Tantangan Hukum Adat
Indonesia yang kaya akan keberagaman suku, budaya, agama, dan ras. Tentunya tidak terlepas dari berbagai dinamika kehidupan. Dengan demikian, hukum adat hadir sebagai tameng untuk melindungi hak masing masing kelompok bila terjadi ketidak adilan baik yang menyangkut internal adat maupun eksternal, serta sebagai pedoman dan pijakan norma yang mengatur interaksi sosial warga adat. Hukum adat bukan hanya tentang identitas budaya melainkan seperangkat aturan yang didalamnya memuat nilai nilai yang bersinggungan dengan keseharian, yang diterapkan serta diwariskan dari generasi ke generasi. Adapun didalamnya mengatur tentang warisan, perkawinan, penyelesaian sengketa, hingga penggelolaan sumber daya alam.
Artikel ini akan membahas salah satu konflik yang menyangkut masyarakat adat di Papua tepatnya Merauke. Seperti layaknya banyak daerah di Papua, Merauke yang letaknya di ujung timur Indonesia merupakan rumah bagi beragam suku, budaya, agama, dan adat istiadat. Dalam lingkup masyarakat yang beragam, solidaritas dan gotong royong menjadi elemen penting yang mengikat anggota komunitas dan menjaga keharmonisan sosial. Masyarakat adat Merauke memiliki kebiasaan yang gemar melakukan interaksi sosial seperti halnya gotong royong. Mereka sangat menjunjung tinggi hal tersebut, karena didalamnya terdapat solidaritas yang mendalam, serta tercermin nilai-nilai kebersamaan yang saling mendukung, gotong royong selain dapat memperkuat hubungan sesama warga adat, dapat pula sebagai sarana menyelesaikan konflik.
Disamping itu masyarakat adat Merauke sangat senang mengelola sumber daya alam yang ada di tanah adat mereka yang kemudian diteruskan oleh generasi ke generasi. Namun naasnya beberapa dari mereka kini kehilangan tanah adat dan tempat untuk mencari sumber pangan karena ekspansi proyek pembangunan, yakni PSN. Proyek lanjutan yang merupakan gagasan oleh Presiden ke-7 Presiden Joko Widodo, yang kemudian diteruskan kepemimpinan presiden selanjutanya yakni Prabowo-Gibran. Proyek tersebut sekaligus masuk ke dalam program “Swasembada Pangan” yang merupakan program gagasan Prabowo Subianto. Berdasarkan RPJMN 2025–2029, terdapat 77 PSN yang telah ditetapkan. Terdapat sebanyak 48 PSN lanjutan, dan 29 PSN baru. Proyek ini telah tersebar dari Aceh hingga Papua.
Baca juga: 14 Tahun Tertunda: RUU Masyarakat Adat Mengendap di Meja Kekuasaasn
Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diluncurkan oleh pemerintah Indonesia memicu aksi protes masyarakat adat. Gerakan protes tersebut diberi nama Solidaritas Merauke, yang muncul karena proyek ini dinilai merugikan masyarakat adat Merauke, dengan memberikan dampak kerusakan lingkungan dan lebih parahnya telah memicu banyak konflik sosial.
Masyarakat adat merauke menolak keras proyek tersebut karena menyayangkan sumber daya alam yang mereka jaga bertahun tahun dan diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi harus digusur demi kepentingan yang masyarakat lokal pun tidak merasakan manfaat tersebut. Bukan hanya itu, masyarakat Merauke memiliki hubungan yang mendalam dengan tanah adat mereka, yang didalamnya terdapat identitas serta sejarah budaya mereka.
Tepatnya pada 14 maret 2025 ratusan masyarakat Merauke yang terdampak proyek ini bersama organisasi masyarakat sipil berkumpul merakakuan penolakan dihadapan pejabat pemerintah. Dalam aksinya tersebut mereka menegaskan bahwa ada banyak konflik akibat proyek ini per tahun 2024 sejak 2020 ada sebanyak 154 konflik dan terdapat 103.000 keluarga terdampak (menurut data data konsorium pembaruan agraria). Dampak tersebut dapat meliputi banjir, penyerobotan bahkan kekerasan.
Melihat aksi tersebut Pemerintah melalui wakil mentri menjadikan protes sebagai masukan, namun proyek tersebut tetap berjalan. Masyarakat adat yang terdampak mengaku dihantui banyak tekanan usai melakukan unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta. Unjuk rasa yang dilakukan pada 17 Oktober 2024 pun tidak membuahkan hasil, masyarakat adat justru semakin banyak mendapat intimidasi dan tekanan, salah satunya masyarakat adat yang terdampak ialah Vincen, ia mengaku banyak mengalami tekanan dan intimidasi dari beberapa oknum. Mulai dari makian, tuduhan tidak memiliki tanah hingga ancaman pembunuhan, Vincen beranggapan bahwa oknum yang mengintimidasinya tersebut adalah orang orang yang telah melepas tanah adat mereka kepada perusahaan.
Ia pun mengaku pernah mendapat tawaran dari perusahaan dengan harga 300.000 perhektar, namun ia bersama seluruh marga Kwipalo enggan memberikan tanah sejengkal pun. hutan adat yang merupakan tanah adat marga Kwipalo suku Yei yang memiliki luas sekitar 1.400 hektar dan didalamnya dihuni banyak flora dan fauna. Dengan demikian imbas yang dirasakan dari proyek PSN ini bukan hanya pada warga adat saja melainkan habitat yang menjadi rumah flora fauna sekaligus, banyak hewan yang meninggalkan habitat karena suara alat berat.
Disamping marga Kwipalo yang menolak keras memberikan tanah mereka kepada perusahaan, terdapat marga lain yang telah melepas tanah adat mereka karena dijanjikan kompensasi sebesar Rp300.000 per hektare, bagi hasil tersebut melalui skema plasma, namun dalam hal ini perjanjian tertulis tidak pernah diberikan.
Prinsip Hukum Adat
Prinsip hukum adat yang berhubungan dengan konflik tersebut, antara lain:
Prinsip Kedaulatan Masyarakat Adat
Prinsip ini berfokus pada hak dan kekuasaan masyarakat adat untuk mengelola, serta mempertahankan tanah adat mereka yang didalamnya terdapat sumber daya alam yang merupakan bagian dari warisan budaya dan identitas mereka. Dalam konteks penolakan masyarakat adat Merauke terhadap PSN, masyarakat adat berhak atas tanah mereka. Yakni berhak dalam pengambilan Keputusan, berhak mengenai pengakuan hukum, berhak dalam mengelola sumber daya alam.
Baca juga: Peran Sanksi Adat dalam Konflik Hak Ulayat di Wilayah Dayak Simpang Dua
Prinsip Keadilan
Hukum adat menekankan prinsip keadilan sosial, yakni keadilan dalam akses terhadap sumber daya. Dalam konteks ini, masyarakat adat merasa bahwa proyek PSN mengesampingkan kebutuhan dan hak-hak mereka.
Prinsip Partisipasi
Masyarakat adat di Merauke menuntut agar suara suara mereka didengar dalam proses perencanaan proyek yang berdampak langsung pada kehidupan mereka, namun justru pemerintah seolah acuh dan tetap melanjutkan proyek tersebut.
Prinsip Pelestarian Lingkungan
Prinsip ini terlihat dalam penolakan masyarakat terhadap proyek yang dianggap merusak lingkungan, menurut pengakuan masyarakat adat, banyak satwa kabur karena suara alat berat hal ini tentu saja mengancam keberlangsungan hidup mereka. Dalam kasus tersebut masyarakat adat pun telah merasakan dampak signifikan akibat proyek tersebut.
Prinsip Perlindungan Identitas Budaya
Hukum adat erat kaitannya dengan pelestarian budaya dan tradisi. Aksi tolak PSN yang di dalamnya terdapat upaya masyarakat adat untuk mempertahankan budayanya yang terancam lenyap oleh perubahan dikarenakan proyek pembangunan.
PSN yang didirikan guna pemerataan pembangunan ekonomi dengan pembukaan lahan perkebunan serta pertanian. Alih alih bertujuan untuk pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya, justru proyek ini banyak menyulitkan masyarakat adat bukan hanya di Merauke saja. Dengan demikian, sepatutnya pemerintah dalam mengembangkan potensi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat memberikan akses pengelolaan kepada masyarakat adat sendiri bukan kepada perusahaan-perusahaan.
Di Indonesia sendiri mengakui serta menghormati hukum adat yang sebagaimana terdapat dalam Konstitusi, pada: UUD 1945 Pasal 18B (2) yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya selama masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.”dan UUD 1945 Pasal 28 I (3) yang berbunyi “Tidak seorang pun boleh diperlakukan secara sewenang-wenang, dan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia diatur dalam undang-undang.”