Praktek “kesetaraan gender” sudah lama diterapkan di pedesaan, termasuk di pasar-pasar tradisional. Baik laki-laki atau perempuan, sama-sama bekerja, sama-sama berkativitas dan menghasilkan uang. Jika dikaji ayat-ayat al-Qur’an dan hadist, ada banyak penjelasan yang menegaskan bahwa laki laki dan perempuan adalah setara.
Bahkan jika ada ayat yang secara tekstual seakan mengindikasikan “ketidaksetaraan gender”, pada hakikatnya ayat-ayat tersebut menyesuaikan dengan tempat dan konteks di mana ayat itu turun, di mana budaya patriarki sangat kuat sehingga tidak bisa langsung dihapus atau dirubah, sebagaimana pada ayat yang membahas tentang persaksian perempuan setengah persaksian laki-laki, bagian waris anak perempuan setengah dari bagian waris anak laki-laki.
Baca juga: Asas Umum Peradilan Agama
Meminjam bahasa bu Nyai Nur Rofiah, ayat-ayat tersebut merupakan ayat “antara”, di mana pada hakikatnya adalah menuju pada keadilan hakiki, tapi melalui proses yang juga menyesuaikan konteks di mana ayat itu turun sehingga tidak bisa secara revolusioner menyetarakan persaksian dan pembagian waris antara laki laki dan perempuan. Ketika kondisi sudah memungkinkan “kesetaraan” itu dipraktekkan, maka kesetaraan itu bisa dipraktekkan agar keadilan hakiki bisa tercapai.
Apakah berarti menghapus ayat-ayat spesifik di atas? tentu tidak. Ayat tetap dipakai dengan menggunakan pendekatan maqashid, bukan kebahasaan an sich.
Coba bandingkan dengan ayat-ayat yang menjelaskan perbudakan. Secara tekstual, tidak ada ayat spesifik yang menjelaskan untuk menghapus perbudakan. apakah ayat budak tetap dipakai untuk melegalkan perbudakan hari ini? Tentu tidak. Jika dilihat dari prinsip dan maqashid syariah, tentu semua manusia harus mendapatkan kebebasan dan keadilan sehingga perbudakan sangat tidak sesuai d dengan yariat Islam sehingga harus dihapuskan.
Begitu juga memahami ayat ayat tentang “kesetaraan gender”. Jika melihat prinsip dan maqashid al syariahnya, secara umum tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
Dan nyatanya pada zaman sekarang, menurut penjelasan salah satu dosen yg juga sering mendampingi klien di Pengadilan Agama (PA), di pengadilan agama sudah ada putusan-putusan yang membagi warisan sama antara laki-laki dan perempuan, pengadilan juga mengakui persamaan persaksian laki-laku dan perempuan, bahkan hakim pun banyak yang perempuan.
Baca Juga: Pengadilan Agama Berbasis Keadilan dan Kesetaraan Gender di Indonesia
Demikian uraian tentang kesetaraan gender dalam persaksian dan pembagian waris di Pengadilan Agama, semoga bermanfaat, terimakasih. Wallahu a’lam bis sowab
Penulis: Dr. Holilur Rahman, M.Hi. (Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya, Penulis, dan Konsultan Pernikahan)
Kesetaraan gender merupakan bagian dari HAM, maka dengan adanya kesetaraan gender dapat mencegah dari perbuatan diskriminasi dan memberi ruang aktif untuk semua kalangan
Mantepp
Mungkin dalam hukum islam udah di tetapkan bagian bagian untuk penetapan harta waris antara perempuan dan laki laki yang udah benar tetapi mungkin ada pendapat yang mengatakan aduh gak adil masa iya perempuan lebih sedikit dari laki laki
Sangat bermanfaat,