PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia
Dialog  

Hukum Adat dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Avatar of Pinter Hukum
hukum

Daftar Isi

Pertanyaan

Selain hukum positif dan hukum Islam, hukum adat juga menempati hukum yang diakui di Indonesia, lalu bagaimanakan kedudukanya dalam hierarki peraturan yang ada di Indonesia?

Jawaban

Pengantar

Keanekaragaman sosial, politik, budaya, dan hukum di tengah masyarakat Indonesia dalam bingkai masyarakat multikultural merupakan suatu anugerah bangsa Indonesia untuk saling berbagi dan memberi dalam bingkai diversifikasi kultural.

Masyarakat yang beragam tersebut tidak mampu melepaskan kehadiran nilai, norma, kaidah, ataupun pedoman berperilaku individu di tengah masyarakat. Variabel normatif tersebut diakomodasi di dalam suatu konsep hukum yang secara umum tidak tertulis dan hidup serta berlaku di tengah masyarakat.

Hal tersebut tentu memberikan konsep keberagaman hukum yang berlaku dan diakui pula di tengah masyarakat Indonesia, ditunjukkan dengan beragamnya konsepsi hukum adat dan aktualisasinya di masing-masing wilayah masyarakat hukum adat.

Baca juga:Peran Polisi, Jaksa, Hakim, Advokat, dan KPK dalam Proses Penegakan Hukum di Indonesia, Apasih Perbedaannya?

Pengertian Hukum Adat

Hukum adat diperkenalkan pertama kali oleh Snouck Hurgronje dengan istilah (adatrecht) sebagai rangkaian sistem hukum yang berlaku bagi bumiputera (orang Indonesia asli) dan orang timur asing pada masa Hindia Belanda.

Secara konsep umum, hukum adat dapat dipahami sebagai hukum yang hidup di tengah masyarakat Indonesia, serta berlaku di tengah masyarakat hukum adat tersebut. Setiap hukum adat memiliki konsepsi pengaturan yang berbeda di setiap wilayah hukum adat, tetapi memiliki akar konsep yang sama.

Eksistensi hukum adat di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diakomodasi di dalam Pasal 18B ayat (2), yakni:

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hakhak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang”

Pencantuman secara expressive verbis (pencantutan pasal) di dalam konstitusi mengenai hukum adat merupakan suatu rekognisi eksistensi masyarakat hukum adat beserta hak konstitusionalnya.

Hal tersebut dimaknai sebagai perlindungan eksistensi masyarakat hukum adat beserta segala hal yang hidup di dalam masyarakat hukum adat itu sendiri, termasuk hukum adat beserta segala ketentuan strukturisasinya.

Hierarki Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan perundang-undangan di Indonesia mengenal yang namanya
perjenjangan atau hierarki. Ketentuan tersebut dapat diidentifikasi di dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Di dalam pasal tersebut terdapat beberapa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Hierarki tersebut terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Di dalam perjenjangan atau hierarki tersebut penting untuk diketahui bahwa kekuatan hukum peraturan perundang-undangan yang disebutkan berlaku sesuai dengan hierarkinya dan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Analisis Kedudukan Hukum Adat

Secara a quo terhadap analisis yuridis-normatif berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat diidentifikasi bahwa hukum adat tidak diakomodasi secara formil normatif di dalam Pasal 7 UU a quo mengenai klasifikasi vertikal hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memiliki kekuatan hukum mengikat.

Akan tetapi, eksistensi hukum adat diberikan kapasitas mengikat secara yuridis di dalam peraturan perundang-undangan, kebiasaan, putusan hakim, dan doktrin ahli.

Kesimpulan

Oleh sebab itu, di dalam poin kesimpulan dapat disimpulkan bahwa kedudukan hukum adat di dalam sistem hukum nasional memiliki kedudukan konstitusional berimbang dengan ketentuan sistem hukum lain dan berlaku sama dan seimbang.

Akan tetapi, dapat dipahami terdapat perbedaan mendasar pada hierarki peraturan perundangundangan dengan ketentuan hukum yang berlaku pada umumnya bahwa terdapat perbedaan berkaitan dengan aspek keberlakuan, bentuk, dan sifat mengikatnya. Hukum adat secara formal-yuridis tidak diakomodasi di dalam aturan perjenjangan atau hierarki menurut Pasal 7 UU a quo.

Namun, Sudah menjadi barang tentu nilai-nilai yang menjadi pondasi utama hukum adat harus senantiasa dilestarikan dan dijaga di dalam segala bentuk strukturisasi konsepsi hukum adat itu sendiri, hal tersebut merupakan bagian instrumen sebagai wujud pengendalian pelestarian ketentuan hukum adat beserta hak konstitusional yang bersangkutan dan beririsan dengan hukum adat itu sendiri.

Sumber Referensi:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

I Gede A.B. Wiranata, Hukum Adat Indonesia Perkembangan Dari Masa Kemasa (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2005).

Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Edisi Revisi (Bandung: Masdar Maju, 2014).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *