang cepat mengering menjadi dampak nyata bagi masyarakat.
Dampak Perkebunan Sawit Terhadap Iklim
Selanjutnya yaitu dampak perkebunan sawit terhadap iklim. Tanaman sawit cenderung menyerap lebih sedikit sinar matahari dan ini berakibat pada udara disekitar yang menjadi lebih panas apalagi ketika suhu udara sedang naik. Isu pemanasan global juga menjadi topik hangat yang dibicarakan saat ini.
Dasar Hukum
Setelah memaparkan dampak positif dan negatif, tentu di perlukan berbagai upaya terkait hal ini. Pemerintah telah mengatur peraturan perkebunan sawit ini. hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengatur, mengawasi dan mengelola hal-hal yang terkait.
Sebagaimana termuat dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2018 Tentang penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit dan Keputusan Direktur Jendral Perkebunan Nomor: 29/KPTS/KB.120/3/2017 tentang pedoman peremajaan tanaman kelapa sawit perkebunan, pengembangan sumber daya manusia dan bantuan sarana dan prasarana dalam kerangka pendanaan badan pengelola dana perkebunan kelapa sawit.
Peraturan ini dibuat agar pengelolaan perkebunan sawit dapat dilakukan secara berkelanjutan, dapat mengoptimalkan penggunaan lahan dan memperhatikan segala jenis aspek lingkungan, sosial dan ekonomi. Banyak masyarakat yang belum tau terkait peraturan tersebut.
Diperlakukan peran pemerintah dalam memberikan sosialisasi dan sosialisasi apa saja yang disiapkan saat ingin membangun perkebunan sawit. Hal ini dapat meliputi bagaimana pengelolaan perkebunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Walaupun dampaknya tidak sebesar perkebunan sawit yang di kelola oleh pemerintah tidak menutup kemungkinan dampak negatifnya akan terus-menerus karena seharusnya perkebunan yang dipegang langsung oleh individu lebih gampang untuk di awasi.