PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia
Opini  

Hukum Cryptocurrency, Simak Penjelasannya

islam

Pengantar

Pada pembahasan qiyas, ada salah satu cara mencari illat, yaitu tanqih al manat, yaitu ijtihad menentukan sebuah illat dengan cara menyeleksi beberapa sifat yang ditetapkan teks al-Qur’an, sunnah, dan ijma’, lalu membuang dan mengeliminasi sifat-sifat yang tidak mempunyai pengaruh terhadap hukum.

Ketika proses tanqih al manat selesai dan illat telah ditemukan, maka dilanjutkan pada tahqiq al manat, yaitu proses menganalisis apakah illat yang ada pada al-asl (peritiwa hukum yang ada ketetentuan teksnya) juga ada atau berlaku pada al-far’u (peristiwa hukum yang belum ada teksnya).

Jika illat pada al-asl juga ada atau berlaku pada al-far’u, maka proses pengqiyasan bisa diterapkan. Akan tetapi jika illat pada al-asl tidak ada pada al-far’u, maka proses pengqiyasan bisa diterapkan, dan hukum yang ada pada al-asl tidak bisa diberlakukan pada al-far’u dengan metode qiyas.

Pada perkembangannya, sejauh pengetahuan penulis, tahqiqi al manat tidak hanya membahas illat pada teks alQur’an dan hadis, tapi juga membahas aturan / alasan hukum yg dijelaskan oleh para ulama di dalam kitab kuning.

Contohnya pada illat memabukkan pada hukum keharaman konsumsi khmar. Dalam proses tahqiq al-manat, mujtahid menganalisa apakah sifat “memabukkan” yang menjadi illat keharaman konsumsi khamr (sebagai al-asl) juga berlaku bagi semua perasan buah selain anggur atau nabiz (sebagai al-far’u).

Jika sifat memabukkan ternyata ada pada salah satu nabiz seperti perasan buah apel misalnya, maka perasan buah apel tersebut hukumnya haram, ini tersebut diqiyaskan pada keharaman khamr. Akan tetapi jika sifat memabukkan tidak ada pada perasan buah apel, maka qiyas tidak bisa diterapkan sehingga hukum menkonsumsinya tidak haram.

Pembahasan Cryptocurrency

Dalam jual beli, ada beberapa aturan yang tidak boleh dilanggar agar jual belinya halal dan sah, diantaranya adalah aturan bahwa transaksi jual beli:

1. Tidak boleh ada gharar

2. Bendanya bisa diserahterimakan
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

Rasulullah SAW bersabda:

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar

Pada persoalan Crypto yang sedang banyak diperdebatkan, ada perbeaan di antara para ulama’, keputusan bahsul masail Nahdlatul Ulama’ (NU) di berbagai daerah juga berbeda-beda, misal Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama’ Jawa Timur mengharamkan Crypto, sedangkan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY menghalalkannya.

Perbedaan ini tidak terlepas dari Ijtihad Tahqiq al Manat di antara para peserta bahsul masa’il.

Baca Selengkapnya: Hutang Jatu Tempo? Apakah Dilarang dalam Islam

Sederhananya, jual beli atau transaksi yang ada unsur gharar hukumnya haram, begitu juga jual beli yang objeknya tidak bisa diserah terimakan hukumnya juga haram. Ulama’ sepakat mengenai hukum ini.

Persoalannya, apakah transaksi pada cryptocurrency ada unsur ghararnya? dan apakah objek pada Cryptocurrency merupakan sesuatu yang bisa diserah terimakan atau tidak? Tentu jawabannya, jika tidak ada unsur ghararnya, dan merupakan objek yang bisa diserahterimakan, maka hukumnya halal.

Sebaliknya, jika di dalamnya ada unsur gharar, atau objek transaksinya tidak bisa diserah terimakan, maka hukumnya haram. Di sini lah proses tahqiq al manat menentukan hukum sebuah peristiwa baru, dan inilah yang menjadi penyebab perbedaan keputusan bahsul masail Nahdlatul Ulama’ di berbagai daerah.

Pendapat PWNU JATIM Tentang Cryptocurrency

Menurut Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama’ Jawa Timur (PWNU JATIM), hukum Cryptocurrency dan Bursa Kripto adalah haram. Ada beberapa alasan keharamannya, di antaranya:

1. Semua aset cryptocurrency, pada dasarnya tidak memenuhi kategori sebagai sil’ah (komoditas) secara fikih, disebabkan:

a. Tidak masuk kategori ain musyahadah

b. Tidak masuk kategori syaiin maushuf fi al-dzimmah

Dengan demikian maka:

a. Cryptocurrency juga tidak memiliki potensi untuk bisa diserahterimakan secara hissan (inderawi) dan syar’an.

b. Cryptocurrency termasuk aset ma’dum (fiktif)

Dengan teknologi digital blockchain dan cryptography, ia juga memiliki tingkat keamanan yang tinggi, mampu terhindar dari upaya kecurangan dan manipulasi. Uang kripto sudah terbukti beroperasi dalam jangka waktu yang lama dan bertahan sampai saat ini.

2. Adanya potensi gharar

Hal ini disebabkan karena belum siapnya perangkat lain sebagai pengontrol, belum adanya Jaminan keamanan pelaku bisnis, serta belum adanya regulasi dari negara yang mengatur persoalan cryptocurrency.

Baca Selengkapnya: Pendapat PWNU Jatim Tentang cryptocurrency

Pendapat PWNU DIY Tentang Cryptocurrency

Sedangkan menurut Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY (PWNU DIY,) cryptocurrency hukumnya halal karena tidak ada potensi gharar di dalamnya, dan objek cryptocurrency bisa diserahterimakan.

Hal ini dijelaskan dalam Hasil bahsul masil PWNU DIY yang berlangsung Ahad, 21 Novmeber 2021. Di antara penjelasannya:

1. Ekonomi merupakan bagian dari ranah hukum Islam yang bersifat dinamis (an-nadzar ila al-ma’ani). Perkembangan teknologi digital berpengaruh pada perubahan alat tukar, bentuk komoditas, maupun pola transaksi.

Hukum Islam tidak mengatur jenis alat tukar yang harus digunakan. Dalam hukum Islam, jenis alat tukar mengikuti kebiasaan suatu komunitas (‘urf).

Mata uang kripto (cryptocurrency) merupakan anak kandung transformasi teknologi digital yang penggunaannya semakin ekstensif. Sebagai alat tukar maupun sebagai komoditas, mata uang kripto dibolehkan dalam hukum Islam.

Mata uang kriptomemenuhi syarat baik sebagai alat tukar (al-tsaman) maupun sebagai komoditas (al-mutsman) di antaranya, memiliki manfaat (muntafa’), bisa diserahterimakan (maqdur ‘ala taslimih), dan bisa diakses jenis serta sifatnya oleh kedua belah pihak (ma’luman lil ‘aqidain). Hal ini mengecualikan berbagai varian mata uang kripto yang tidak memenuhi beberapa syarat tersebut.

2. Sebagaimana penjelasan dari pelaku dan ahli blockchain, asumsi adanya unsur bahaya dan risiko akibat ketidakjelasan (gharar) serta perjudian (qimar) tidak diketemukan dalam transaksi uang kripto. Fluktuasi harga mengikuti hukum pasar (penawaran dan permintaan) yang dibolehkan secara hukum Islam.

Baca Selengkapnya: Pendapat PWNU DIY Tentang cryptocurrency

Wallahu A’lam bis Sowab

Respon (8)

  1. Wah ternyata cryptocurrency tidak bisa digunakan sembarangan yaa, terimakasih admin informasinya sangat berguna

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *