Latar Belakang
Pengelolaan sumber daya manusia dalam birokrasi pemerintah memegang peranan penting dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik atau good governance. Good governance menurut Mahfud adalah pengelolaan yang baik atau penyelenggaraan yang baik (Aditya, Bimasakti, & Erliyana, 2023, p. 241). Prinsip-prinsip yang menjadi karakteristik good governance setidaknya ada enam butir; yaitu partisipasi, orientasi kepada kesepakatan, akuntabilitas, transparansi, responsivitas, efektivitas dan efisiensi, kesetaraan dan inklusivitas dan rule of law atau pemerintahan yang berdasarkan hukum (Aditya, Bimasakti, & Erliyana, 2023, pp. 242 – 246).
Baca juga: PNS Selingkuh, Begini Menurut Hukum
Prinsip akuntabilitas yang menjadi salah satu pilar good governance merupakan salah satu prinsip yang diatur secara rinci dalam peraturan perundang-undangan. Ini karena konsep akuntabilitas tersebut mencakup tata kelola lembaga pemerintah dan pemangku kepentingan kelembagaan. Lembaga pemerintah secara umum bertanggung jawab kepada pihak yang akan terkena dampak dari keputusan atau kebijakannya (Aditya, Bimasakti, & Erliyana, 2023, p. 244). Agar pertanggungjawaban lembaga pemerintah dapat diberlakukan secara komprehensif, pengaturan kepegawaian dalam hal ini adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang akan mengisi jabatan dalam lembaga pemerintahan perlu mendapatkan perhatian lebih.
Relevansi Pengembangan Kompetensi untuk Meningkatkan Kinerja
Dinamika pemerintahan dan variabel-variabel lain seperti perubahan sosial politik merupakan sebuah keniscayaan yang menuntut adanya responsivitas lembaga pemerintahan dalam menghadapinya (Nuswardani, 2021, pp. 22 – 23). Sebagai bekal menghadapi dinamika pemerintahan administratif yang bergerak maju, pegawai ASN dibekali pengembangan kompetensi dalam bidang pengetahuan dan keterampilan. Melalui pengembangan kompetensi ini, pegawai ASN juga dapat mengikuti perkembangan teknologi, perubahan regulasi, serta kompleksitas tuntutan masyarakat yang makin meningkat (Widyaiswara, 2023, p. 170).
Pengembangan kompetensi yang berorientasi pada improvisasi sumber daya manusia dalam tubuh internal ASN dapat memastikan bahwa pelayanan publik berjalan dengan baik. Dampak konkret dari pengembangan kompetensi yang diberikan adalah meningkatnya produktivitas kinerja, profesionalisme pegawai ASN, dan citra pelayanan publik (Widyaiswara, 2023, p. 171). Hal ini menjadi pemerintah dalam merumuskan regulasi yang mengatur pengembangan kompetensi baik pada tingkat undang-undang maupun peraturan perundang-undangan di bawahnya.
Baca juga: Peran Lembaga Peradilan Yang Seharusnya Menegakkan Keadilan
Regulasi Undang-Undang tentang Pengembangan Kompetensi ASN
Produk hukum mutakhir yang mengatur pengembangan kompetensi ASN adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 yang mencabut UU Nomor 14 Tahun 2020. Walaupun kedua produk hukum ini mengatur hal yang sama yaitu ASN, namun pada taraf normatif keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Signifikansi perbedaan keduanya juga mencakup regulasi yang mengatur pengembangan kompetensi ASN.
UU Nomor 14 Tahun 2020 mengandung setidaknya 17 tempat yang mengeksplisitkan frasa pengembangan kompetensi. Pasal dan ayat yang mengatur pengembangan kompetensi di UU ini dapat dikatakan lebih rinci sehingga hanya menyisakan sedikit ruang untuk didelegasikan kepada peraturan di bawahnya. Sebagai contoh Pasal 70 yang mengatur regulasi pengembangan kompetensi secara konkret mengatur metode, penyusunan rencana, pelaksanaan, dan evaluasi pengembangan kompetensi. Pasal ini juga mengatur pihak yang terlibat dalam prosedur manajemen pengembangan karir, seperti Lembaga Administrasi Negara (LAN).
UU Nomor 20 Tahun 2023 tidak membedakan secara tegas hak dan kewajiban ASN dalam pengembangan kompetensi berdasarkan kategorisasinya sebagai PNS dan PPPK. Pasal 49 UU ini hanya menegaskan adanya kewajiban bagi setiap pegawai ASN untuk melakukan pengembangan kompetensi secara berkelanjutan dengan sistem pembelajaran terintegrasi. Pasal ini juga tidak memberikan perlakukan khusus baik kepada PNS maupun PPPK.
Hal sebaliknya akan ditemui pada UU Nomor 5 Tahun 2014 yang memberikan kesempatan khusus kepada PNS untuk melaksanakan pengembangan kompetensi. Pasal 70 ayat (5) UU ini membuka kesempatan bagi PNS untuk melakukan praktik kerja di instansi lain baik di tingkat pusat maupun daerah. Di samping itu berdasarkan ayat (6), PNS juga berkesempatan menjalankan pertukaran dengan pegawai swasta demi menunjang kompetensi PNS. Hal serupa tidak didapatkan oleh PPPK karena pada dasarnya PNS diangkat untuk masa waktu tetap sementara PPPK diangkat untuk masa waktu tertentu.
Di samping itu berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2023, pengaturan pengembangan kompetensi tersebut dapat dikatakan sangaat minim jika mengkomparasikannya dengan UU sebelumnya. Dalam UU ini hanya ditemukan 5 (lima) tempat yang mencantumkan frasa pengembangan kompetensi. Pasal dan ayat yang mengatur pengembangan kompetensi bahkan dapat dikatakan terlalu membuka peluang besar pendelegasian terhadap peraturan di bawahnya. Regulasi yang diatur UU 20 Tahun 2023 ini seperti pada Pasal 49 memangkas perincian norma dalam UU sebelumnya. Bahkan pada ayat (4) dinyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut didelegasikan kepada Pemerintah untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP).
Delegasi Pengembangan Kompetensi kepada Lembaga Administrasi Negara
Pasal 70 UU Nomor 20 Tahun 2023 menyatakan bahwa LAN melaksanakan tugas dan fungsinya yaitu pengembangan kapasitas dan pembelajaran ASN serta kebijakan teknis manajemen ASN. Rumusan norma Pasal 70 juncto Pasal 26 ayat (2) ini termasuk kategori norma pelimpahan wewenang atau delegasi karena terjadi pengalihan kewenangan suatu organ pemerintahan kepada pihak lain (Asshiddiqie, 2017, p. 264). Merujuk pada Pasal 26 ayat (2), Presiden mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada kementerian dan/atau lembaga lain. Oleh karenanya, terjadi pelimpahan kewenangan dari Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi kepada lembaga lain, di antaranya adalah LAN.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Peraturan LAN Nomor 10 Tahun 2018, Lembaga Administrasi Negara atau LAN merupakan lembaga yang didelegasikan kewenangan untuk melakukan pengkajian, pendidikan, dan pelatihan ASN. Lembaga ini bersifat nonkementerian sehingga secara normatif lembaga ini tidak berada di bawah cabang kekuasaan eksekutif. Demi menjalankan tugas dan wewenangnya yang didelegasikan oleh Presiden, vide Pasal 26 ayat (2) juncto Pasal 70 UU Nomor 20 Tahun 2023, dikeluarkanlah Peraturan LAN Nomor 10 Tahun 2018 ini dan Peraturan LAN Nomor 15 Tahun 2020.
Kedua jenis peraturan ini secara spesifik mengatur pengembangan kompetensi PNS dan PPPK sebagai bagian dari ASN. Regulasi pengembangan kompetensi PNS dan PPPK dibedakan karena peraturan ini masih merujuk UU lama yaitu UU Nomor 5 Tahun 2014 yang membedakan secara tegas PNS dan PPPK terutama pada aspek pengembangan kompetensi. Perbedaan utama yang dapat dilihat dari manajemen pengembangan kompetensi PNS dan PPPK adalah pengembangan kompetensi PNS dilaksanakan pada dua tingkatan berbeda yaitu instansi dan nasional.
Kategorisasi pengembangan kompetensi menjadi tingkat instansi dan nasional tidak terjadi pada seluruh tahapan manajemen pengembangan kompetensi. Secara garis besar manajemen pengembangan kompetensi – yang secara prosedural melalui tahapan penyusunan rencana dan kebutuhan, pelaksanaan, dan evaluasi – memiliki sisi persamaan antara PNS dan PPPK
Tahapan Penyusunan Kebutuhan dan Rencana Pengembangan Kompetensi ASN
Tahapan ini secara garis besar tidak membedakan PNS dan PPPK terutama pada aspek proseduralnya. Tahapan penyusunan kebutuhan dan rencana yang dilalui PPPK terdiri dari inventarisasi, verifikasi, dan validasi. Ketiga tahapan ini sama dengan yang dilalui oleh PNS, namun hanya pada tingkat instansi karena terjadi kategorisasi tingkatan instansi dan nasional bagi PNS. Penyusunan kebutuhan dan rencana merupakan tahap awal yang akan menjadi acuan dalam pelaksanaan. Kebutuhan dan rencana ini ditetapkan oleh Pejabat Pengawas Kepegawaian (PPK) dan dilaksanakan kan oleh Pejabat yang berwenang (PyB).
Tahapan ini sendiri terdiri dari tiga langkah; yaitu inventarisasi, verifikasi, dan validasi. Secara garis besar, inventarisasi adalah tahapan untuk mengidentifikasi pengembangan kompetensi yang dibutuhkan oleh setiap PNS dan PPPK dalam organisasi. Hasil kinerja PPPK menurut Pasal 12 Peraturan LAN Nomor 15 Tahun 2020 akan dinilai berdasarkan perjanjian kerja, sementara hasil kinerja PNS dinilai berdasarkan standar kompetensi jabatan menurut Pasal 11 Peraturan LAN Nomor 10 Tahun 2018. Dari hasil analisis tersebut, kinerja PNS dan PPPK yang bersangkutan dapat dinilai apakah sesuai dengan target kinerja jabatan yang diduduki ataukah tidak.
Tahapan berikutnya adalah inventarisasi yaitu pemetaan jenis kompetensi yang akan dikembangkan dan dilakukan oleh PyB. Bagi PNS, pemetaan ini dilakukan agar pelaksanaan pengembangan suatu kompetensi sesuai dengan dokumen perencanaan 5 (lima) tahun Instansi Pemerintah terkait. Tahapan ini juga dapat memastikan jenis kompetensi yang dikembangkan menjadi tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan PNS yang bersangkutan sesuai dengan Pasal 15 Peraturan LAN Nomor 10 Tahun 2018.
Adapun bagi PPPK, berdasarkan Pasal 14 ayat (3) Peraturan LAN Nomor 15 Tahun 2020 pemetaan ini dilakukan agar kurikulum pengembangan kompetensi yang disusun instansi pemerintah terkait sesuai dengan kebutuhan organisasi. Perbedaan lainnya pada tahapan verifikasi atau pemetaan antara PNS dan PPPK ini adalah prasyarat bagi PNS dan PPPK. Prasyarat bagi PNS yaitu pemenuhan 20 jam pelajaran pengembangan kompetensi pertahun. Adapun prasyarat bagi PPPK adalah pemenuhan maksimal 24 jam pelajaran pengembangan kompetensi dalam 1 (satu) tahun masa perjanjian kerja.
Tahapan atau langkah terakhir dalam penyusunan kebutuhan dan rencana adalah validasi atau pengesahan. Kebutuhan dan rencana PPPK yang telah disusun ditetapkan oleh PyB dan disampaikan kepada Kepala LAN pada triwulan ketiga pada tahun anggaran berjalan. Ketentuan Pasal 15 dan 16 Peraturan LAN Nomor 15 Tahun 2020 ini sedikit berbeda dengan tahapan validasi yang diberlakukan kepada PNS. Di antaranya adalah lembaga terkait yang terlibat dan tahapan berikutnya pasca tahapan validasi.
Kebutuhan dan rencana PNS yang telah disusun dan diusulkan oleh PyB disahkan oleh PPK. Hasil pengesahan tersebut disampaikan kepada LAN pada triwulan ketiga tahun anggaran berjalan dan menjadi bahan penyusunan rencana pengembangan kompetensi tingkat nasional. Hasil pengesahan tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 19 dan 20 Peraturan LAN Nomor 10 Tahun 2018 berlanjut ke tingkatan berikutnya, yaitu tingkat nasional.
Di tingkat nasional, penyusunan kebutuhan dan rencana PNS terbagi menjadi dua yaitu pengembangan kompetensi manajerial dan sosial kultural dan pengembangan kompetensi teknis. Pasal 23 Peraturan LAN Nomor 10 Tahun 2018 mengatur bahwa penyusunan rencana pengembangan kompetensi manajerial disusun oleh masing-masing instansi pemerintah dan disampaikan sekaligus dikoordinasikan oleh LAN. Adapun pengembangan kompetensi teknis dikoordinasikan oleh Instansi Teknis dan Instansi Pembina Jabatan Fungsional berdasarkan Pasal 24 Peraturan a quo.
Tahapan Pelaksanaan Pengembangan Kompetensi ASN
Pelaksanaan pengembangan kompetensi ASN sendiri memiliki beberapa perbedaan antara PNS dan PPPK. Berdasarkan Pasal 25 juncto Pasal 26 Peraturan LAN Nomor 10 Tahun 2018, PNS menerima pendidikan yaitu pendidikan formal di samping pelatihan yang juga diterima oleh PPPK. Pelatihan sebagai bagian dari pelaksanaan pengembangan kompetensi berdasarkan Pasal 27 juncto Pasal 28 Peraturan LAN Nomor 10 Tahun 2018 dan Pasal 18 juncto Pasal 19 Peraturan LAN Nomor 15 Tahun 2020, dikategorikan menjadi pelatihan klasikal yang berfokus pada pembelajaran tatap muka dan pelatihan nonklaksikal.
Penggunaan metode klasikal ini merupakan bentuk pengaruh dari paradigma lama yaitu pengembangan berbasis pelatihan klasikal. Namun, agar dapat menyesuaikan dengan dinamika yang ada maka ASN dibekali dengan pelatihan nonklasikal (Basro & Johannes, 2022, pp. 39 – 40). Pelatihan klasik secara praktik dibedakan dengan pelatihan nonklasikal agar orientasi dari pelatihan keduanya dapat secara komprehensif dan utuh direalisasikan.
Terdapat perbedaan pelatihan yang diberikan kepada PNS dan PPPK baik dalam bentuk klasikal maupun nonklasikal. Pelatihan yang diberikan kepada PNS, baik klasikal maupun nonklasikal, mencakup pelatihan yang diberikan kepada PNS berdasarkan Pasal 19 juncto Pasal 20 Peraturan LAN Nomor 15 Tahun 2020 dan Pasal 28 juncto Pasal 29 Peraturan LAN Nomor 10 Tahun 2018. Di antara pelatihan klasikal yang diberikan kepada PPPK juga kepada PNS adalah bimbingan teknis dan sosialisasi. Adapun pelatihan nonklasikalnya di antaranya adalah pelatihan jarak jauh dan belajar mandiri.
Pelatihan klasikal yang hanya diberikan kepada PNS di antaranya adalah pelatihan struktural kepemimpinan dan pelatihan manajerial. Perlakuan spesial ini adalah logis karena berdasarkan Pasal 34 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2023 jabatan manajerial diutamakan diisi oleh PNS. Namun berdasarkan ayat (2), PPPK juga berkesempatan mengisi jabatan manajerial dan nonmanajerial tertentu. Pemberian pelatihan struktural kepemimpinan juga diberikan khusus kepada PNS karena berdasarkan Pasal 14 UU a quo jabatan manajerial didominasi oleh jabatan pimpinan; yaitu jabatan pimpinan tinggi utama, madya, dan pratama.
Pada tingkat nasional, pelaksanaan pengembangan kompetensi dilaksanakan berdasarkan kompetensi sebagaimana pada tahapan penyusunan kebutuhan dan rencana. Sebagaimana ketentuan Pasal 35 Peraturan LAN Nomor 10 Tahun 2018. pengembangan kompetensi manajerial dan kompetensi sosial kultural dilaksanakan oleh LAN. Adapun pengembangan kompetensi teknis dilaksanakan oleh instansi teknis dan instansi pembina jabatan fungsional.
Tahapan Evaluasi Pengembangan Kompetensi ASN
Pelaksanaan pengembangan kompetensi ASN dievaluasi berdasarkan dua aspek mekanisme penilaian, yaitu kesesuaian antara perencanaan dengan pelaksanaan dan kebermanfaatan dari pelaksanaan terhadap kinerja pegawai ASN. Hasil evaluasi tersebut dilakukan oleh PyB dan dilaporkan secara tertulis kepada PPK. Ketentuan khusus yang berlaku bagi PNS adalah hasil laporan tersebut disampaikan kepada LAN pada triwulan pertama tahun berikutnya berdasarkan Pasal 39 ayat (2) Peraturan LAN Nomor 10 Tahun 2018. Di samping itu, berdasarkan Pasal 40 juncto Pasal 21 Peraturan a quo, parameter evaluasi pengembangan kompetensi PNS tingkat nasional adalah program prioritas nasional yang disusun oleh kementerian terkait, LAN, Badan Kepegawaian Negara dan Instansi Teknis.
Evaluasi pengembangan kompetensi PNS juga dibagi ke dalam manajerial dan kultural dan teknis. Kedua bidang pengembangan kompetensi tersebut dievaluasi oleh pihak yang berbeda. Evaluasi pengembangan kompetensi manajerial dan kultural dilakukan oleh LAN, sedangkan evaluasi pengembangan kompetensi teknis dilakukan oleh instansi teknis dan instansi pembina jabatan fungsional.
Adapun parameter evaluasi pengembangan kompetensi PPPK adalah perjanjian kerja. Hasil evaluasi tersebut berdasarkan Pasal 27 Peraturan LAN Nomor 15 Tahun 2020 akan digunakan sebagai pertimbangan perpanjangan perjanjian kerja. Perpanjangan perjanjian kerja tersebut juga mempertimbangkan aspek lain, seperti ketersediaan formasi jabatan dan kebutuhan organisasi.
Kesimpulan
Pengembangan kompetensi memiliki peran krusial bagi improvisasi kinerja pegawai ASN, baik dalam lingkup PNS maupun PPPK. Peningkatan sumber daya manusia tersebut diatur dengan manajemen yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Manajemen pengembangan kompetensi yang diberikan kepada pegawai PNS dan pegawai PPPK tidak sepenuhnya sama walaupun keduanya berada dalam lingkup ASN.
Baca juga: Menelisik Sisi Rasionalitas Mazhab Hukum Normatif dalam Realitas Sistem Hukum Adat Indonesia
Pembedaan ini dilatarbelakangi status pegawai PNS yang berbeda dengan PPPK karena pegawai PNS diangkat secara tetap sedangkan pegawai PPPK diangkat berdasarkan perjanjian kerja atau terikat kontrak. Pembedaan tersebut dapat dilihat pada aspek prosedur manajemen dan lembaga terkait yang berwenang mengatur manajemen pengembangan kompetensi tersebut. Terlepas dari adanya pembedaan manajemen pengembangan kompetensi PNS dan PPPK, keduanya sama-sama berhak mendapatkan pengembangan kompetensi yang sesuai agar produktivitas kinerja keduanya dapat terus meningkat.
Referensi
Aditya, Z. F., Bimasakti, M. A., & Erliyana, A. (2023). Hukum Administrasi Negara Kontemporer (Konsep, Teori, dan Penerapannya di Indonesia). Depok : Rajawali Pers.
Asshiddiqie, J. (2017). Perihal Undang-Undang. Depok: Rajawali Pers.
Basro, W. S., & Johannes, A. W. (2022). Pengembangan Kompetensi Pegawai Negeri Sipil dalam Penerapan Pelatihan Nonklasikal pada Era Revolusi Industri 4.0 di Badang Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Administrasi Pemerintahan , 36-52.
Nuswardani, N. (2021). Sistem Pemerintahan Indonesia: Konsep dan Praksis Penyelenggaraannya. Malang: Setara Press.
Widyaiswara. (2023). Manajemen Talenta dan Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN): Mengoptimalkan Kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN). Jurnal Sipatokkong BPSDM Sulawesi Selatan , 166-175.