Mantan Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan ada tiga permasalahan dalam ketenagakerjaan di Indonesia, salah satunya adalah jumlah pekerja di sektor informal yang meningkat hingga 60%. Sektor informal adalah bagian dari ekonomi yang terdiri dari unit usaha berskala kecil, yang tidak diatur atau diakui oleh pemerintah. Contoh dari Sektor informal ini adalah seperti buruh tani, pekerja bangunan, pedagang kaki lima, dan yang paling sering kita temui, pengemudi ojek online.
Baca juga: Perlindungan Hukum Eksploitasi Pekerja Anak di Bawah Umur
Pembludakan pekerja dalam sektor informal ini terjadi pasca pandemi COVID-19. Menurut data, pada Februari 2024, sekitar 59,17% dari total 142,18 juta pekerja berada di sektor informal, meningkat dari 55,88% pada Agustus 2019. Lonjakan ini disebabkan oleh banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) pasca covid-19 dan terbatasnya lapangan kerja formal.
Meskipun pekerjaan sektor informal ini memang dapat memberikan benefit baik bagi pekerjanya, seperti penyerapan pengangguran, pemberdayaan ekonomi, dan penciptaan inovasi, nyatanya sektor informal ini juga memiliki dampak negatif yang cukup mengkhawatirkan bagi pekerja dan negara. Pertama, pekerja informal sering kali tidak memiliki pekerjaan tetap dan jaminan perlindungan sosial, yang membuat mereka rentan terhadap kemiskinan dan ketidakpastian pendapatan. Hal ini bisa terjadi karena tidak terikatnya para pekerja ini dengan seorang pengusaha ataupun perusahaan yang dapat memberikan perlindungan sosial terhadap pekerja-pekerja tersebut.
Dalam jaminan sosial ketenagakerjaan, pekerja dalam sektor informal hanya akan mendapatkan jaminan hari tua, jaminan keselamatan kerja, dan jaminan kematian, sedangkan bagi pekerja yang bekerja di sektor formal, pekerja bisa mendapatkan jaminan hari tua, jaminan keselamatan kerja, jaminan kematian, jaminan pensiun hingga jaminan kehilangan pekerjaan. Dilihat dari jaminan sosial yang didapatkan pekerja, kehidupan dan pendapatan pekerja dalam sektor formal lebih terjamin ketimbang pekerja dalam sektor informal, contohnya saja ketika seorang pekerja dalam sektor formal kehilangan pekerjaan, ia masih akan mendapatkan uang, informasi pasar tenaga kerja, serta pelatihan yang dapat menjamin pekerja tersebut untuk mencari pekerjaan selanjutnya dan meminimalisir kemungkinan bagi pekerja ini untuk menjadi seorang pengangguran.
Kedua, sektor ini berkontribusi pada meningkatnya angka pengangguran dan ketimpangan pendapatan. Sekitar 60% pekerja sektor informal berasal dari latar belakang pendidikan rendah, banyak di antaranya tidak memiliki pendidikan formal atau hanya tamat SD. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya kesempatan kerja di sektor formal yang lebih mengutamakan tenaga kerja terdidik dan berketerampilan tinggi, ketimbang individu dengan pendidikan yang rendah. Akibatnya individu yang berpendidikan rendah ini akan lebih memilih untuk masuk ke sektor informal yang lebih mudah diakses dan membuat para pekerja ini ketergantungan terhadap sektor yang tidak stabil hingga membuat mereka stagnan dengan kondisi ekonomi yang rendah.
Baca juga: Penerapan Hukum Ketenagakerjaan dan Perlindungan HAKI bagi pekerja di Era Teknologi Digital
Ketiga, ketergantungan pada pendapatan harian membuat mereka lebih rentan terhadap krisis ekonomi. Hal ini bisa terjadi karena pendapatan harian yang didapatkan melalui sektor informal tidaklah stabil. Berdasarkan survei, sebagian besar ojek online hanya memperoleh antara Rp50.000 hingga Rp100.000 per hari, dengan beberapa bahkan melaporkan pendapatan yang lebih rendah, seperti Rp10.000 atau bahkan nol. Dengan penghasilan harian seperti ini pasti untuk makan saja sudah sangat sulit, contohnya saja seperti bapak ojek online yang hanya mampu makan nasi dengan air karena tidak memiliki uang.
Kondisi ini membuktikan betapa bobroknya ketergantungan terhadap penghasilan harian yang tidak stabil. Bahkan kondisi ini lebih parah ketika pandemi COVID-19. Pada masa pandemi ini karena dilakukannya lockdown secara besar-besaran, tidak ada konsumen yang menggunakan jasa ataupun membeli barang dari para pekerja informal ini, sehingga tidak adanya penghasilan bagi mereka pada waktu itu dan berakibat dengan krisis ekonomi. Selain itu, dikarenakan penghasilan harian yang tidak besar menyebabkan mereka sulit untuk menabung uang sebagai persiapan di masa depan sehingga ketika adanya kondisi darurat seperti ini tidak ada uang simpanan bagi mereka untuk terus bertahan hidup.
Oleh karena itu, peningkatan pekerja dalam sektor informal ini perlu untuk segera diatasi oleh pemerintah melalui pembukaan lebih banyak lapangan pekerjaan di sektor formal, pemberian pelatihan kerja yang sesuai dengan pasar tenaga kerja terhadap masyarakat, dan pemberian pendidikan yang layak terhadap masyarakat Indonesia sehingga tercipta sumber daya manusia yang terdidik, cerdas dan sejahtera.