Pembahasan
Sejak Indonesia terpapar Corona Virus Disease (Covid)-19, tepatnya pada awal tahun 2020. Banyak sektor yang terdampak, diantaranya ekonomi, sosial, hingga pendidikan. Pemerintah hadir guna menanggulangi penyebaran/penuluran Covid-19yang begitu marak, melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya, namun kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, sering berubah-ubah bahkan tumpang tindih menyebabkan kegaduhan dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah menurun.
Persoalan yang begitu komplek ini terjadi mulai dari tingkat nasional hingga elemen pemerintah yang terendah yakni Desa. Presiden, Gubernur, Bupati, hingga Kepala Desa bahu membahu ikut andil dalam meminimalisir dampak Covid-19 dengan berbagai cara.
Oleh karenanya, dampak Covid-19 yang luar biasa membutuhkan penanggulangan segera, namun di sisi lain negara yang di dalamnya terdapat sistem dan sub sistem yang menyongsong terbentuknya negara yang berdaulat dan tertata perlu untuk tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Merupakan amanat Undang-Undang bahwa setiap 5 tahun sekali baik Presiden, Gubernur, Bupati, maupun Kepala Desa untuk melaksanakan pemilihan umum (PEMILU) guna menentukan siapa Presiden, Gubernur, Bupati atau Kepala Desa selanjutnya yang dipilih oleh masyarakat untuk memimpin jalannya pemerintahan di tingkat wilayah terkait.
Pada kesempatan ini, penulis akan membatasi fokus pembahasan hanya terkait pemilihan kepala Desa dan dengan bertahap fokus pembahasan akan lebih spesifik yakni tentang pemilihan kepala Desa di Kabupaten Sampang, Madura. Terakhir, penulis akan melakukan tinjauan filosofis atas kebijakan yang dikeluarkan oleh Bupati Sampang terkait pemilihan kepala desa di Kab. Sampang tersebut.
Pemerintah yang dalam hal ini oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) paham betul akan situasi di atas, oleh karenanya pada tanggal 09 Agustus 2021 lalu, melalui Surat Edaran Nomor 141/4251/SJ Tentang Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Serentak dan Pemilihan Kepala Desa PAW ditetapkan bahwa pemilihan kepada desa serentak ditunda 2 bulan sejak Surat Edaran itu dikeluarkan, berarti hingga 09 Oktober 2021.
Baca juga: SK Bupati Sampang Picu Aksi Demo
Namun, Bupati Sampang mengamati situasi dan kondisi di Kab. Sampang, akhirnya mengambil kebijakan yang kontroversi, amat berbeda dengan Surat Edaran Mendagri Nomor 141/4251/SJ yakni berdasrkan Surat Keputusan Bupati Sampang Nomor 188.45/272/KEP/434.013/2021 Tentang Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Serentak di Kab. Sampang ditetapkan pada tanggal 30 Juni 2021 menetapkan bahwa pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Serentak di Kabupaten Sampang dilaksanakan pada tahun 2025 yang diikuti oleh 180 Desa.
Dalam pertimbangannya, point b menyatakan bahwa dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa perlu melakukan penegakan protokol Kesehatan untuk mencegah aktivitas yang menimbulkan penyebaran/penularan Corona Virus Disease (Covid-19) yang membahayakan kesehatan masyarakat.
Selain itu, Bupati Sampang telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2021 Tentang Pendoman Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan,, Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala Desa. Berdasarkan PERDA tersebut Bupati Sampang diberikan kewenangan untuk menetapkan waktu penyelenggaraan pemilihan kepala desa serentak di Kabupaten Sampang.
Baca Juga: Pengertian Filsafat Hukum
Analisis Filosofis
Terhadap produk hukum di atas, yaitu SK Bupati Kabupaten Sampang maka, penulis akan melakukan analisis filosofis. Melalui paradigma filosofis ini penulis berharap bisa memberikan saran, kritik, hingga masukan atas SK tersebut. Adapun tujuannya, agar setiap kebijakan khususnya kebijakan pemerintah (Bupati) Kabupaten Sampang dapat mencerminakan kebijaksanaan (Shopis).
Penulis berusaha mengkaji produk hukum tersebut secara radikal, integral, komprehensif, dan sistematik. Serta berpendoman terhadap prinsip-prinsip berfikir filosofis. Sebagaimana pengertian filsafat hukum yakni cara kerja filosofis yang diarahkan secara sadar untuk melakukan refleksi terhadap gejala-gejala hukum.
Baca Juga: Pengertian Akta dan Macam-Macamnya
Terhadap produk hukum di atas, dapat kita pahami bahwa penundaan pemilihan kepala Desa di Kabupaten Sampang ditunda dengan pertimbangan untuk mencegah aktivitas masyarakat yang dapat menimbulkan penyebaran/penularan Corona Virus Disease-2019 yang membahayakan masyarakat. Maka, faktor utama dikeluarkannya produk hukum tersebut ialah mencegah penyabaran Covid-19.
Menurut penulis, produk hukum tersebut sangat riskan, pasalnya kebijakan tersebut tidak dilakukan dengan pengkajian yang komprehensif sehingga banyak aspek-aspek lainnya yang tidak dipertimbangkan seperti aspek politik, sosial, dan yuridis. Penulis akan mencoba membedah dan menganalisis produk hukum tersebut secara bertahap agar mempermudah dalam pengkajian.
Pertama, bahwa sampai saat ini penyebaran covid-19 mengalami gelombang naik turun yang tidak menentu, belum ada alat ukur yang pasti dan akurat untuk menentukan kapan Covid-19 berkahir. Oleh karenanya, penetapan penundaan pemilihan kepala desa hingga tahun 2025 merupakan tindakan yang tidak mendasar. Selain itu, berdasarkan data dari infocovid19.jatimprov.go.id (masyarakat terkonfirmasi Positif Covid-19) Sampang menduduki peringkat ketiga setelah Bangkalan dan Sumenep, dan saat ini berdasarkan sumber yang sama, statur resiko Covid-19 di Jawa Timur ialah berstatus rendah.
Kedua, bahwa selain mempertimbangkan unsur kesehatan sebagaimana dalam pertimbangan SK Bupati Sampang di atas, kebijakan tersebut luput dalam mempertimbangkan usnur lainnya. Misal, penyelenggaran pemilihan kepala desa merupakan ajang pemenuhan hak politik warga negara khususnya masyarakat Sampang maka, penundaan pemilihan kepala desa dengan alasan yang tidak mendasar merupakan perampasan terhadap hak politik masyarakat Sampang.
Ketiga, kebijakan tersebut menyalahi peraturan diatasnya yakni Surat Edaran Mendagri nomor 141/4251/SJ yang menunda pemilihan kepala desa hingga 9 Okotber 2021, sedangkan kebijakan Bupati Sampang hingga tahun 2025. Maka, dapat disumpulkan kebijakan tersebut tidak sistematik dan relevan.
Keempat, Unsur lain yang luput dari pertimbangan Bupati Sampang ialah efektivitas dan efisiensitas berjalannya pemerintahan Desa di Kabupaten Sampang, penundaan pemilihan kepala desa selama 4 tahun memerlukan pengganti kepala desa karena sudah selesai masa jabatannya yakni sekretaris desa atau pelaksana tugas (plt), pengganti tersebut tidak dipilih oleh warga Desa melalui pemilihan sehingga akan menghambat atau kurang maksimalnya roda pemerintahan Desa.
Kelima, berdasarkan prinsip exemplaris kebijakan tersebut telah jauh menyimpang. Contohnya, pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak pada tahun 2020 bulan desember lalu dan yang terbaru pada 10 Oktober 2021 lalu Kabupaten Tangerang sukses menggelar pemilihan kepada desa serentak dengan tetap mematuhi protokol Kesehatan dan akhirnya dinyatakan sukses tanpa membahayakan Kesehatan masyarakat Tangerang.
Demikian analisis filosofis penulis terhadap SK Bupati Sampang tentang Penundaan Pemilihan Kepala Desa Serentak di Kabupaten Sampang. Semoga bermanfaat sobat, jangan lupa share dan komen, Thanks.