Daftar Isi
ToggleDaftar Isi
Pertanyaan
Apa pengertian Residivis?
Jawaban
Pengertian Residivis
Residivis berasal dari bahasa Prancis yang diambil dari kata latin, yaitu “re” dan “co, re” yang berarti “lagi” dan “cado” yang berarti “jatuh”.
Secara sederhana residivis dapat dipahami tentang hukum yang berulang kali sebagai akibat perbuatan yang sama atau serupa.
Berdasarkan Pasal 486, 487, dan 488 KUHP, residivis masuk dalam kategori pengulangan kejahatan yang dapat memberatkan pidana maupun dapat menambah hukuman.
Pengertian Residivis Menurut Para Ahli
Masyarakat umum mendefinisikan residivis sebagai pelaku tindak pidana kambuhan. Adapun pengertian residivis menurut para ahli:
- Barda Nawawi Arie, berpandangan bahwa residivis terjadi dalam hal seseorang melakukan tindak pidana dan telah dijatuhi pidana dengan suatu putusan hakim yang tetap, kemudian melakukan suatu tindak pidana lagi.
- I Made Widnyana, mengatakan bahwa residivis terjadi apabila seseorang telah melakukan perbuatan pidana yang telah dijatuhi dengan putusan hakim. Pidana tersebut telah dijalani akan tetapi setelah menjalani pidana dan dikembalikan kepada masyarakat, dalam jangka waktu setelah pembebasan tersebut kembali melakukan perbuatan pidana.
Baca juga:Eksistensi Restorative Justice Dalam Hukum Positif Indonesia
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat ditarik beberapa poin yang dapat dinamakan sebagai pengulangan pidana (residivis), yaitu:
- Pelaku adalah orang yang sama
- Terulangnya tindak pidana dan pidana terdahulu dijatuhi pidana oleh putusan hakim
- Pelaku sudah pernah menjalani hukuman yang dijatuhkan terhadapnya
- Pengulangan terjadi dalam jangka waktu tertentu
Dalam kamus bahasa indonesia istilah residivis, diartikan sebagai orang yang pernah dihukum mengulangi kejahatan yang serupa atau boleh disebut penjahat kambuhan.
Namun secara umum residivis diartikan sebagai suatu keadaan yang menunjukan tingkat atau pola pengulangan kejahatan di masyarakat. Pola pengulangan kejahatan tidak memperdulikan apakah tindakan kejahatan yang dilakukan sama atau tidak.
Berdasarkan definisi luas tersebut, membuat residivis dapat dibatasi pada pola penanggulangan kejahatan yang diketahui oleh pranata peradilan pidana, khususnya polisi dan lembaga pemasyarakatan.
Proses umpan balik, pola kembalinya seorang bekas terpidana ke dalam proses penahanan atau penghukuman.
Baca juga: Negara Hukum Tapi Masih Marak Pelanggaran, Yuk Simak Faktanya Di Indonesia!
Kejahatan sebagai suatu fakta sosial yang selalu ditemukan dalam kehidupan bermasyarakat.
Setiap interaksi dan dinamika dalam relasi antar manusia, berpeluang munculnya perilaku yang menyimpang dan kejahatan.
Demikian pula halnya residivis, setiap diberlakukannya penghukuman pada pelaku kejahatan, maka akan muncul potensi lahirnya para residivis.
Masa Tenggang Residivis
Pada dasarnya suatu lembaga penghukuman akan menentukan suatu tenggang waktu yang dianggap sebagai patokan keberhasilan pembinaan.
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menetapkan masa tenggang waktu tersebut selama dua tahun. Hal tersebut berkonsekuensi bahwa apabila seorang terpidana kembali menjalani hukuman dalam tenggang waktu tersebut, maka dapat dikategorikan sebagai residivis.
Sebaliknya, bila kembalinya bekas terpidana penjara tersebut kedalam proses penghukuman sudah melampaui tenggang waktu, maka akan dikategorikan non residivis.
Baca juga: Syarat Tindak Pidana Dapat Diselesaikan Dengan Restorative Justice
Eksistensi residivis harus disebutkan di dalam dakwaan, memungkinkan juga penambahan dakwaan secara lisan.
Secara umum adanya pengulangan dibuktikan oleh Jaksa dengan melampirkan bukti salinan putusan pengadilan pidana yang diterbitkan panitera.
Selanjutnya untuk pemberlakuan aturan residivis yang berlaku, maka Jaksa harus menambahkan keterangan bahwa sanksi pidana sebelumnya sudah pernah dijalani oleh terpidana.
Selain itu dapat digunakan sebagai bukti kutipan dari register dokumen umum.
Sumber Referensi:
Fakhruzy, A. (2020) Buku Ajar Hukum Pidana. Pamekasan: Duta Creative.
Hamzah, I. et al. (2020) Psikologi Penjara: Penerapan Psikologi dalam Proses Pemasyarakatan. Jombang: CV. Ainun Media.
Mustofa, M. (2015) Metodologi Penelitian Kriminologi. Jakarta: Kencana.
Remmelink, J. (2017) Pengantar Hukum Pidana Material 3. Yogyakarta: Penerbit Maharsa.
Rinaldi, K. (2021) Pembinaan dan Pengawasan dalam Lembaga Pemasyarakatan. Batam: Yayasan Cendikia Mulia Mandiri.