PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia

Filsafat Hukum Secara Umum Filsafat Pemilu Bermartabat: Seri Filsafat Pemilu

Filsafat Hukum

Identitas Buku

Judul Buku: Filsafat Hukum Secara Umum Filsafat Pemilu Bermartabat: Seri Filsafat Pemilu                                                 
Penulis: Prof. Dr. Teguh Prasetyo, S.H., M.Si
Penerbit: NUSAMEDIA
Warna: Abu-Abu, Putih, Coklat dan Merah
Edisi: Terbit Digital 2021
Jumlah Halaman: 50 Halaman

Pendahuluan

Dalam negara demokrasi, perubahan dan perkembangan terkait sistem pemilihan umum (pemilu) merupakan hal yang wajar terjadi. Dinamika sistem pemilu di Indonesia tiap tahun dan periodenya memang berubah-ubah, hal itu tentu disesuaikan dengan banyak variabel (pemilih dan yang dipilih, permasalahan yang dihadapi, partai politik dan masih banyak lagi). Namun, pembahasan terkait penundaan pemilu itu merupakan hal yang berbeda.

Pembahasan terkait penundaan pemilu bukanlah bagian dari dinamika pemilu dan demokrasi, tetapi sebagai upaya untuk merobohkan pilar demokrasi. Mengapa?

Buku “Pemilu Bermartabat: Seri Filsafat” karya Prof. Teguh akan menjelaskan, mengapa pemilihan umum (pemilu) penting dalam negara demokrasi, serta menjelaskan pemilu dari sudut pandang filsafat.

Baca juga: Resensi Buku: Dinamika Hukum Adat

Latar belakang Prof. Teguh Prasetyo sebagai akademisi menjadikan pemikirannya akan hukum fokus terhadap nilai-nilai dasar dalam hukum baik dalam praktik maupun teori seperti nilai keadilan dan bermartabat yang berulang kali ditekankan dan dituangkan dalam berbagai tulisan-tulisan Prof. Teguh, salah satunya buku (digital) ini yang berjudul “Filsafat Hukum Secara Umum dan Filsafat Pemilu Bermartabat: Seri Filsafat Pemilu”.

Sempat menjadi Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP), seolah mengonfirmasi bahwa independensi dan pemikiran Prof. Teguh sangat dibutuhkan dan bermanfaat, terlebih dalam penyelenggaraan pemilu yang semua dituangkan dalam buku ini.

Buku ini seperti dengan judulnya, bertujuan untuk memahami pemilu di Indonesia baik dari segi hakikat hingga sebagai suatu sistem yang seharusnya, tentu dengan menggunakan filsafat sebagai pisau analisisnya.

Ada dua hal penting yang ditekankan dalam buku ini:

  1. Pemilu sebagai suatu sistem yang bersandar pada aturan tertulis.
  2. Pemilu sebagai gambaran demokrasi dan kedaulatan rakyat.

Isi Resensi

Diawal bab buku ini, penulis menjelaskan terkait filsafat sebagai suatu kegiatan berpikir. Maksudnya, berfilsafat atau berpikir secara kefilsafatan dicirikan sebagai berpikir radikal (dalam konteks positif) yang artinya berpikir sampai ke akar-akarnya (sampai ke hakikat, esensi atau substansi). Ini lah yang berusaha penulis jelaskan diawal bab sebagai aspek ontologi.

Filsafat pemilu yang dimaksudkan dalam buku ini adalah filsafat yang sesuai dengan jiwa bangsa (volksgeist) Indonesia.

Jiwa bangsa Indonesia adalah suatu konsep yang merujuk pada sesuatu yang sangat abstrak, namun dalam keadilan bermartabat sebagai suatu teori hukum, jiwa bangsa dapat dirasakan, dapat dipahami secara konkret, atau apa yang dalam ilmu disebut empirik.

Dalam sub bahasan yang berbeda namun tetap pada bab yang sama, penulis juga menjelaskan terkait “sistem: sebagai suatu kharakteristik dalam filsafat pemilu”.

Penulis menjelaskan bahwa undang-undang tentang pemilihan umum itu pada hakikatnya adalah gabungan dari filsafat pemilu, filsafat hukum, dan ilmu pemilu.

Sehingga penulis berpendapat bahwa filsafat pemilu dan undang-undang pemilu, merupakan bentuk manifestasi dari ilmu yang dalam praktiknya diharapkan memberi manfaat bagi manusia dalam bermasyarakat.

Baca juga: Resensi Buku: Teori Res Ipsa Loquitur Dalam Pembuktian Bidang Perdata

Analisis Filsafat terhadap Pemilu Sebagai Sistem

Sistem pemilu dalam buku ini dapat dipahami sebagai undang-undang pemilu. Menurut penulis, sistem ini berangkat dari suatu pemahaman akan suatu nilai atau unsur terpenting, unsur esensial dalam demokrasi, suatu nilai yang disebutkan penulis sebagai virtue dalam hukum ketatanegaraan, yaitu “asas kedaulatan rakyat”. Sehingga, dengan demikian pertanyaan diawal terkait eksistensi pemilu telah dijawab oleh buku ini.

Dilanjutkan, menurut penulis kedaulatan rakyat pada hakikatnya menunjuk pada suatu pemegang kuasa. Maksudnya, pemegang kekuasaan yang tertinggi di bawah atau menurut hukum adalah “rakyat” itu sendiri.

Ditangan rakyat, akan muncul pilihan-pilihan baik buruknya suatu kehidupan bernegara yang akan mereka jalani, rakyat menentukan tujuan apa yang hendak mereka capai, bagaimana pemerintahan dijalankan dan semua itu bersandar pada peraturan yang mereka tetapkan.

Prof. Teguh juga menjelaskan secara umum dalam buku ini, bahwa pemahaman terkait kedaulatan rakyat seperti yang dipaparkan sebelumnya, bukan hal yang bisa dengan mudahnya diterapkan atau diberlakukan.

Sebagai perbandingan, filsuf Plato yang membayangkan negara atau kota yang jumlah penduduknya tidak sebanyak Indonesia saat ini, terlebih pemisah antar pulau yang cukup jauh.

Menurut penulis menjadi hal yang mustahil meminta pendapat rakyat seorang demi seorang secara langsung, setiap harinya dalam menentukan arah pemerintahan jalannya pemerintahan, dan ini hanya salah dua dari banyak pertimbangan lainnya.

Sehingga, muncullah kemudian gagasan tentang pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilakukan secara perwakilan, yang dijelaskan penulis dalam buku ini sebagai semangat perwakilan dalam kedaulatan rakyat dengan konsep demokrasi perwakilan (representative democracy), atau demokrasi tidak langsung (indirect democracy).

Filsafat pemilu memandang bahwa wakil rakyat yang telah dipilih secara sah dapat menjalankan kekuasaan dan kewenangan mereka untuk bertindak atas nama rakyat, hal inilah kemudian yang kadang dilupakan oleh mereka-mereka yang terpilih.

Sebagai sarana demokrasi, pemilu juga dapat diartikan sebagai tenggat waktu. Artinya, pemilu tidak dilaksanakan setiap waktu tapi dilaksanakan dalam waktu yang telah ditentukan oleh hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penulis menjelaskan bahwa secara filsafati terkait tenggat waktu dimaksudkan karena pendapat rakyat tidak selalu sama dengan jangka waktu yang panjang.

Filsafat pemilu juga menilai bahwa pemilu sebagai hak asasi warga yang sangat prinsipil. Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak asasi, maka suatu keniscayaan bagi pemerintah untuk melaksanakan pemilu, sesuai dengan asas di dalam hukum, bahwa rakyatlah yang berdaulat, maka semua harus dikembalikan kepada rakyat.

Baca juga: Resensi Buku: Cyber Law Aspek Data Privasi Menurut Hukum Internasional, Regional, dan Nasional

Kelebihan dan Kelemahan 

Kelebihan dan kekurangan buku ini adalah terlihat bahwa penulis berusaha untuk memberikan pemahaman dengan mudah kepada pembacanya bahwa filsafat mudah untuk dipahami dan praktis.

Meskipun seperti kebanyakan buku filsafat yang menggunakan istilah atau pengertian yang agak rumit, namun dengan mengangkat beberapa contoh sejarah penulis menyederhanakan pengertian-pengertian yang coba penulis sampaikan kepada pembaca.

Respon (2)

  1. Terimakasih untuk pinter hukum artikel nya bisa menjadi literasi bagi kami mahasiswa FH untuk mengerjakan tugas dan menambah wawasan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *