PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia

Mengenal Majelis Kehormatan Hakim

Avatar of Pinter Hukum
islam
Majelis Kehormatan Hakim

Majelis Kehormatan Hakim

Majelis Kehormatan Hakim adalah perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang bertugas memeriksa dan memutus adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim.

Majelis Kehormatan Hakim adalah forum pembelaan diri bagi hakimyang berdasarkan hasil pemeriksaan dinyatakan terbukti melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, serta diusulkan untuk dijatuhi sanksi berat berupa pemberhentian.

Landasan hukum penyelenggaraan MKH berdasarkan pada pasal 11A UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang MA, selain itu juga pasal 22F dan 22G UU Nomor 11 Tahun 2011 Tentang KY dan peraturan bersama MA dan KY Nomor 04/PB/MA/IX/2012 dan 04/PB/P.KY.09/2012 Tentang Tata Cara Pembentukan, Tata Kerja Dan Tata Cara Pengambilan Keputusan MKH.

UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang MA;

 Pasal 11 A

(1) Hakim agung hanya dapat diberhentikan tidak dengan hormat dalam masa jabatannya apabila: a.dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; b.melakukan perbuatan tercela; c.melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terus-menerus selama 3 (tiga) bulan; d.melanggar sumpah atau janji jabatan; e.melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; atau f.melanggar kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim.

(2) Usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan oleh Ketua Mahkamah Agung kepada Presiden.

(3) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial.

(4) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e diajukan oleh Mahkamah Agung.

 (5) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diajukan oleh Komisi Yudisial.

(6) Sebelum Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial mengajukan usul pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), hakim agung mempunyai hak untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.

(7) Majelis Kehormatan Hakim dibentuk oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya usul pemberhentian.

(8) Keanggotaan Majelis Kehormatan Hakim terdiri atas: a.3 (tiga) orang hakim agung; dan b.4 (empat) orang anggota Komisi Yudisial.

(9) Majelis Kehormatan Hakim melakukan pemeriksaan usul pemberhentian paling lama 14 (empat belas)hari kerja terhitung sejak tanggal pembentukan Majelis Kehormatan Hakim.

(10) Dalam hal pembelaan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditolak, Majelis Kehormatan Hakim menyampaikan keputusan usul pemberhentian kepada Ketua Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal pemeriksaan selesai.

(11) Ketua Mahkamah Agung menyampaikan usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (10) kepada Presiden paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan usul pemberhentian dari Majelis Kehormatan Hakim.

(12) Keputusan Presiden mengenai pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (11) ditetapkan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya usul pemberhentian dari Ketua Mahkamah Agung. (13)Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, tata kerja, dan tata cara pengambilan keputusan Majelis Kehormatan Hakim diatur bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

Baca juga: Hakim

UU Nomor 11 Tahun 2011 tentang KY;

Pasal 22 F

(1) Sanksi berat berupa pemberhentian tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22D ayat (2) huruf c angka 4) dan angka 5) diusulkan Komisi Yudisial kepada Majelis Kehormatan Hakim.

(2) Majelis Kehormatan Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 4 (empat) orang anggota Komisi Yudisial dan 3 (tiga) orang hakim agung.

(3) Majelis Kehormatan Hakim memeriksa dan memutus adanya dugaan pelanggaran Kode Etikdan/atau Pedoman Perilaku Hakim yang diusulkan oleh Komisi Yudisial atau Mahkamah Agung dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal usulan diterima.

(4) Keputusan Majelis Kehormatan Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diambil secara musyawarah dan mufakat dan apabila tidak tercapai keputusan diambil melalui suara terbanyak.

(5) Mahkamah Agung wajib melaksanakan keputusan Majelis Kehormatan Hakim dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diucapkan keputusan Majelis Kehormatan Hakim.

Pasal 22 G

Dalam hal dugaan pelanggaran dinyatakan tidak terbukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 C huruf b, Majelis Kehormatan Hakim menyatakan bahwa dugaan pelanggaran tidak terbukti dan memulihkan nama baik Hakim yang diadukan.

Peraturan Bersama MA dan KY Nomor 04/PB/MA/IX/2012 dan 04/PB/P.KY.09/2012 Tentang Tata Cara Pembentukan, Tata Kerja dan Tata Cara Pengambilan Keputusan MKH;

Baca juga: Penegakan Hukum dan Lembaga Penegak Hukum

BAB II SIFAT, TATA CARA PEMBENTUKAN, DAN SUSUNAN

Pasal 2

(1) Majelis Kehormatan Hakim bersifattidak tetap.

(2) Majelis Kehormatan Hakim dibentuk dengan penetapan bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya usul pemberhentiandari Mahkamah Agung atau Komisi Yudisial.

Pasal 3

(1) Keanggotaan Majelis Kehormatan Hakim terdiri atas: a.3 (tiga ) orang Hakim Agung; dan b.4 (empat) orang Anggota Komisi Yudisial

(2) Anggota Majelis Kehormatan Hakim bukan merupakan anggota Tim Pemeriksa yang melakukan pemeriksaan langsung terhadap dugaan pelanggaran.

(3) Majelis Kehormatan Hakim dibantu oleh seorang Sekretaris yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung atau Ketua Komisi Yudisial.

(4) Sekretaris Majelis Kehormatan Hakim bertugas mencatat jalannya persidangan dan membuat berita acara persidangan.

(5) Dalam hal usulan penjatuhan sanksi berasal dari Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Agung menunjuk salah seorang Hakim Agung sebagai Ketua Majelis Kehormatan Hakim dan satu orang pegawai Badan Pengawasan Mahkamah Agung sebagai Sekretaris Majelis Kehormatan Hakim.

(6) Dalam hal usulan penjatuhan sanksi berasal dari Komisi Yudisial, Ketua Komisi Yudisial menunjuk salah seorang Anggota Komisi Yudisial sebagai Ketua Majelis Kehormatan Hakim dan satu orang pegawai Komisi Yudisial sebagai Sekretaris Majelis Kehormatan Hakim.

(7) Majelis Kehormatan Hakim ditetapkan dalam penetapan bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial.

(8) Dalam halterdapatAnggota Majelis Kehormatan Hakimyang mengundurkan diri, berhalangan sementara atau berhalangan tetap, maka Pimpinan Mahkamah Agung RI atau Ketua Komisi Yudisial RIsegera menunjuk penggantinya sesuai dengan asallembaga anggota majelis tersebut.

4 BAB III KESEKRETARIATAN MAJELIS KEHORMATAN HAKIM

Pasal 4

(1) Untuk mendukung pelaksanaan Majelis Kehormatan Hakim perlu dibentuk Sekretariat Majelis Kehormatan Hakim.

(2) Sekretariat Majelis Kehormatan Hakim bersifat tetap dan berkedudukan di Mahkamah Agung.

(3) Sekretariat Majelis Kehormatan Hakim dipimpin oleh Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung.

(4) Sekretariat Majelis Kehormatan Hakim bertugas menyelenggarakan kegiatan administrasi yang berkaitandenganpembentukan dan pelaksanaan sidang Majelis Kehormatan Hakim.

BAB IV TATA KERJA

Pasal 5

(1) Majelis Kehormatan Hakim bersidang di gedung Mahkamah Agung Republik Indonesia.

(2) Majelis Kehormatan Hakim melakukan pemeriksaan usul pemberhentian paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal pembentukan Majelis Kehormatan Hakim.

(3) Setelah Majelis Kehormatan Hakim ditetapkan, Ketua Majelis Kehormatan Hakim menetapkanhari sidangdan memerintahkan Sekretariat Majelis Kehormatan Hakim untuk memanggilTerlapor.

(4) Panggilan kepada Terlapor disampaikanpaling lambat 3 (tiga) hari kerjasebelum hari sidangmelalui PimpinanPengadilan tempat Terlapor bertugasdengan menggunakanfaksimiliatau alat komunikasi lain yang tercatat.

(5) Pimpinanpengadilan wajibmenyampaikan panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Terlaporpada hari diterimanya panggilan tersebut dan mengirim kembali risalah panggilan yang telah ditandatangani oleh Terlapor pada hari itu juga kepada Sekretariat Majelis Kehormatan Hakimmenggunakan faksimili atau alat komunikasi lain yang tercatat.

(6) Dalam halPimpinanPengadilan tidak dapat menyampaikan panggilan kepada Terlapor oleh karena Terlapor tidak berada ditempat, Ketua Pengadilan melaporkan kepada Sekretariat Majelis Kehormatan Hakim mengenai hal tersebut dengan memberikan keteranganmengenai ketidakberadaan Terlapor.

(7) Dalam hal ketidakberadaan Terlapor karena alasan yang sah, maka waktu ketidakberadaan Terlapor atas alasan yang sah tersebut tidak diperhitungkan sebagai tenggang waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksudpadaayat (2).

Pasal 6

 (1) Sidang majelis kehormatan hakim bersifat terbuka untuk umum kecuali dinyatakan tertutup oleh majelis.

(2) Setelah sidang dibuka oleh Ketua Majelis,Terlapor dipanggil masuk ke ruang sidang.

(3) Dalam halpada sidang pertama Terlapor tidak hadirtanpa alasan yang sah,maka sida ng ditunda paling lama 5 (lima) harikerjauntuk memanggil kembali Terlapor.

(4) Dalam halpada sidangkedua Terlapor kembali tidak hadirtanpa alasan yang sah, maka Terlapor dianggap tidak menggunakan haknya untuk membela diri

.(5) Dalam hal sebagaimana dimaksudpadaayat (4), Majelis Kehormatan Hakim menjatuhkan keputusan tanpa kehadiran Terlapor.(6)Dalam halketidakhadiran Terlapor di sidang Majelis Kehormatan Hakim tersebut disebabkan alasan yang sah, maka Majelis Kehormatan Hakim menunda sidang dan masa penundaan tersebut tidak diperhitungkan dalam jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).

Pasal 7

(1) Ketua Majelis Kehormatan Hakim menanyakan identitas Terlapor, menjelaskan pokok-pokok hasil pemeriksaan,dan mempersilahkan Terlapor untuk mengajukan pembelaandiri.

(2) Dalam sidang Majelis Kehormatan Hakim, Terlapor dapat didampingi oleh Tim pembeladari organisasi profesi Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI).

(3) Majelis Kehormatan Hakim harus memberikan kesempatan yang cukuppada Terlapor untuk membela diri, baik secara lisan maupuntertulis.

(4) Terlapor dapat mengajukan saksi-saksi dan bukti-bukti lain untuk mendukung pembelaan diri.

(5) Dalam halpemeriksaan dipandang cukup, maka Ketua Majelis Kehormatan Hakim menyatakan pemeriksaan selesai dan selanjutnya sidang diskors untuk memberi kesempatan kepada Majelis Kehormatan Hakim bermusyawarah.

(6) Dalam hal Majelis Kehormatan Hakim harus menunda persidangan karena pemeriksaan dinilai belum cukup, atau karena alasan lainnya yang sah, maka penundaan sidang tersebut harus mempertimbangkan jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5ayat (2).

(7) Dalam halmusyawarah telah selesai, Ketua Majelis Kehormatan Hakimmenyatakan skorsing dicabutdan sidang dibuka kembali.

(8) Terlapor dipanggil untuk masuk dan menghadap Majelis Kehormatan Hakim di dalam ruangan persidangan.

(9) Ketua Majelis Kehormatan Hakim membacakan keputusan Majelis Kehormatan Hakim.

(10) Berita Acara Pemeriksaandan keputusanMajelis Kehormatan Hakim ditandatangani olehMajelis Kehormatan Hakim dan Sekretaris.

(11) Sekretaris Majelis Kehormatan Hakim menyelesaikan minutasi berkas sidang Majelis Kehormatan Hakim selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak pembacaan keputusan Majelis Kehormatan Hakim.

BAB V PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 8

(1) Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim dilakukan secara musyawarah untuk mufakat.

(2) Dalam halpengambilan keputusan secara musyawarah mufakat tidak tercapai,pengambilan keputusan dilakukan dengan suara terbanyak.

(3) Dalam halpengambilan keputusan dengan suara terbanyak tidak juga tercapai, maka diambilkeputusan yang menguntungkan bagi Terlapor.

(4) Musyawarah Majelis Kehormatan Hakim untuk pengambilan keputusan dilakukan dalam sidang tertutup.

BAB VI KEPUTUSAN DAN PELAKSANAAN KEPUTUSAN

Pasal 9

(1) Keputusan Majelis Kehormatan Hakim terdiri dari:a.irah-irah keputusan, dengan bunyi “Demi Kehormatan, Keluhuran Martabat, serta Perilaku Hakim berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”;b.identitas Terlapor;c.duduk permasalahan;d.pembelaan diri Terlapor;e.pertimbangan hukum;f.amar keputusan;

(2) Keputusan Majelis Kehormatan Hakim bersifat mengikat dan tidak dapat diajukan keberatan.

Pasal 10

(1) Salinan keputusan Majelis Kehormatan Hakimdisampaikan oleh Sekretariatkepada Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial paling lama7 (tujuh) hari kerja sejak keputusan dibacakan.

(2) Dalam hal pembelaan diri Terlapor ditolakatau diterima sebagian,dan oleh Majelis Kehormatan Hakim diputuskan dijatuhi sanksi berupa pemberhentian, Ketua Mahkamah Agung menyampaikan usul pemberhentian hakim kepada Presiden paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya keputusan tersebut.

(3) Dalam hal pembelaan diri Terlapor diterima seluruhnya, Sekretariat Majelis Kehormatan Hakim mengirimkan salinan keputusan tersebut kepada Terlapor dan Pimpinan Pengadilan di mana Terlapor bertugassertapejabat terkait paling lama7(tujuh) hari kerja sejak keputusan dibacakan.

(4) Dalam hal pembelaan diri Terlapor diterima sebagian, Ketua Mahkamah Agung memerintahkan Sekretariat Majelis Kehormatan Hakim untuk mengirimkan salinan keputusan kepada Direktur Jenderal Badan Peradilan terkait agar diterbitkan surat keputusan penjatuhan sanksi sesuai keputusan Majelis Kehormatan Hakim paling lama3 (tiga) hari kerja sejak keputusan diterima dari Ketua Mahkamah Agung.

(5) Direktur Jenderal Badan Peradilan terkait menerbitkan surat keputusan penjatuhan sanksi sesuai keputusan Majelis Kehormatan Hakimsebagaimana dimaksud padaayat (4),paling lama3 (tiga) hari kerja sejak keputusan diterima dari Sekretariat Majelis Kehormatan Hakim, dan mengirimkannya kepada pimpinan instansi tempat di mana Terlapor bertugas paling lama3(tiga) hari kerja sejak surat keputusan diterbitkan dengan ditembuskan kepada Sekretariat Majelis Kehormatan Hakim.

(6) Pimpinan instansi tempat di mana Terlapor bertugas, menyampaikan surat keputusan dimaksud dalam ayat (5), paling lama3 (tiga) hari kerja sejak menerima surat keputusan dari Direktur Jenderal Badan Peradilan terkait.

(7) Dalam hal surat keputusan penjatuhansanksi harus diterbitkan oleh pimpinan instansi tempat di mana Terlapor bertugas, maka Direktur Jenderal Badan Peradilan memerintahkan dengan surat agar pimpinan instansi Terlapor menerbitkan surat keputusan penjatuhan sanksi sesuai keputusan Majelis Kehormatan Hakim paling lamadalam waktu 3 (tiga) hari kerja sejak menerima surat dari Direktur Jenderal Badan Peradilan.

(8) Direktur Jenderal Badan Peradilan mengirimkan tembusan surat keputusan penjatuhan sanksi kepada Sekretariat Majelis Kehormatan Hakim paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterbitkannya surat keputusan tersebut.

(9) Pimpinan instansi tempat Terlapor bertugas, mengirimkan tembusan surat keputusan penjatuhan sanksi kepada Sekretariat Majelis Kehormatan Hakim dan Direktur Jenderal Badan Peradilan, paling lama3 (tiga) hari kerja sejak diterbitkannya surat keputusan tersebut.

(10) Sekretariat Majelis Kehormatan Hakim menyampaikan salinan surat keputusan penjatuhan sanksi kepada Komisi Yudisial paling lamadalam waktu 3 (tiga) hari kerja sejak menerima dari Direktur Jenderal Badan Peradilan atau Pimpinan instansi tempat Terlapor bertugas.

BAB VII PEMBIAYAAN

Pasal 11

“Segala biaya yang timbul akibat pelaksanaan Majelis Kehormatan Hakimdibebankan kepada masing-masing lembaga, kecuali untuk biaya transportasi dan akomodasi Terlapor dibebankan kepada DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Mahkamah Agung atau Komisi Yudisial berdasarkan lembaga yang mengusulkan pelaksanaan Majelis Kehormatan Hakim”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *