PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia
Opini  

Dasar Hukum Potongan Gaji Karyawan untuk Iuran Tapera

Avatar of Pinter Hukum
Tapera

Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) menjadi iuran wajib bagi setiap pekerja sebesar 3 % dari gajinya, pada senin 20 Mei 2024 pemerintah mewajibkan hal tersebut. Kewajiban ini merupakan akibat hukum diterbitkannya Peraturan Pemerintah  Nomor 21 Tahun 2024 (PP 21/2024) tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (PP 25/2020).

Program Tapera ini merupakan program dengan narasi “membantu” masyarakat untuk mendapatkan rumah dengan skema pembiayaan murah, dalam penjelasan PP 25/2020 menyebutkan bahwa Tapera merupakan konsekuensi hukum dari Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, dalam hal ini negara bertanggungjawab atas hak setiap orang untuk hidup sejahtera bertempat tinggal.

Baca juga: Urgensi Jaminan Sosial Terhadap Tenaga Kerja

Penulis setuju dengan pendapat bahwa rumah merupakan kebutuhan manusia paling dasar yang harus dipenuhi, sebagaimana yang digambarkan dalam teori hirarki kebutuhan maslow dimana kebutuhan manusia paling dasar ialah kebutuhan fisiologis yakni sandang (pakaian), pangan (makanan) dan papan (rumah).

Penulis berpendapat bahwa program Tapera dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah backlog atau kekurangan unit perumahan yang masih terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Di Indonesia, angka backlog saat ini mencapai 12,7 juta. Selain itu, setiap tahun terdapat penambahan 600-800 ribu keluarga baru.

Namun, program ini bagai koin dua sisi yang dapat “menyengsarakan” masyarakat. Sebagaimana yang penulis kutip sebelumnya bahwa rumah merupakan salah satu kebutuhan utama, tetapi bukan satu-satunya kebutuhan yang utama masih terdapat kebutuhan pangan.

Apabila bercermin dengan kondisi sekarang dimana harga sembako makin melambung tinggi yang tidak diikuti dengan peningkatan upah minimum perkerja, masalah lain muncul dari gejolak media sosial yang menyatakan bahwa para pekerja dengan gaji minimum sudah merasa terbebani dengan potongan pajak penghasilan dan BPJS yang dikenakan pada gaji mereka. Maka, urgensi dari Tapera menurut hemat penulis tidak lah relevan.

Apa itu Iuran Tapera?

Apabila mengacu pada Pasal 1 dijelaskan Tapera adalah simpanan yang dilakukan oleh Peserta secara berkala dalam jangka waktu tertentu, yang hanya bisa digunakan untuk pembiayaan perumahan atau dikembalikan bersama hasil investasinya setelah kepesertaan berakhir.

Adapun lebih lanjut sebagaimana diterangkan dalam Pasal 5 PP 25/2020 Peserta Tapera adalah pekerja dan pekerja mandiri yang berusia minimal 20 tahun atau sudah menikah dengan penghasilan setidaknya sebesar upah minimum yang wajib menjadi peserta.

Namun, pekerja mandiri dengan penghasilan di bawah upah minimum juga bisa menjadi peserta. Dalam website resmi Tapera juga menyebutkan bahwa maksimal penghasilan peserta Tapera sebesar 8 juta rupiah dan khusus Papua serta Papua Barat sebesar 10 juta rupiah. Program pembiayaan ini setidaknya menawarkan tiga manfaat bagi peserta, diantaranya:

  • Terdapat empat opsi tenor atau jangka waktu pembiyayaan yakni 10/15/20/30 Tahun;
  • Uang muka mulai dari 0%;
  • Suku bunga margin sebesar 5% akan tetap tidak berubah hingga kredit dilunasi, yaitu bersifat tetap (fixed rate) selama jangka waktu atau hingga tanggal jatuh tempo kredit.

Selain itu, ruang lingkup Tapera bukan hanya sebatas membiayai masyarakat yang belum memiliki rumah, tetapi juga menyasar masyarakat yang sudah memiliki rumah. Hal ini dikarenakan terdapat tiga skema pembiayaan perumahan Tapera sebagaimana disebutkan pada Pasal 36 ayat (2) jo Pasal 37 ayat (2) PP 25/2020, skema pembiyaan Tapera meliputi skema pembiayaan untuk pemilikan rumah, pembangunan rumah, atau perbaikan rumah.

Dalam hal syarat pembiayaan Tapera bagi pekerja menurut Pasal 38 ayat (1) menyebutkan minimal masa kepersertaannya 12 bulan, tergolong kedalam masyarakat berpenghasilan rendah, tidak memiliki rumah, dan/atau pembiyaan ini digunakan untuk pembelian kepemilikan rumah pertama, pembangunan rumah perta, atau dapat digunakan untuk perbaikan rumah pertama. 

Baca juga: Aspek Hukum Pemberian Upah Kepada Pekerja

Pemberlakuan Iuran Tapera

Iuaran Tapera akan mulai diwajibkan bagi para pekerja 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP 25/2020 tepatnya paling lambat tanggal 20 Mei 2027, hal ini sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 68 PP 25/2020. Penulis berpandangan Iuaran Tapera memiliki daya “paksa” yang sangat kuat karena sebagaimana Pasal 56 Ayat (2) huruf g dan h  PP 25/2020 menegaskan bahwa dalam hal pemberi kerja tidak mendaftarkan pekerjanya untuk membayar iuran Tapera maka pemerintah dapat menjatuhkan sanksi administratif paling berat berupa pembekuan dan pencabutan izin usaha.

Berdasarkan pasal ini maka dapat diprediksi bahwa pemberi kerja akan mendaftarkan seluruh perkerjanya yang memenuhi klasifikasi sebagai peserta dari program iuran Tapera ini.

Selain itu, simpanan Tapera adalah tanggung jawab bersama antara pekerja dan pemberi kerja, di mana total simpanan ditetapkan pada 3% dari gaji atau upah. Dari jumlah ini, pemberi kerja menanggung 0,5% sedangkan 2,5% sisanya ditanggung oleh pekerja.

Sedangkan, bagi pekerja mandiri jumlah simpanan sebanyak 3% ditanggung sendiri oleh pekerja mandiri. Hal ini sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 15 PP 25/2020.

Evaluasi Kebijakan Tapera

Adapun terdapat beberapa evaluasi kebijakan Tapera pada kesempatan ini penulis melakukan analisinya bedasar pada pendapat yang dikeluarkan Presiden Jokowi dan Kepala Staf Kepresiden Moeldoko mengenai Tapera.

Seperti yang dikutip oleh Kompas.com, Jokowi menyatakan bahwa semua telah diperhitungkan, dan dalam kebijakan baru, masyarakat pasti akan mempertimbangkan kemampuan dan beban yang harus ditanggung. Hal ini disampaikan setelah menghadiri acara Inaugurasi Menuju Ansor Masa Depan di Istora Senayan, Jakarta Pusat, pada Senin (27/5/2024).

Atas pernyataan ini penulis berpendapat bahwa tidak terdapat kepastian hukum serta tidak sesuai dengan prinsip keterbukaan dan transparansi, karena parameter serta dasar perhitungan potongan dalam program Tapera ini belum jelas.

Hal ini dilandasi dari beberapa pernyataan yang penulis garisbawahi yakni “telah diperhitungkan” dan “mempertimbangkan kemampuan dan beban”. Apabila mengacu pada PP 25/2020 maupun PP 21/2024 penulis tidak menemukan bagaimana perhitungan potongan 3% bagi pekerja, dalam dua aturan tersebut hanya menuliskan jumlah potongan yang wajib dibayarkan bahkan dalam penjelasan tiap pasalnya penulis tidak dapat menemukan dasar perhitungannya.

Selain itu, Kepala Staf Kepresiden Moeldoko menegaskan bahwa program iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tidak akan ditunda. Dalam pernyataannya di Kantor Staf Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, pada Jumat (31/5/2024), Moeldoko menjelaskan bahwa Tapera belum dijalankan, sehingga tidak ada alasan untuk menundanya.

Ia menambahkan bahwa pelaksanaan Tapera akan dimulai untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan kontribusi sebesar setengah persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri dari Kementerian Keuangan.

Selanjutnya, program ini akan diterapkan untuk pekerja swasta setelah terbitnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker), sehingga dapat berjalan dengan baik.

Penulis berpendapat bahwa pernyataan ini menggambarkan bahwa PP 21/2024 mengenai kewajiban pembayaran iuran Tapera tidak sesuai dengan prinsip kehati-hatian, hal ini tercermin dari kalimat “Tapera belum dijalankan, sehingga tidak ada alasan untuk menundanya”.

Penulis memiliki pandangan yang berbeda, yakni oleh karena Tapera belum dijalankan maka diperlukan penundaan dengan menimbang gejolak sosial yang terjadi dimasyarakat serta belum jelasnya parameter aturan perhitungan iuran Tapera sebagaimana yang penulis jelaskan sebelumnya.

Kesimpulan

Pemerintah mewajibkan setiap pekerja menyisihkan 3% dari gajinya untuk iuran Tapera, sesuai PP Nomor 21 Tahun 2024 yang mengubah PP Nomor 25 Tahun 2020. Tapera bertujuan membantu masyarakat memiliki rumah dengan skema pembiayaan murah, sebagai amanat Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.

Penulis setuju bahwa rumah adalah kebutuhan dasar, tetapi dengan kondisi ekonomi saat ini, program ini bisa menjadi beban tambahan bagi pekerja berpenghasilan minimum. Simpanan Tapera ditetapkan 3% dari gaji, dengan 0,5% ditanggung pemberi kerja dan 2,5% pekerja, sementara pekerja mandiri menanggung penuh.

Meskipun menawarkan beberapa manfaat seperti tenor pembiayaan fleksibel dan suku bunga tetap, program ini kurang transparan dalam perhitungan potongan 3%. Presiden Jokowi menyatakan bahwa semuanya telah diperhitungkan, namun parameter yang jelas belum ditemukan dalam aturan mengenai Tapera.

Penulis menyarankan penundaan pelaksanaan Tapera dengan mempertimbangkan gejolak sosial yang terjadi dan memperjelas parameter perhitungan potongan iuaran Tapera yang wajib dibayarkan oleh para pekerja.

 

Referensi

Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. 

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan & Kawasan Pemukiman.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.

Almadinah Putri B, Begini Jurus Pemerintah Atasi Backlog Perumahan, detikProperti, (Diakses pada 31 Mei 2024).

Basith Subastian, Sejarah Tapera yang Berujung Pemotongan Gaji Buruh Setiap Tanggal 10, CNNIndonesia, (Diakses pada1 Juni 2024). 

Bernadetha Aurelia, Besaran Gaji Dipotong Iuran Tapera untuk Karyawan Swasta, Hukum Online, (Diakses pada1 Juni 2024).

Fika Nurul Ulya dan Icha Rastika, Moeldoko: Tapera Tak Akan Ditunda, Wong Belum Dijalankan, Kompas.com, (Diakses pada1 Juni 2024).

Azis, M., & Mariskha, G. N., “Pembiayaan kredit pemilikan rumah (KPR) subsidi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah”, Niqosiya: Journal of Economics and Business Research, 3(1), 1-16, 2023.

Muazaroh, S., & Subaidi, S, “Kebutuhan Manusia dalam Pemikiran Abraham Maslow (Tinjauan Maqasid Syariah)”, Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum, 7(1), 17-33, 2019.

Syakinah, F, “Sosialisasi dan Efektivitas Komunikasi Program Perumahan Bersubsidi Terhadap Kesejahteraan Sosial Masyarakat”, Jurnal Komunikasi Universitas Garut: Hasil Pemikiran dan Penelitian, 7(1), 627-634, 2021.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *