Daftar Isi
ToggleDaftar Isi
Pertanyaan
Bagaimana Perlindungan Merek dan Paten dalam Perdagangan Internasional?
Jawaban
Dalam dunia perdagangan internasional, terdapat merek dan hak paten yang dijadikan sebagai salah satu hak kekayaan intelektual di dalam dunia perdagangan, hal tersebut bertujuan untuk dijadikan sebagai penanda kepemilikan seseorang serta membedakan asal usul mengenai produk barang dan jasa yang dimiliki serta hal tersebut bertujuan agar seseorang tidak meniru pihak lain. Indonesia merupakan negara yang memiliki potensial terhadap bidang industri. Berdasarkan Badan Pusat Statistik mencatat bahwa Indonesia memiliki 13.762 sentra industri dan berdasarkan Data Statistik Indonesia berhasil masuk ke dalam daftar 10 teratas pendaftaran merek tertinggi di antara negara-negara yang memiliki pendapatan menegah di dalam anggota World Intellectual Property Organization (WIPO). Dan selain itu, Indonesia termasuk ke dalam 10 teratas pendaftaraan paten sederhana di antara negara-negara anggota WIPO.
Merek dan hak paten merupakan kekayaan yang sangat berharga secara komersial di dalam dunia perdagangan, karena seringkali merek dan hak paten menjadi hal yang berpotensial bagi suatu produk yang akan dijual, bahkan hal tersebut membuat suatu produk tersebut memiliki harga yang lebih mahal dan bernilai di dalam perusahaan tersebut. Di Indonesia sendiri terdapat Undang-Undang Merek yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 kemudian dilakukan perubahan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992, dan dilakukan perubahan kembali dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, dan dilakukan perubahan dengan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 mengenai Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek), yang dimana hal tersebut membuktikan bahwa merek memiliki peran yang sangat penting terhadap suatu produk yang akan diperjualbelikan. Dalam perlindungan paten secara internasional disepakati dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property, dan disepakti oleh Scope of Industrial Property atau Ruang Lingkup Kekayaan Industri yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Paris Convetion yang menyatakan bahwa :
“Perlindungan kekayaan industri memiliki objek paten, model utilitas, desain industri, merek dagang, merek jasa, nama dagang, indikasi sumber atau sebutan asal, dan represi persaingan tidak sehat”.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan perlindungan merek dan hak paten yang berlaku secara teritorial yang bertujuan untuk mendapatkan perlindungan di negara lain, maka pemilik usaha harus mendapatkan produknya di negara yang dituju. Karena pada dasarnya suatu produk memiliki hak dan perlindungan di negara lain jika seseorang tersebut melakukan pendaftaran kepada negara yang bersangkutan yang akan dituju, karena pada dasarnya tidak sedikit para pengusaha di Indonesia melakukan ekspor terhadap produk yang dimiliki dan melakukan penjualan hingga ke luar negeri, dan hal tersebut mengharuskan para pengusaha untuk melakukan pendaftaran merek terhadap produk yang akan dijual. Pendaftaran merek dan hak paten dirancah dunia perdagangan internasional bertujuan untuk menghindari kerugian bagi suatu pemilik merek atau hak paten sebagai seseorang yang memiliki hak atas brand tersebut, karena pada dasarnya merek dan hak paten merupakan suatu identitas atau pengenal dalam suatu bisnis atau usaha ataupun produk sehingga keberadaannya harus dilindungi secara hukum oleh si pemilik usaha.
Baca juga: Urgensi Hak Cipta di Era Digital, Bagaimana Tantangan Hukum dan Penegakannya?
Registrasi dan Pengawasan Merek Internasional
Dalam dunia perdagangan sebelum melakukan pendaftaran merek dagang ke luar negeri untuk dilakukan penjualan secara internasional, maka para pengusaha harus mengetahui terlebih dahulu Protokol Madrid. Protokol Madrid merupakan suatu sistem pengakuan merek dagang dan hak cipta secara internasional yang dibentuk oleh World Intellectual Property Organization (WIPO), yang di mana sistem ini dibentuk bertujuan untuk menangani iklim suatu perdagangan dan komunikasi internasional. Indonesia merupakan negara yang sudah tergabung dalam Protocol Madrid yang di mana hal tersebut sudah diatur di dalam Peraturan Presiden (PP) Nomor 92 Tahun 2017, hal tersebut tentunya mempermudah para pelaku usaha di Indonesia untuk bisa melakukan pendaftaran merek dagang secara resmi ke luar negeri melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Setelah mengetahui informasi yang berkaitan dengan Protokol Madrid, maka selanjutnya para pengusaha bisa melakukan pendaftaran merek kepada Biro Internasional Melalui DJKI, hal tersebut diatur di dalam Pasal 3 Ayat (4) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2018, untuk melakukan pengajuan permohonan melalui DJKI antara lain ;
- Pemohon yang memiliki kewarganegaraan Indonesia;
- Pemohon yang memiliki domisili hukum di Indonesia; atau
- Pemohon yang memiliki kegiatan usaha atau industri atau komersial yang nyata di Indonesia
Permohonan tersebut harus memuat antara lain :
- Nama dan alamat pemohon;
- Reproduksi merek pemohon;
- Kode barang dan/atau jasa yang diajukan perlindungannya; dan
- Daftar negara tujuan untuk mendapatkan perlindungan merek yang akan diajukan
Setelah permohonan diajukan, maka selanjutnya akan diperiksa oleh pihak DJKI, DJKI akan memeriksa antara lain :
- Permohonan adalah pihak sama dengan pemilik atau pemegang merek atau pemohon merek yang ada di Indonesia
- Merek yang akan diajukan dalam permohonan pendaftaran internasional sama terhadap merek pokok di Indonesia
- Klasifikasi barang dan/atau jasa yang akan melakukan ajuan permohonan yang sama seperti di Indonesia.
Setelah melakukan proses-proses yang ada diatas maka selanjutnya permohonan yang diajukan akan dilakukan pengiriman ke Biro Internasional (Pasal 7 PP Nomor 22 Tahun 2018), dan setelah Biro Internasional memeriksa dan persyaratan sesuai terhadap aturan yang ada, maka Biro Internasional akan melakukan pendafataraan merek taraf internasional serta melakukan penerbitan Pendaftaraan Internasioanl (IR) di dalam Lembaran Merek Internasioanal.
Baca juga: Resensi Buku: Hak Cipta Tanpa Hak Moral
Peran Paten dalam Mendorong Inovasi dalam Perdagangan Global
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan kewenangan oleh negara kepada investor terhadap invensinya di bidang teknologi dalam jangka waktu tertentu untuk melaksanakan sendiri invensinya atau dengan kata lain melalui persetujuan kepada pihak perkara yang bersangkutan dalam melaksanakan kewajibannya. Hak paten telah diatur oleh WTO melalui TRIPS (Treaty Related Intelectual Property Rights) yang mengatur mengenai pemberian hak paten yang dijadikan sebagai standar internasional. Tentunya aturan tersebut berlaku bagi seluruh negara anggota WTO yang telah melakukan ratifikasi terhadap perjanjian TRIPs.
Penetapan paten secara internasional melalui aturan TRIPs merupakan wujud implikasi dari berkembangnya teknologi di dunia. Dengan munculnya inovasi dan ide-ide baru yang berkaitan terhadap teknologi, maka sudah sepatutnya inovasi-inovasi tersebut memiliki perlindungan hukum tetap serta memberi insentif bagi para inovator yang di mana hal tersebut bertujuan untuk mengembangkan serta memunculkan inovator-inovator baru. Indonesia memiliki sumber daya manusia yang memungkinkan untuk menghasilkan banyak inovasi serta menciptakan invensi yang dibutuhkan oleh masyarakat serta mendorong inovasi domestik dalam meningkatkan perkembangan ekonomi. Oleh karena itu, sudah sepatutnya inovasi tersebut harus dipatenkan. Karena pada dasarnya hak paten memiliki fungsi penting terutama di lini bisnis, yang dimana hal tersebut bertujuan sebagai jaminan perlindungan hukum, menambah kepercayaan konsumen, mengurangi plagiarism, dan menghindari eksploitasi karya.
Baca juga: Penerapan Hukum Ketenagakerjaan dan Perlindungan HAKI bagi pekerja di Era Teknologi Digital
Penegakan Hukum terhadap Pelanggaran Merek dan Paten Internasional
Pentingnya perlindungan hukum terhadap perlindungan suatu merek dan paten terhadap pemiliknya dalam mendapatkan perlindungan atas Tindakan pelanggaran merek yang dilakukan oleh pihak lain. Pemegang merek memiliki hak perlindungan melalui proses pendaftaran serta kemampuan untuk mengajukan gugatan ganti rugi. Perlindungan ini mencakup baik proses pembatalan merek maupun tindakan hukum pidana melalui penegak hukum yang berwenang. Penyelesaian sengketa hukum terkait merek melalui jalur perdata bisa terjadi melalui pengadilan dengan tuntutan ganti kerugian dan larangan terhadap kegiatan, seperti pembuatan, penggunaan, penjualan, dan distribusi produk yang menggunakan merek yang dilindungi.
Alternatif penyelesaian di luar pengadilan juga memungkinkan, di antaranya melalui arbitrase atau metode penyelesaian sengketa alternatif (ADR), seperti negosiasi, mediasi, dan konsiliasi. Berdasarkan Pasal 72 ayat (1) dalam Undang-Undang Merek mengatur bahwa pemilik merek terdaftar memiliki hak untuk mengajukan tuntutan terhadap individu atau entitas hukum yang tanpa hak menggunakan merek yang secara substansial atau keseluruhan serupa dengan merek mereka.
Menurut Pasal 100 ayat 1 dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, menyatakan bahwa:
“Setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain diancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda dua miliar rupiah,”
Dan apabila seseorang menggunakan merek tanpa izin, mereka dapat diajukan gugatan berdasarkan perbuatan melanggar hukum sesuai dengan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pasal tersebut berbunyi, “Setiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian tersebut, untuk mengganti kerugian tersebut.”
Apabila ada pihak yang menggunakan dan meniru merek yang telah didaftarkan sebelumnya oleh pemilik hak atas merek dapat dihadapkan pada tindakan hukum dalam bentuk sanksi pidana, sesuai dengan ketentuan Pasal 200 Ayat (2) dalam Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis. Pasal ini menyatakan bahwa siapa pun yang tanpa memiliki hak menggunakan merek yang secara substansial mirip dengan merek terdaftar yang dimiliki oleh pihak lain untuk barang atau jasa sejenis yang diproduksi atau diperdagangkan, dapat dikenakan pidana dengan hukuman penjara paling lama empat tahun dan/atau denda maksimal dua miliar rupiah.
Apabila pihak lain menimbulkan kerugiaan bagi pemilik asli dari merek yang bersangkutan dalam mengajukan gugatan perdata melalui jalur litigasi. Dan hal tersebut diatur di dalam pasal 1365 KUHPerdata, pada pasal tersebut menjelaskan bahwa pemilik asli merek dapat melakukan pengajuan gugatan kepada pengadilan yang berwenang seperti pengadilan niaga, serta melalu jalur non litigasi.
Referensi:
Jisia Mamahit. “Perlindungan Hukum Atas Merek Dalam Perdagangan Barang Dan Jasa”. Lex Privatum, Vol.1 No.3, 2013
Niken Prasetyawati. “Perlindungan Hak Cipta Dalam Transaksi Dagang Internasional”. Jurnal Sosial Humaniora, Vol 4 No.1, 2011.
Putra, I Made Agus Angga Kusuma, Anak Agung Istri Agung, dkk. “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Clothing”. Jurnal Interprestasi Hukum, Vol.2 No. 2, 2021.
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, “ Permohonan KI Indonesia Masuk 10 Besar Tertinggi Negara Berkembang”, https://www.dgip.go.id/artikel/detail-artikel/permohonan-ki-indonesia-masuk-10-besar-tertinggi-negara-berkembang?kategori=liputan-humas , Diakses pada 18 Agustus 2023.
Kemenparekraf, “Pentingnya Pemahaman Hak Kekayaan Intelektual Dalam Ekonomi Kreatif”, https://www.kemenparekraf.go.id/ragam-ekonomi-kreatif/Pentingnya-Pemahaman-Hak-Kekayaan-Intelektual-dalam-Ekonomi-Kreatif , Diakses pada 18 Agustus 2023.
Lanny Kristianty, “Hak Paten Dalam Perdagangan Internasional”, https://www.kompasiana.com/lannykristianty0126/5e1f31dcd541df02d8310e92/hak-paten-dalam-perdagangan-internasional , Diakses pada 18 Agustus 2023.
Mariska, “Ingin Daftarkan Merek Dagang Ke Luar Negeri? Begini Caranya”, https://kontrakhukum.com/article/daftarkan-merek-dagang-ke-luar-negeri/ , Diakses pada 19 Agustus 2023.
Risa Amrikasari, “Perlindungan Paten Internasional”, https://www.hukumonline.com/klinik/a/perlindungan-paten-internasional-lt5c815eca0af40/, Diakses pada 19 Agustus 2023.