Teknologi, Globalisasi, dan Perlindungan Hukum
Perkembangan teknologi telah mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berinteraksi secara signifikan. Fenomena ini tidak terlepas dari dampak globalisasi yang telah membawa budaya, ide, dan inovasi teknologi ke seluruh dunia. Hal ini telah menciptakan dinamika baru dalam kebutuhan manusia terhadap perlindungan hukum.
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, kebutuhan manusia terhadap perlindungan hukum semakin kompleks. Dulu, hukum lebih berfokus pada masalah konvensional seperti kepemilikan properti fisik atau transaksi bisnis tradisional. Namun, dengan hadirnya teknologi informasi dan internet, aktivitas manusia semakin terdigitalisasi, menciptakan tantangan baru dalam perlindungan hak dan kewajiban hukum.
Salah satu aspek penting dari perlindungan hukum dalam era digital adalah perlindungan hak cipta, terutama untuk seniman dan kreator karya digital. Teknologi telah mengubah cara karya seni dihasilkan, didistribusikan, dan dikonsumsi. Sebagai contoh, Non-Fungible Token (NFT) adalah salah satu inovasi terbaru dalam ekosistem seni digital yang telah mengubah paradigma transaksi seni.
Baca juga: Urgensi Hak Cipta di Era Digital, Bagaimana Tantangan Hukum dan Penegakannya?
Jaringan Internet dan Kebutuhan Hukum
Jaringan internet adalah salah satu penemuan teknologi yang paling signifikan dalam memicu pertumbuhan kebutuhan manusia terhadap hukum. Internet telah membuka pintu menuju dunia digital yang tak terbatas, di mana karya seni dan informasi dapat dengan mudah diakses dan didistribusikan. Dengan demikian, muncul kebutuhan baru untuk melindungi hak cipta dalam dunia digital ini.
Digitalisasi telah memungkinkan seniman modern untuk menjual karya seni mereka dalam bentuk digital. Salah satu contohnya adalah NFT, yang merupakan aset digital yang menggunakan teknologi blockchain untuk mencatat kepemilikan dan otentikasi karya seni digital. Dalam konsep sederhana, NFT adalah sertifikat digital yang membuktikan kepemilikan sah atas suatu karya asli.
Kendala Hukum dalam Implementasi NFT
Meskipun NFT menawarkan peluang baru dalam ekonomi dan bisnis, masih banyak masalah hukum yang terkait dengannya. Salah satu permasalahan utama adalah status hukum NFT dalam hak kekayaan intelektual. Pemilik NFT tidak secara langsung memiliki hak eksklusif atas karya yang mereka beli; mereka hanya memiliki token yang mencatat kepemilikan mereka terhadap aset digital tersebut.
Tujuan utama kemunculan NFT adalah untuk menghindari duplikasi ilegal yang merupakan pelanggaran hak cipta. Namun, dalam praktiknya, NFT masih memiliki kendala dalam mengklaim kepemilikan karya. Keterbukaan terhadap karya dalam transaksi NFT memungkinkan siapa pun mengklaim karya digital sebagai miliknya dengan menyematkan token.
Semua transaksi NFT dicatat secara publik dalam buku kas digital yang tidak dapat diubah, sehingga sulit untuk mengidentifikasi tindakan pencurian karya (art theft) dalam NFT. Ini menciptakan tantangan baru dalam perlindungan hak cipta, terutama dalam konteks karya seni digital yang berkembang pesat.
Perlindungan Hak Cipta NFT di Indonesia
Di Indonesia, dasar-dasar perlindungan hak cipta diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014. Namun, ketika kita mempertimbangkan perlindungan hak cipta dalam konteks NFT, unsur digital yang mendominasi NFT tidak dapat diabaikan. Karena NFT masih merupakan teknologi yang relatif baru, regulasi yang konkret dan relevan masih sangat diperlukan.
Dalam kerangka Kekayaan Intelektual, NFT dilihat sebagai alat penyederhana dengan kepemilikan atau milik pribadi yang tidak berwujud. Hal ini berarti bahwa pemilik NFT tidak memiliki hak yang tidak terbatas atas karya yang mereka miliki. Ketika seorang seniman atau kreator ingin mentransfer kepemilikan karyanya kepada pembeli menggunakan smart contract, masih ada kelemahan dalam penerapannya.
Salah satu kelemahan smart contract adalah ketidakmungkinan untuk mengubahnya. Namun, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengizinkan agen elektronik untuk melakukan perubahan terhadap informasi yang telah disampaikannya. Ini menunjukkan bahwa beberapa aspek dari smart contract mungkin tidak sejalan dengan peraturan di Indonesia, dan perlu adanya perbaikan.
Regulasi NFT di Indonesia
Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia telah mengumumkan pengawasan terhadap transaksi NFT pada tahun 2022. Hal ini mencakup larangan terhadap transaksi NFT yang melanggar peraturan perundang-undangan terkait perlindungan data pribadi dan hak kekayaan intelektual, termasuk hak cipta.
Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk membuat regulasi yang lebih konkret dan relevan mengenai NFT, khususnya dalam konteks perlindungan hak cipta. Hal ini sesuai dengan prinsip perlindungan hukum yang dikemukakan oleh Phillipus M. Hadjon, di mana peraturan hukum harus mencegah sengketa sebelum terjadi.
Kesimpulan
Perkembangan teknologi informasi telah mengubah cara kita hidup dan bekerja, menciptakan kebutuhan baru dalam perlindungan hukum. Salah satu contoh konkret dari dampak ini adalah NFT, yang telah mengubah cara karya seni digital diperdagangkan. Perlindungan hak cipta dalam konteks NFT menjadi semakin penting seiring dengan popularitasnya dan jumlah transaksi yang meningkat.
Indonesia, seperti banyak negara lainnya, perlu segera mengadopsi regulasi yang relevan dan konkret untuk melindungi hak cipta dalam konteks NFT. Peran pemerintah sebagai regulator sangat penting dalam menciptakan payung hukum yang jelas dan memberikan kejelasan hukum kepada para seniman dan kreator yang terlibat dalam ekosistem NFT. Dengan langkah-langkah yang tepat, Indonesia dapat memastikan bahwa hak cipta dalam aset digital NFT terlindungi dengan baik dalam era digital yang terus berkembang.