Masyarakat adat memiliki struktur sosial yang unik, di mana kepala adat memainkan peran yang sangat penting dalam menjaga dan mengatur kehidupan lingkungannya. Kepala adat sebagai pemimpin tradisional, berfungsi sebagai penuntun bagi anggota masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Mereka memberikan pedoman tentang perilaku yang sesuai dengan norma-norma adat dan hukum yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Dalam perannya, kepala adat tidak hanya bertindak sebagai pengawas, tetapi juga sebagai mediator dalam menyelesaikan sengketa yang mungkin terjadi di antara anggota masyarakat. Mereka memiliki kewenangan untuk menimbang sanksi bagi pelanggaran yang dilakukan, dengan tujuan utama untuk menjaga kedamaian dan harmoni dalam komunitas. Melalui pendekatan ini, kepala adat berusaha menciptakan suasana yang kondusif bagi kehidupan bersama.
Baca juga: Urgensi Rancangan Undang-undang Pilkada 2024
Masyarakat adat memiliki kebiasaan yang kuat untuk selalu meminta pendapat Kepala Adat dalam pengambilan keputusan. Hal ini berlaku juga didaerah papua pada pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan kepala daerah. Pemilihan tersebut disebut dengan sistem noken. Sistem noken adalah metode pemungutan suara yang unik dan khas di Indonesia, khususnya di wilayah Papua.
Nama “noken” merujuk pada tas anyaman yang terbuat dari serat kayu, yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Papua. Meskipun asal-usul sistem ini tidak sepenuhnya jelas, beberapa sumber menyebutkan bahwa gagasan untuk menggunakan noken dalam pemilu muncul secara spontan selama pesta bakar batu, sebuah tradisi adat di Papua. Namun, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa sistem ini diperkenalkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1970-an.
Sistem Noken dibagi menjadi dua jenis, yaitu metode big man dan metode gantung. Sistem noken big man adalah model pemilihan umum yang paling umum digunakan di wilayah-wilayah Papua. Model ini berbasis pada struktur sosial tradisional masyarakat adat, di mana kepala suku (yang disebut Big Man) memiliki otoritas absolut dalam menentukan keputusan untuk seluruh anggotanya.
Prosesnya dimulai dengan diskusi internal di masyarakat, tetapi pada akhirnya, keputusan final ditangguhkan kepada kepala suku. Kepala suku kemudian merepresentasikan pilihan suara seluruh anggota suku dengan cara memberitahu Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tentang calon yang dipilih. Sistem ini relatif sederhana dan mudah diimplementasikan, tetapi juga rentan terhadap manipulasi politik dan pelanggaran hak pilih individu
Meski sistem noken big man tampak efektif dalam lingkup lokal, namun kritik terhadapnya juga cukup signifikan. Salah satu kelemahan utamanya adalah kurangnya partisipasi aktif dari anggota masyarakat dalam proses pemilihan. Karena keputusan akhir ditangguhkan kepada kepala suku, maka mungkin saja kebutuhan dan aspirasi individual tidak terwakili secara adekuat. Selain itu, sistem ini juga dapat memicu konflik antar-etnis karena dominansi kekuasaan kepala suku yang kadang-kadang tidak netral.
Sistem noken gantung adalah varian lain dari sistem noken yang lebih inklusif dan transparan. Model ini melibatkan proses deliberasi yang lebih intensif dan partisipatif di antara anggota masyarakat. Awalnya, masyarakat akan berkumpul untuk membahas profil dan visi masing-masing calon. Setelah diskusi panjang, mereka akan mencapai kesepakatan bersama tentang siapa calon yang tepat untuk dipilih.
Pada hari pemilihan, tas-tas noken digantung di tempat-tempat publik sebagai pengganti kotak suara. Pemilih akan memasukkan surat suara ke dalam tas yang mewakili calon pilihan mereka, atau mereka berbaris di depan tas tersebut untuk menunjukkan dukungannya.
Meskipun sistem noken gantung tampak lebih inklusif, namun masih ada beberapa tantangan yang harus diatasi. Salah satunya adalah masalah efisiensi waktu dan biaya. Proses deliberasi yang panjang dapat memperlambat jalannya pemilihan, sedangkan distribusi tas-tas noken ke tempat-tempat publik juga memerlukan sumber daya yang cukup signifikan. Selain itu, kritik terhadap sistem ini juga mengacu pada potensi manipulasi politik dan gangguan kestabilan sosial jika tidak dijalankan dengan benar.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan bahwa sistem noken adalah konstitusional dan sesuai dengan nilai budaya masyarakat Papua. Putusan MK Nomor 47-81/PHPU-A-VII/2009 menyimpulkan bahwa pemilihan dengan sistem noken dapat mencegah konflik dan disintegrasi sosial di daerah tersebut, serta sebagai bagian dari hak adat masyarakat Papua.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga telah mengeluarkan beberapa regulasi terkait sistem noken. Peraturan KPU Nomor 25 Tahun 2023 mengatur tentang pemungutan dan penghitungan suara dalam pemilu, yang menyatakan bahwa sistem noken hanya boleh diterapkan di Provinsi Papua Tengah dan Papua Pegunungan pada kabupaten yang masih menggunakan sistem tersebut.
Baca juga: Putusan ‘Tunda Pemilu’ dan Logical Fallacy Partai Prima
Pasal 118 ayat (1) menyebutkan bahwa pemberian suara dengan sistem noken hanya diselenggarakan di wilayah-wilayah tertentu yang masih menerapkannya. Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024 memberikan pedoman teknis pelaksanaan pemungutan suara dengan sistem noken, termasuk mekanisme musyawarah yang dilakukan oleh masyarakat sebelum hari pemungutan suara untuk menentukan pilihan mereka.
Dari kasus diatas maka pemerintah perlu melakukan pengaturan sistem noken di dalam peraturan undang-undang, bukan hanya bergantung pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat pelaksana. Meskipun MK telah mengakui keberadaan sistem noken melalui beberapa putusan, seperti Putusan Nomor 47-81/PHPU.A-VII/2009, pengakuan tersebut masih bersifat kasuistis dan tidak memberikan kepastian hukum yang kuat.
Legitimasi yang lebih kuat dapat dicapai dengan mengatur sistem noken dalam Undang-Undang Pemilu. Hal ini akan memberikan dasar hukum yang lebih kokoh dan memastikan bahwa pelaksanaan pemilu di Papua tetap sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang jujur dan adil.
Selain itu, pengaturan ini akan menghormati hak-hak masyarakat adat dan menjamin partisipasi mereka dalam proses demokrasi.Dengan demikian, penting bagi pemerintah untuk segera merumuskan dan mengesahkan peraturan yang mengatur sistem noken secara formal dalam undang-undang. Ini tidak hanya akan memberikan kepastian hukum tetapi juga memperkuat posisi sistem noken sebagai bagian integral dari demokrasi di Indonesia, terutama di wilayah Papua.
Refrensi
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2023 tentang Penerapan Sistem Noken
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 47-81/PHPU-A-VII/2009 tentang Perselisihan Hasil Pemungutan Suara
Soekanto, Soerjono. 2013.Hukum Adat Indonesia. Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Warami, Hugo. 2015 “Noken Demokrasi” dalam Prosiding Seminar Nasional Konsep dan Implementasi Sistem Demokrasi Pancasila dalam Bidang Politk dan Ekonomi, Senin, 16 Maret 2015. Manokwari: UNIPA-SETJEND MPR RI.