PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia
Opini  

Perlunya Langkah Tegas untuk Membasmi Wabah Korupsi

Korupsi, Tindak Pidana Korupsi

Korupsi diinterpretasikan sebagai tumor. Virus yang menjalar menyebarkan kerugian, pun bukan hanya bagi sebagian orang, namun juga rakyat dan negara.

Untuk mewujudkan negara yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tidak hanya diimplementasikan dengan teori, namun juga dengan berbagai produk hukum yang berlaku di Indonesia saat ini.

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga perlu langkah tegas untuk dibasmi dengan berbagai lembaga yang berperan untuk menangani perkara tindak pidana korupsi baik polisi, jaksa, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Baca juga: Runtuhnya Pemberantasan Korupsi di Negara Kita

Indonesia Menghadapi Penyakit Korupsi

Disurvei oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tentang indeks perilaku antikorupsi pada tahun 2020 berada dalam kisaran angka 3,84 persen, sehingga Presiden Joko Widodo berpendapat agar tindak pidana terhadap para koruptor perlu cara yang lebih extraordinary atau pemberantasan yang harus dilakukan dengan cara luar biasa sehingga korupsi yang terjadi tidak meluas.

Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang selama ini terjadi bukan hanya meluas secara signifikan, tetapi berpengaruh juga dengan pro kontra masyarakat terhadap hukum korupsi di Indonesia, karena hal ini bukan hanya merugikan keuangan negara, kendati menjadi pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara keseluruhan.

Tentunya, Indonesia memiliki dasar-dasar atau produk-produk hukum yang bertujuan untuk membasmi wabah korupsi dengan hukum korupsi berupa Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Undang-undang ini menjelaskan berbagai jenis tindak korupsi secara rinci dan mencantumkan bahwa korupsi merupakan tindakan melawan hukum dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, yang dapat mengakibatkan negara mengalami kerugian atau keuangan negara.

Pun demikian di dalam KUHP diatur tentang tindak pidana korupsi, namun tidak sedemikian rupa dengan UU sebelumnya, sehingga menimbulkan kontroversi. Pasalnya, dengan disahkannya KUHP baru dan diberlakukannya di tahun 2026 nanti, akan terdapat beberapa perubahan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Perbandingannya, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dalam Pasal 2 Ayat (1) secara eksplisit menjelaskan jika setiap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dan memiliki potensi dan atau merugikan keuangan atau perekonomian negara, dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit sebanyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

Sedang dalam Pasal 603 KUHP baru, setiap orang yang melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara diancam dengan pidana penjara yang lebih singkat, yakni penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI.

Dalam KUHP baru yang diantaranya berisi substansi tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juga menjelaskan tentang pencucian uang. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam Pasal 607 yang menjelaskan tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang lebih khususnya tercantum secara rinci dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU).

UU Tipikor atau UU TPPU inilah yang seharusnya dapat menjadi pedoman dan landasan dalam pencegahan dan penindakan. Juga tentunya, menjadi dasar hukum akan bukti keseriusan pemerintah Indonesia dalam memberantas korupsi karena jika dilihat berdasarkan Laporan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) DKI Jakarta menempati provinsi yang paling rawan kasus pencucian uang dari provinsi lainnya di Indonesia.

Sebelumnya, disampaikan juga oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam jumpa pers bersama Mahfud MD selaku Menteri Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), yang menduga terdapat 964 pegawai Kemenkeu memiliki harta tidak wajar. Belum lagi, kasus transaksi gelap dalam Kementrian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp300 triliun yang diduga sebagai ‘pencucian uang’.

Hal ini menjadi tamparan keras bagi KPK dan segenap aparat hukum yang bertanggung jawab untuk memberantas para koruptor di Indonesia. Pemerintahan boleh saja berganti, namun upaya membasmi wabah korupsi tidak boleh padam.

Baca juga: Integritas Pemimpin: Kunci Utama Pemutus Mata Rantai Korupsi

Penyebab dan Akibat Melakukan Korupsi

Berbagai faktor dapat menjadi sebab dan akibat seseorang melakukan tindak pidana korupsi, atau disebut, koruptor. Jika dilihat berdasarkan profesi, PPATK mendeskripsikan pemerintah dan legislatif menjadi profesi yang paling rawan terlibat kasus pencucian uang hingga risiko mencapai skala 9 pada tahun 2021. Dilanjutkan dengan karyawan Badan Usaha Milik Negara atau Daerah (BUMN dan BUMD) dengan skala 7,2.

Lantas, apakah yang menjadi penyebab seseorang melakukan korupsi?

Dilansir dari buku Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi atau Antikorupsi yang diterbitkan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Indah Sri Utari dan Agus Mulya Karsona menjelaskan secara rinci faktor atau penyebab dari tindak pidana korupsi.

Beberapa diantaranya faktor penyebab internal, seperti: sifat tamak, gaya hidup konsumtif, dan moral (aspek perilaku yang menyebabkan pola hidup konsumtif dan aspek lainnya seperti keluarga yang mendorong seseorang melakukan tindak pidana korupsi). Selain itu, faktor eksternal juga menjadi salah satu penyebab seseorang melakukan perbuatan korup, seperti: aspek sosial, aspek politik, dan aspek hukum.

Dari berbagai faktor, utamanya dalam aspek hukum, masih banyak penyelenggaraan negara maupun produk hukum yang praktek-praktek usahanya lebih menguntungkan sekelompok tertentu, sehingga mendukung adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang melibatkan para pejabat negara dan para pengusaha. Akibatnya secara perlahan sendi-sendi penyelenggaraan negara rusak dalam berbagai aspek kehidupan nasional.

Oleh karena itu, dibutuhkan pemerintahan dengan kementerian dan lembaga yang berperan untuk mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh, sehingga mampu merehabilitasi seluruh aspek kehidupan nasional yang sesuai dengan tuntutan hati nurani rakyat, sebagaimana yang tertulis dalam ketetapan MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN.

Baca juga: Tindak Pidana Korupsi: Akar Masalah dan Upaya Penanganannya

Langkah Tegas yang Diperlukan Menangani Korupsi

Langkah tegas dalam upaya membasmi wabah korupsi di Indonesia salah satunya ialah upaya pencegahan, dengan membangun integritas dan sistem dalam mengelola keuangan negara, serta program sinergi yang dibangun oleh Kemenkeu beserta KPK.

Dengan dilakukannya kerja sama ini, seluruh kementerian atau lembaga pemerintah, legislatif, yudikatif, BUMN/BUMD hingga pemerintah daerah serta korporasi swasta turut berperan aktif dalam kegiatan pencegahan korupsi demi membangun kesadaran masyarakat terhadap budaya antikorupsi, terlebih khusus dalam lingkungan Kementerian Keuangan.

Membasmi wabah korupsi di Indonesia bukanlah pekerjaan mudah dan perlu tindak berkelanjutan yang melibatkan semua pihak. Dilansir dari laman pusat edukasi antikorupsi, terdapat 3 strategi utama yang diusung oleh KPK untuk memberantas korupsi, atau disebut sebagai Strategi Trisula. Trisula yang memiliki ujung yang runcing memiliki tiga strategi utama. Pertama, Sula Penindakan, yakni strategi KPK dalam menyeret koruptor menuju meja hijau, memberi tuntutan, dan menghadirkan saksi beserta bukti yang menguatkan. Sula kedua, Pencegahan. Yakni memperbaiki sistem agar korupsi berkurang di Indonesia, yang selanjutnya dilakukan melalui sula pendidikan dengan berbagai sosialisasi antikorupsi. Bukan hanya untuk anggota pemerintahan, namun mahasiswa dan masyarakat umum, bahkan anak-anak usia dini, Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas diberikan materi integritas sebagai bentuk pendidikan antikorupsi. Harapan KPK, dengan diberikan pendidikan antikorupsi sejak dini, kelak Indonesia akan dikelola oleh generasi antikorupsi.

 

Referensi:

Undang-Undang

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme.

Buku dan Website

Indah Sri Utari dan Agus Mulya Karsona, Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi, Jakarta : Kemeristekdikti, 2018.

Pusat Edukasi Antikorupsi, Trisula Strategi Pemberantasan Korupsi KPK untuk Visi Indonesia Bebas dari Korupsi, aclc.kpk.go.id, diakses pada 7 Agustus 2023.

BBC News Indonesia, Transaksi Rp300 triliun di Kemenkeu ‘pencucian uang’, KPK ‘harus segera bertindak’, www.bbc.com, diakses pada 7 Agustus 2023.

BBC News Indonesia, Sri Mulyani: Ada 964 pegawai Kemenkeu diduga memiliki harta tidak wajar dan 16 kasus dilimpahkan ke hukum, www.bbc.com, diakses pada 7 Agustus 2023.

Nada Naurah, Menilik Kasus Pencucian Uang di Indonesia, Ini Statistiknya!, goodstats.id, diakses pada 8 Agustus 2023.

Kristantyo Wisnubroto, Cegah Korupsi dengan Cara Luar Biasa, indonesia.go.id, diakses pada 9 Agustus 2023.

Respon (3)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *