Pengertian Pengacara
Pengacara atau Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang, definisi ini diuraikan pertama dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Untuk diangkat menjadi seorang advokat yang merupakan penegak hukum yang bebas dan mandiri, seseorang harus menempuh pendidikan dengan gelar sarjana hukum terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), dilanjutkan lagi dengan Ujian Profesi Advokat (UPA), kemudian magang di kantor advokat selama 2 tahun berturut-turut, barulah dapat diangkat menjadi seorang advokat.
Proses ini tidaklah mudah bagi seorang calon advokat yang benar-benar secara tekun menjalani proses yang cukup panjang, tidak jarang banyak calon advokat yang gugur di tengah perjalanan karena berbagai tantangan dan kebutuhan finansial yang harus mereka hadapi dan memilih pekerjaan lain yang dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Namun tidak jarang juga banyak advokat-advokat ternama yang magang dan ikut kantor advokat senior selama puluhan tahun karena haus akan ilmu lawyering yang begitu luas.
Keluasan ilmu lawyering tersebut tidak terlepasdari berbagai aspek hukum yang dihadapi secara nasional, maupun internasional, misalkan dalam aspek ketatanegaraan, perdata umum, perdata bisnis, perpajakan, pidana umum, pidana khusus, hukum lingkungan, Hak Asasi Manusia (HAM) dan seluruh aspek-aspek lainnya dalam kehidupan manusia khususnya di Indonesia.
Baca juga: Pentingnya Menggunakan Jasa Pengacara
Pengacara Tahu Semua Hukum?
Pasal 5 ayat (2) UU Advokat mengatur bahwa wilayah kerja Advokat meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia, sehingga seluruh ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di seluruh wilayah RI haruslah dikuasai oleh seorang pengacara, walaupun dalam beberapa kantor hukum memilih untuk fokus dalam satu bidang perkara saja, misalnya pengacara perpajakan, pengacara perdata, pengacara korporasi dan lain sebagainya.
Akan tetapi secara umum, pengacara dapat mendampingi klien dalam penyelesaian berbagai perkara hukum yang berlaku di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia, sementara itu dilansir dari https://peraturan.go.id/ database peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia adalah sebanyak 110.507 (seratus sepuluh ribu lima ratus tujuh) peraturan perundang-undangan, yang terbagi dalam beberapa kelompok diantaranya adalah Undang-Undang (UU) sebanyak 1.751, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) sebanyak 217, Peraturan Pemerintah (PP) sebanyak 4.887, Peraturan Presiden (PERPRES) 2.367, Peraturan Menteri (PERMEN) 18.300, Peraturn Badan/Lembaga 5.892, Peraturan Daerah (PERDA) 18.817, dan Peraturan Lainnya mencapai 58.276.
Melihat angka peraturan perundang-undangan di Indonesia mencapai jumlah 110.507 (seratus sepuluh ribu lima ratus tujuh), maka jika seorang pengacara mempelajari satu peraturan perundang-undangan dalam satu hari, maka waktu yang dibutuhkan adalah selama 300 an tahun untuk menuntaskan belajar seluruh peraturan perundang-undangan tersebut.
Saya yakin bahwa pengacara paling legendaris sekalipun di Indonesia tidak akan melakukan hal tersebut, karena selain mustahil untuk mencapai usia 300 tahun, membaca seluruh peraturan perundang-undangan sebanyak itu tidak terlalu bermanfaat dibandingkan membaca buku-buku ilmu pengetahuan dan melakukan kegiatan lawyering yang lebih produktif.
Oleh karenanya tidak mungkin seorang pengacara mengetahui semua peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, namun sebagai seorang penegak hukum, seorang pengacara seharusnya juga dianggap sama dengan penegak hukum lainnya misalnya seperti hakim.
Asas umum yang berlaku bagi seorang hakim adalah Ius Curia Novit (hakim dianggap tahu hukum), artinya dengan demikian hakim tidak boleh menolak untuk mengadili suatu perkara hanya karena tidak mengetahui hukumnya, seharusnya asas tersebut juga berlaku bagi seorang pengacara dimana pengacara tidak boleh menolak semua perkara yang masuk ke kantornya kecuali yang bertentangan dengan hati nuraninya, alasan tidak mengetahui hukum tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk menolak suatu perkara bagi seorang pengacara.
Sehingga kembali pada judul tulisan ini, terlalu berlebihan jika saya mengatakan bahwa pengacara mengetahui segala peraturan perundang-undangan, namun terminologi yang saya gunakan adalah “hukum” bukan “peraturan perundang-undangan”.
Dengan berlakunya asas Ius Curia Novit (hakim dianggap tahu hukum) bagi seorang hakim tidak lantas menunjukkan bahwa hakim mengetahui semua peraturan perundang-undangan, demikian juga bahwa jika saya menatakan pengacara mengetahui semua hukum bukan berarti bahwa dia harus mengetahui dan mempelajari semua peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Satu hal yang harus dipegang teguh adalah hukum dan peraturan perundang-undangan bukanlah hal yang sama, mempelajari hukum tidak harus membaca semua peraturan perundang-undangan, akan tetapi ada beberapa hal prinsip yang harus dipelajari dan dikuasai oleh seorang pengacara agar dapat menguasai hukum dengan baik.
Baca juga: Pengertian Advokat
Bahwa prinsip-prinsip hukum secara umum sebenarnya berlaku sama di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia, misalnya dalam asas lex superior derogate legi inferiori – hukum yang lebih tinggi mengalahkan hukum yang lebih rendah, atau Pacta sunt servanda – setiap perjanjian mengikat para pihak dan berlaku sebagai undang-undang.
Oleh sebab itu mempelajari asas-asas hukum akan sangat membantu pengacara dalam mempelajari hukum, selain itu mempelajari teori, logika, dan filsafat hukum juga menjadi bagian yang tidak terelakkan untuk mempelajari prinsip-prinsip hukum secara menyeluruh.
Dan selain itu, pengalaman serta jam terbang juga menjadi hal yang sangat fundamental bagi seorang pengacara dalam mempelajari hukum, oleh sebab itu diwajibkan bagi seorang calon pengacara untuk magang di kantor hukum senior yang dapat membimbingnya, walaupun baru-baru ini ketentuan tersebut sempat di uji materiil ke MK untuk menghapus ketentuan tersebut, namun sebagaimana dalam putusan MK No. 138/PUU-XXI/2023 tertanggal 21 Desember 2023 Mahkamah Konstitusi menolak permohonan tersebut dan menilai bahwa magang merupakan syarat penting agar dapat diangkat menjadi seorang advokat.