Identitas Buku
Judul buku: Peradilan Satu Atap di Indonesia
Pengarang: Dr. Ahmad Mujahidin, SH., MH.
Penerbit: PT Refika Aditama
Kota terbit: Bandung
Tahun terbit: 2007
Jumlah halaman: 244
Sinopsis Buku
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan lembaga peradilan.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut harus diikuti pula reformasi lembaga peradilan sebagai upaya meningkatkan pelayanan jasa hukum termasuk di dalamnya meletakkan posisi Mahkamah Agung sebagai peaksana kekuasaan lembaga peradilan.
Pengaitan pembaruan sistem peradilan dengan pembangunan hukum karena peradilan merupakan pranata hukum yang penting. Argumen lainnya, reformasi peradilan memang harus dilakukan sejalan dengan agenda-agenda pembangunan hukum lainnya.
Pembaruan sistem peradilan menyangkut beragam aspek mulai dari pembenahan administrasi peradilan sampai kepada pengembangan sumber daya manusia korps lembaga peradilan termasuk di dalamnya pengembangan kualitas hakim.
Baca juga: Bentuk Perlindungan Saksi dan Korban di Beberapa Negara
Isi Resensi
Berdasarkan landasan pemikiran yang diuraikan dalam pendahuluan di atas maka pembahasan selanjutnya adalah mengenai Sistem Peradilan Satu Atap di Indonesia yang pada prinsipnya mengkaji permasalahan independensi kekuasaan kehakiman.
Pada buku ini akan membahas bagaimana Sistem Peradilan Satu Atap di Indonesia dari berbagai perspektif yang disajikan dalam beberapa tema.
Pembahasan pertama menjelaskan Independensi dan Akuntabilitas Penerapan Sistem Peradilan Satu Atap. Secara konstitusional maupun yuridis formal eksistensi independensi lembaga peradilan adalah telah diakui secara nyata, namun demikian independensi tersebut bukanlah suatu kebebasan yang tanpa batas artinya dapat berbuat sesuka hati, melainkan suatu kebebasan yang bertanggung jawab.
Akuntabilitas lembaga peradilan tidak dapat dilepaskan dari posisinya sebagai lembaga publik yang bekerja untuk kepentingan, tidak saja bagi kepentingan individu-individu tertentu tapi lebih utama untuk kepentingan publik itu sendiri.
Pembahasan kedua menjelaskan Lembaga Peradilan Menuju Penerapan Sistem Peradilan Satu Atap. Penerapan sistem Peradilan Satu Atap di Indonesia tidak lepas dari konsep Lawrence Meir Friedman tentang “Tiga unsur sistem hukum” yang dikenal dengan “Teori Sistem Hukum” yaitu di antaranya legal structure, legal substance, dan legal culture.
Konsep negara hukum memiliki akar historis dalam perjuangan menegakkan demokrasi karena pengertian negara hukum kerap dijadikan satu istilah yaitu konsep negara hukum yang demokratis.
Alexis de Tocqueville memberikan tiga ciri-ciri pelaksanaan kekuasaan lembaga peradilan yang independent yaitu pertama kekuasaan lembaga peradilan disemua negara merupakan pelaksanaan fungsi peradilan.
Kedua, fungsi lembaga peradilan hanya berlangsung kalau ada kasus pelanggaran hukum yang khusus. Ketiga, kekuasaan lembaga peradilan hanya berfungsi jika diperlukan dalam hal adanya sengketa yang diatur dalam hukum.
Pembahasan ketiga menjelaskan Sejarah Lembaga Peradilan Indonesia yang terdiri dari empat masa yaitu antara lain masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda (1800-1942 M), masa pemerintahan Balatentara Jepang (1942-1945), masa sesudah kemerdekaan Republik Indonesia (1945-1970), dan masa reformulasi kekuasaan lembaga peradilan (1970-1998).
Pembahasan keempat menjelaskan Perjuangan ke Arah Penerapan Sistem Peradilan Satu Atap di Indonesia dalam Sebuah Tuntutan Reformasi Hukum (1998-2004).
Penerapan sistem peradilan satu atap di Indonesia dimaksudkan untuk menjadikan sistem hukum sebagai subjek reformasi didasarkan atas hipotesis bahwa hukum sebagai sarana pengintegrasi yang didayagunakan sebagai alat untuk mempercepat evolusi berupa transisi dari tertib hukum yang bernuansa represif dan otoriter ke arah kehidupan masyarakat yang demokratis, tanpa embel-embel yang penuh dengan nuansa akrobatik politik seperti istilah Demokrasi Terpimpin atau Demokrasi Pancasila dan sebagainya yang dianggap menyesatkan.
Baca juga: Nelayan dan Perlindungan Nelayan Tanggung Jawab dalam Konteks Hukum Laut Internasional
Pembahasan kelima menjelaskan Teknik Organik Penerapan Sistem Peradilan Satu Atap di Indonesia. Tahun 2004 Indonesia memasuki babak baru dalam kehidupan ketatanegaraan yang berkaitan dengan masalah penyelenggaraan fungsi kekuasaan lembaga peradilan.
Berdasar ketentuan Pasal 46 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Mahkamah Agung menyusun organisasi dan tata kerja yang baru di lingkungan Mahkamah Agung paling lambat 12 bulan sejak undang-undang ini diundangkan (sejak 15 Januari Tahun 2004).
Perjuangan penerapan sistem peradilan satu atap di bawah kekuasaan Mahkamah Agung harus melalui perjuangan yang berat dan membutuhkan waktu yang lama.
Pembahasan keenam menjelaskan Prospek Penerapan Sistem Peradilan Satu Atap di Indonesia dan Solusi Pembenahannya.
Perangkat teknis operasional di Mahkamah Agung yang menyangkut masalah struktur organisasi dan mekanisme kerja Mahkamah Agung baik yang menyangkut perangkat bidang yudisial maupun non yudisial harus dikoordinasikan dengan eksekutif.
Menurut kajian sosiologis diperlihatkan adanya kekuatan-kekuatan saling berpengaruh dan berhubungan secara timbal balik di dalam melakukan sebuah perekayasaan masyarakat yang digambarkan oleh Seidman sebagai tiga kekuatan saling berpengaruh secara timbal balik kaitannya degan social engineering.
Pembahasan ketujuh menjelaskan Telaah Kritis Terhadap Peradilan Satu Atap di Indonesia. Penerapan sistem peradilan satu atap di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sistem pengawasan terhadap hakim dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim.
Hakim harus bertanggung jawab kepada diri sendiri, maksudnya segala putusan yang diambil harus berdasarkan nurani yang suci yakni pemikiran logis, niatan yang benar, dan penuh tenggang rasa (tidak semena-mena).
Hakim harus bertanggung jawab kepada masyarakat artinya hakim memutus perkara hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai kesadaran dan keadilan hukum di masyarakat itu sendiri.
Kelebihan
Buku karangan Dr. Ahmad Mujahidin ini sangat cocok untuk mahasiswa terutama mahasiswa fakultas hukum tentang konsep peradilan yang ada di Indonesia.
Selain itu, buku ini sangat lengkap dengan beragam referensi luas dan kemudahan tata bahasa sehingga memudahkan dalam memahami materi yang ada di buku ini.
Dilengkapi juga kata-kata bergaris tebal untuk memudahkan mengingat istilah atau tokoh yang cukup penting dalam mempelajari buku peradilan satu atap di Indonesia.
Kekurangan
Buku ini masih dipenuhi istilah yang cukup asing dengan filosofi yang hanya mampu dipahami oleh orang-orang open minded bahkan dapat dilakukan analisa lebih lanjut mengenai apa yang sudah dibaca.
Baca juga: Asas Hukum Acara Tata Usaha Negara (HATUN)
Penutup
Pertama, harapan dari penerapan sistem peradilan satu atap di Indonesia menuju peran lembaga peradilan yang independent dan bebas dari pengaruh eksekutif dan pihak ekstrayudisial.
Kedua, melakukan pembaruan pembinaan SDM lembaga peradilan.
Ketiga, pembaruan sistem pengawasan yang meliputi beberapa hal yakni pengawasan terhadap hakim, pengawasan terhadap fungsi kepaniteraan, pengawasan bidang kesekretariatan lembaga peradilan.
Keempat, pembaruan sistem informasi dilakukan secara teknologis.
Kelima, melakukan pembaruan kekuasaan lembaga peradilan yang meliputi susunan dan aneka ragam badan peradilan.
Keenam, melakukan pembaruan teknis yudisial lembaga peradilan yang meliputi tata cara melaksanakan fungsi peradilan dan administrasi atau manajemen fungsi peradilan.
Ketujuh, melakukan pembaruan administrasi publik yang efisien dan efektif dalam penyelenggaraan pelayanan kepada publik.