PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia
Dialog  

Mengapa Pengembalian Uang Hasil Korupsi Tidak Menghapus Pidana?

Korupsi

Daftar Isi

Pertanyaan

Uang hasil korupsi sudah dikembalikan, kenapa masih dipidana?

Jawaban

Unsur-unsur Pidana Korupsi

Undang-undang Tipikor memuat berbagai unsur pidana korupsi, seperti:

  1. Pasal 2 UU Tipikor:
    1. Subjek: Pejabat publik.
    2. Perbuatan: Memperkaya Diri Sendiri, Orang Lain, atau Korporasi.
    3. Dampak Negatif: Kerugian Keuangan Negara.
  2. Pasal 3 UU Tipikor:
    1. Subjek: Pejabat publik.
    2. Perbuatan: Memakai jabatan atau kewenangan untuk kepentingan pribadi di luar kewajiban dan tanggung jawab.
    3. Dampak Negatif: Kerugian Keuangan Negara.

Delik Formil Korupsi

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) mendefinisikan korupsi sebagai “tindak pidana formil“. Artinya, fokus utama UU Tipikor terletak pada perbuatan yang dilakukan, bukan pada niat atau dampak dari perbuatan tersebut.

Hal ini bertujuan untuk mempermudah mekanisme pembuktian dan mengakomodasi rasa keadilan masyarakat yang dicederai oleh koruptor. Penetapan ini memiliki peran penting dalam pembuktian dan penuntutan, meskipun pelaku telah mengembalikan hasil korupsinya.

Baca juga: Korupsi Meningkat pada Masa Pemerintahan Jokowi

Hal ini menegaskan bahwa Tipikor bukan hanya tentang kerugian, tetapi juga tentang pelanggaran hukum dan penegakan keadilan.

Contoh Penerapan Delik Formil dalam Pidana Korupsi:

  • Seorang pejabat publik menerima suap Rp1 miliar dari seorang pengusaha. Meskipun suap tersebut belum digunakan untuk melakukan tindakan korupsi, pejabat tersebut tetap dapat dihukum karena telah melakukan perbuatan menerima suap, yang merupakan tindak pidana korupsi.
  • Seorang pejabat publik menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri. Meskipun belum ada kerugian negara yang nyata, pejabat tersebut tetap dapat dihukum karena telah melakukan perbuatan menyalahgunakan jabatan, yang merupakan tindak pidana korupsi.

Penting untuk dicatat bahwa delik formil bukan berarti bahwa semua pelaku korupsi akan dihukum dengan berat. Hakim tetap memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan berbagai faktor dalam menentukan hukuman, seperti motif pelaku, nilai kerugian negara, dan efektivitas pengembalian uang korupsi.

Akibat Hukum Tidak Mengembalikan Uang Korupsi

Terpidana yang tidak melunasi uang pengganti dalam 1 bulan setelah putusan inkrah, hartanya akan disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi kekurangannya. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjelaskan bahwa:

Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3”.

Selain penjara, koruptor yang tak mengembalikan uang hasil korupsi terancam pidana tambahan, denda, penyitaan aset, pencabutan hak politik, pembayaran uang pengganti, dan tercatat dalam daftar hitam Bank Indonesia.

Adanya hukuman pidana bagi koruptor adalah untuk mencegah terjadinya kejahatan di masa mendatang. Jika hukuman pidana dapat dihindari dengan membayar denda atau mengembalikan uang hasil korupsi, hal ini tidak akan memberikan efek jera yang sama terhadap pelaku korupsi masa depan atau calon pelaku korupsi.

Kesimpulan

Tindak pidana korupsi (Tipikor) memiliki tiga unsur utama yaitu subjek, perbuatan, dan kerugian yang diakibatkan. Penerapan delik formil dalam Tipikor, diiringi konsekuensi hukum tegas, diharapkan mampu memberikan efek jera bagi para koruptor agar tidak ada lagi yang berani melakukan praktik korupsi.

Baca juga: Penanaman Nilai Anti Korupsi pada Mahasiswa dalam Organisasi Intra Kampus

Hal ini sekaligus mendorong mereka untuk mengembalikan uang hasil korupsinya, demi mewujudkan keadilan dan pemulihan kerugian negara. Upaya pencegahan korupsi melalui edukasi, perbaikan sistem, dan penegakan hukum yang konsisten juga merupakan langkah penting untuk meminimalisir terjadinya tindak pidana korupsi di Indonesia.

Referensi

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Agus Wibowo, dkk, Pengetahuan Dasar Antikorupsi Dan Integritas, Bandung: CV Media Sains Indonesia, 2020.

Tri Wahyu Widiastuti, “Korupsi Dan Upaya Pemberantasannya”, Wacana Hukum, No. 2, Vol VIII, Oktober 2009.

Exit mobile version