PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia

Resensi Buku: Bagaimana Demokrasi Mati

Bagaimana Demokrasi Mati

Identitas Buku

Judul buku                       : Bagaimana Demokrasi Mati

Penulis                              : Steven Levitsky & Daniel Ziblatt

Penerbit                            : Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit                    : 2019

Tebal Buku                       : 272

Harga Buku                     : 88.000

ISBN                                 : 9786020385044

Ukuran Buku                  : 15 cm x 23 cm

Presensi                            : Rosyiid Raga Wiyana

Isi Resensi

Jalan demokrasi berakhir dengan badan-badan politik yang dijelaskan pada bagian pertama buku ini adalah diadopsinya ruang politisi yang tidak representatif di parlemen sehingga kekuatan non-politik diambil alih oleh kekuatan politik. Di sisi lain, skenario ini berakibat pada kebodohan (elit penguasa akan tertipu oleh sanjungan yang dilantunkan oleh para demagog) dan ada kemungkinan bahwa para pejuang politik jalanan akan mengambil alih.

Kudeta militer mungkin menjadi salah satu alasan yang pertama kali kita duga sebagai penyebab matinya demokrasi, namun Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt berpendapat lain. Menurut mereka, demokrasi bisa hancur bukan hanya karena kudeta militer. Demokrasi perlahan-lahan bisa mati dengan pemilihan pemimpin yang bersifat otoriter, yang ketika berkuasa mengubah aturan main, menyingkirkan pemain oposisi, membatasi kebebasan sipil, dan berkompromi dengan wasit yang menjalankan aturan negara. Mereka juga memberikan contoh pemimpin yang menunjukkan perilaku otoriter. Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt memaparkan empat indikator utama yang menunjukkan pemimpin bersifat otoriter.

Baca juga: Resensi Buku: Antropologi Hukum Indonesia

Pertama, ini adalah tindakan para pemimpin yang menolak mematuhi aturan demokrasi dan bahkan berkomitmen untuk membatalkan konstitusi. Para pemimpin rentan melemahkan atau bahkan mencabut konstitusi nasional.

Kedua, kurangnya legitimasi di pihak lawan, dimana mereka yang berada di puncak menggambarkan lawannya sebagai pihak yang berbahaya bagi keberadaan negara, dan oposisi politik bersalah atas subversi asing dan tindakan kriminal lainnya.

Ketiga adalah anjuran terhadap kekerasan, dimana mereka biasanya mendukung atau menyetujui kekerasan yang dilakukan oleh pendukung-pendukung mereka.

Keempat dan yang terakhir adalah pembatasan terhadap kebebasan sipil termasuk media, dimana mereka cenderung mendukung kebijakan-kebijakan yang membatasi kebebasan sipil, mengancam orang-orang yang mengkritiknya, membatasi protes dan kritik, dan sebagainya.

Pagar Demokrasi Agar Demokrasi Tetap Hidup Dari sekian banyak cara demokrasi yang diterapkan di negara-negara yang telah mencobanya, salah satu elemen yang menarik adalah “Pagar Demokrasi”. Levitsky dan Ziblatt menggambarkan konsep norma sebagai “pagar” yang mengontrol praktik demokrasi pada bagian kelima. Bagian ini merupakan intisari, sebagai respon terhadap bagian “How Democracies Die”. Yang dimaksud dengan norma adalah norma-norma yang tersurat yang berbentuk konstitusi dan tidak tertulis, dalam hal ini kode etik adalah salah satunya. Norma-norma yang tidak tertulis ini sering kali menjadi lebih efektif dan menjadi lebih penting. Pedoman perilaku yang tertulis dan disepakati ini sesungguhnya merupakan pengetahuan umum dalam masyarakat yang dianut, diyakini, dihormati, diterima, dan dipelihara bersama. Dua standar universal yang tidak tertulis dalam penerapan demokrasi adalah toleransi dan kemampuan institusional untuk menahan diri.

Dalam tulisan Levitsky dan Ziblatt, kebiasaan kuno ini digambarkan pada masa sebelum demokrasi didirikan hingga masa ketika praktik tersebut dipraktikkan di Amerika Serikat. Gambaran bagaimana norma-norma tidak tertulis dipraktikkan di Amerika terdapat pada bagian keenam buku yang berjudul “The Unwrite Rules of American Politics” ini. Namun, tidak hanya itu, Levitsky dan Ziblatt juga mencatat bagaimana pelanggaran di bab ketujuh buku bertajuk “Unravel” ini, dan tantangan-tantangannya di bab kedelapan buku bertajuk “The First Year of Trump: Authoritarian Kartu Laporan”.

Kematian demokrasi adalah menjunjung tinggi toleransi dan kesabaran mengendalikan diri. Lembaga negara bukan hanya wadah formalitas tetapi sarana mewujudkan visi demokrasi, yakni kesetaraan, kesatuan, rasa kebebasan, dan tujuan bersama. Sehingga kita mampu hidup sebagai generasi yang tumbuh dalam demokrasi, dan mesti mencegah kematiannya dari dalam. Buku ini menjadi rujukan yang layak bagi studi politik, studi ilmu pemerintahan, dan saja yang mengharapkan demokrasi tidak punah.

Secara isi, buku ini sangat bagus untuk pengetahuan kita tentang bagaimana demokrasi mati. Menurut Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt demokrasi bisa mati itu karena terpilih nya pemimpin-pemimpin yang otoriter dalam suatu negara. Dan pada buku ini ada mereka memiliki gambaran pemimpin yang otoriter.

Baca juga: Resensi Buku: Partai Politik, Uang, dan Pemilu

Kekurangan dari buku ini adalah Cover dari buku ini terlalu simple sehingga banyak pembaca tidak memiliki minat bakat untuk membaca buku ini dan juga banyak kata kata yang rumit sehingga susah untuk dipahamin orang awam yang baru terjun di dunia politik.

Dengan buku ini kita dapat memahami pemimpin pemimpin yang otoriter itu menolak adanya main yang demokratis, dimana mereka cenderung menolak atau bahkan membatalkan konstitusi. Menolak legitimasi lawan politik, dimana mereka cenderung menganggap lawan politiknya adalah ancaman terhadap eksistensi, menuduh lawan politiknya sebagai kriminal, antek asing, dan lain-lain.

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *