PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia
Opini  

Optimalisasi Tilang Elektronik: Cegah Pungli, Wujudkan Polri Yang Presisi

Avatar of Pinter Hukum
Tilang Elektronik

Tilang dan Praktiknya

Ketertiban lalu lintas merupakan suatu keadaan berlalu lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban pengguna jalan. Setiap daerah dan setiap negara pasti menginginkan keadaan berlalu lintas yang tertib sebagai bentuk kenyamanan dan keamanan bagi setiap masyarakat dalam berkendara.

Di Indonesia, ketertiban lalu lintas menjadi suatu hal yang masih terus diusahakan oleh aparat penegak hukum khususnya polisi. Pasalnya dalam rentang waktu bulan Januari hingga bulan Mei 2023, pelanggaran lalu lintas yang terjadi di Indonesia menurut data Korlantas Polri Mencapai angka 140.000.

Tentu hal ini menjadi tugas besar bagi aparat kepolisian di Indonesia, mengingat mereka adalah aspek utama dalam penegakan penertiban lalu lintas. Namun dalam Pelaksanaannya proses penertiban lalu lintas ini selalu memiliki tantangan, Indonesia sendiri kesadaran masyarakat dan rendahnya pemahaman aturan lalu lintas masih menjadi faktor utama terjadinya pelanggaran lalu lintas.

Baca juga: Tata Cara Sidang Tilang dan Penerapan Unsur Acara Persidangan

Selain itu pada faktor penegakan hukum, sering terjadinya pungli (pungutan liar) dalam proses penindakan pelanggaran lalu lintas oleh aparat kepolisian menjadi salah satu penyebab mengapa  penertiban lalu lintas di Indonesia masih mengalami hambatan.

Karena adanya pungli, persepsi masyarakat terhadap suatu pelanggaran lalu lintas menjadi biasa saja. Tidak ada rasa takut dan jera didalam diri mereka karena menganggap setiap pelanggaran bisa diselesaikan dengan cara yang mudah yakni dengan membayar atau menyogok oknum aparatnya.

Namun tidak hanya itu, ada sebagian masyarakat yang merasakan kerugian ketidakadilan karena adanya pungli ini. Masyarakat menganggap aparat tidak menjalankan tugas sebagaimana harusnya, mereka seakan bertindak sewenang-wenang terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas.

Bagaimana tidak? mereka (oknum) bisa saja meminta uang berapapun kepada pelaku pelanggaran lalu lintas dengan dalih pelanggaran yang dilakukannya menempuh kata damai dan penahanan kendaraannya bisa dilepaskan saat itu juga tanpa melalui persidangan.

Tentu hal ini sangat mencederai hukum positif yang berlaku di Indonesia, aparat kepolisian yang harusnya menjadi tokoh utama dalam menegakkan hukum, akan tetapi malah melakukan perbuatan yang sangat bertentangan dengan hukum.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Di beberapa daerah di Indonesia penerapan hukum khususnya tata lalu lintas jalan atau tilang yang masih memakai cara konvensional, terkesan tidak cepat, birokrasi yang kurang jelas terkesan “kuno” dalam pelaksanaannya.

Oleh karena itu mereka mendapat celah untuk melakukan pungli, tilang dengan cara seperti itu memang beresiko tinggi terjadinya Pungli. Apalagi dilakukan terhadap masyarakat awam yang kurang memahami aturan aturan lalu lintas. Perbuatan Pungli ini tidak mencerminkan asas transparan yang disebutkan dalam Bab II Pasal 2 Huruf A UU Nomor 22 th 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

Hal ini tentu rasanya bertolak belakang dengan konsep Presisi Polri yang menjadi slogan dan identitas kepolisian saat ini. Konsep Presisi Polri ini merupakan kebutuhan akan sebuah sistem dalam menyatukan seluruh layanan data, memberikan kemudahan dalam membuat/membangun sebuah layanan baru, mengintegrasikan layanan yang telah ada dan membuat sebuah standarisasi layanan dari hulu hingga hilir.

Tilang Elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement

Pada Era digitalisasi ini setiap lapisan masyarakat, pemerintahan dan terkhusus aparat penegak hukum ini memang sudah seharusnya “melek teknologi ” dan paling penting adalah mengaplikasikan perkembangan teknologi tersebut.

Sebenarnya pada konsep Presisi Polri memang dituntut mengharuskan setiap pelayanan oleh aparat kepolisian dilakukan dengan tepat dan akurat, hal ini tentu memungkinkan untuk dilakukan pada zaman sekarang, mengingat perkembangan teknologi dan pengaruh digitalisasi.

Baca juga: Hukum Berkendara Tanpa SIM (Surat Izin Mengemudi)

Kembali pada konteks lalu lintas, kepolisian memang sudah berupaya melakukan digitalisasi pada proses penilangan melalui penerapan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) atau biasa dikenal dengan sistem Tilang Elektronik (E-Tilang). Tilang Elektronik merupakan penindakan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan yang dilakukan dengan menggunakan peralatan elektronik. Namun belum ada ketentuan UU LLAJ yang mengatur secara spesifik tentang ETLE.

Pada dasarnya ETLE hanya perubahan mekanisme dalam penegakan hukum pelanggaran lalu lintas. Seharusnya dalam proses penegakan hukum ETLE atau Tilang Elektronik ini seharusnya tidak mengalami banyak masalah, karena dalam sistem ETLE ini semua dilakukan secara akurat dalam website ataupun aplikasi elektronik sehinggga hal ini bisa memperkecil peluang oknum polisi untuk melakukan kecurangan seperti Pungli.

Namun dalam Pelaksanaannya ETLE ini juga tidak mudah, diantaranya dalam hal penangkapan pelaku pelanggaran. Sistem ETLE ini menggunakan kamera elektronik yang diletakkan pada tiap titik krusial yang ada di jalan raya. Walaupun terbilang canggih, ETLE ini Masih bisa dikelabui oleh pengendara. Seperti misalnya para pengendara tetap bisa beralih pada wilayah yang belum dipasang kamera ETLE.

Kemudian ETLE ini tidak bisa memberikan sensor yang begitu tepat dalam mendeteksi pelanggar lalu lintas, dalam hal seorang pengendara yang menggunakan sepeda motor bekas dan plat nya belum dibalik nama, dalam hal ini dikhawatirkan kamera mendeteksi plat nomor tersebut dan menindak pelanggaran tersebut kepada pengguna motor yang sebelumnya.

Selain itu pada faktor masyarakat itu sendiri, masyarakat nantinya akan terkesan menggampangkan sistem tilang elektronik ini, karena ia merasa tidak ada oknum polisi yang langsung turun dan memberhentikannya dijalan saat ia melakukan pelanggaran.

Di sisi lain, penerapan tilang elektronik ini belum merata, beberapa polres ataupun polda di wilayah yang ada di Indonesia masih ada yang menerapkan penilangan secara langsung tanpa sistem elektronik, entah memang belum ada kesiapan tersendiri dari kepolisian dan pemerintah di kota tersebut ataupun memang sistem ETLE ini dirasa belum pas jika diterapkan di kota nya.

Penutup

Harapannya, kebijakan tilang elektronik ini perlu diatur secara rinci oleh peraturaran lalu lintas pada negara kita, perlu dibahas juga apakah memang perlu ETLE ini diwajibkan pada setiap Provinsi dan kabupaten yang ada di indonesia.

Saran saya memang sistem ETLE ini masih perlu dilakukan pengembangan dan evaluasi secara berkala, mengingat sistem ETLE ini nantinya memang harus efisien dan akurat dalam penerapannya.

Agar nantinya ETLE atau tilang elektronik yang pada tujuannya untuk membentuk sistem penilangan yang efisiensi, tepat, akurat dan transparan sesuai pengaplikasiannya, serta memberikan dampak baik dalam pengurangan pelanggaran lalu lintas yang ada di Indonesia dan mewujudkan Polri yang presisi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *