Dalam situasi krisis besar yang mengancam stabilitas nasional dan ketertiban umum, stimulus yang mampu diambil sebagai jalan keluar oleh pemerintah ialah pemberlakuan darurat militer. Kebijakan ini dikenal sebagai salah satu bentuk mekanisme penanganan keadaan darurat di mana kekuasaan sipil digantikan sementara oleh militer untuk menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah tertentu maupun nasional. Dalam situasi ini, militer memiliki peran sentral dalam mengendalikan keamanan dan ketertiban, bahkan dapat mengambil langkah-langkah di luar hukum sipil biasa demi mengatasi ancaman yang ada. Namun, penerapan darurat militer sering menimbulkan perdebatan tajam di masyarakat. Ada yang memandangnya sebagai bentuk ancaman terhadap kebebasan dan demokrasi, sementara sebagian lain melihatnya sebagai langkah pemulihan terorganisir demi menjaga ketertiban dan stabilitas negara.
Baca Juga: Negara Hukum Tapi Masih Marak Pelanggaran, Yuk Simak Faktanya Di Indonesia!
Meski demikian, banyak pihak yang menilai darurat militer sebagai ancaman serius terhadap demokrasi dan hak asasi manusia. Dalam masa darurat militer, kebebasan berkumpul, berpendapat, dan bergerak seringkali dibatasi. Hal ini dapat menimbulkan ketakutan dan penindasan terhadap warga sipil. Selain itu, darurat militer memungkinkan militer mengambil tindakan di luar hukum sipil, yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hak asasi manusia. Jika tidak diawasi dengan ketat, darurat militer dapat menjadi pintu masuk bagi rezim otoriter yang mengekang kebebasan politik dan menghilangkan kontrol sipil atas militer.
Sejarah Indonesia sendiri pernah mencatat masa-masa darurat militer yang menimbulkan kontroversi, di mana kekuasaan militer sangat dominan dan berdampak pada kebebasan warga negara. Di sisi lain, darurat militer juga dapat dipandang sebagai langkah pemulihan yang terorganisir dan diperlukan dalam situasi krisis. Dalam kondisi darurat, militer memiliki struktur komando yang jelas dan sumber daya yang memadai untuk mengendalikan situasi dengan cepat dan efektif. Dengan kewenangan yang lebih luas, militer dapat mengambil tindakan tegas untuk mencegah meluasnya konflik atau kerusuhan yang dapat merusak tatanan sosial dan ekonomi. Selain itu, darurat militer memungkinkan pemerintah untuk fokus pada penanganan krisis tanpa terhambat oleh prosedur birokrasi yang panjang, sehingga pemulihan dapat dilakukan lebih cepat.
Baca Juga: Perbedaan Upaya Hukum Biasa Dan Upaya Hukum Luar Biasa
Dalam konteks ini, darurat militer bukanlah bentuk ancaman, melainkan alat yang sah dan strategis untuk mengembalikan ketertiban dan melindungi kepentingan nasional. Kunci utama dalam penerapan darurat militer adalah keseimbangan antara kebutuhan keamanan dan perlindungan hak asasi manusia. Negara harus memastikan bahwa penerapan darurat militer bersifat sementara dan dicabut segera setelah situasi
membaik agar kekuasaan militer tidak berlangsung tanpa batas waktu. Selain itu, pengawasan ketat oleh lembaga sipil seperti parlemen dan lembaga pengawas sangat penting agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Transparansi dan akuntabilitas juga harus dijaga, sehingga pemerintah dan militer bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan selama masa darurat.
Meskipun darurat militer dapat menjadi alat pemulihan, kritik terhadap penerapannya juga sangat penting untuk diperhatikan. Kekuasaan militer yang luas tanpa pengawasan dapat menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia dan penindasan terhadap kelompok tertentu. Darurat militer juga berisiko menghambat proses demokrasi, seperti penundaan pemilihan umum dan pembatasan kebebasan politik. Selain itu, penegakan hukum yang dilakukan militer sering kali tidak transparan dan tidak mengikuti prosedur hukum sipil, sehingga menimbulkan ketidakadilan. Agar darurat militer tidak menjadi ancaman, penerapannya harus disertai
dengan mekanisme pengawasan yang ketat dan batasan waktu yang jelas. Parlemen dan lembaga pengawas harus aktif memantau pelaksanaan darurat militer untuk mencegah penyalahgunaan.
Status darurat harus bersifat sementara dan dicabut segera setelah situasi membaik. Pemerintah dan militer juga wajib memberikan laporan terbuka kepada publik mengenai tindakan yang diambil selama masa darurat. Darurat militer merupakan instrumen yang memiliki dua wajah, yakni sebagai bentuk ancaman terhadap kebebasan dan demokrasi, sekaligus sebagai alat pemulihan terorganisir dalam situasi krisis. Esensi darurat militer sangat bergantung pada bagaimana dan untuk apa status ini diterapkan.
Jika digunakan dengan bijak, dia dapat menjadi solusi efektif untuk menjaga keamanan dan stabilitas negara. Namun, jika disalahgunakan, darurat militer justru dapat merusak fondasi negara hukum dan mengancam hak-hak warga negara. Oleh karena itu, penerapan darurat militer harus selalu diiringi dengan pengawasan ketat dan komitmen kuat terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
Baca Juga: Hukum Positif Indonesia dalam Teori “ Hukum Merupakan Kehendak Etis Umum “ Dari J.J.Rousseau.