PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia
Dialog  

Mengenal Deelneming, Concursus, dan Klachtdelict dalam Hukum Pidana Indonesia

Mengenal Deelneming, Concursus, dan Klachtdelict dalam Hukum Pidana Indonesia

Daftar Isi

Pertanyaan

Kak izin bertanya, apakah ada di Indonesia satu kasus yang mencakup tentang deelneming, concursus, dan klachtdelict?

Jawaban

Menjawab pertanyaan sobat, penulis akan menjelaskan secara terstruktur mencakup pembahasan mengenai deelneming, concursus dan klachtdelict beserta contoh kasus yang terjadi di Indonesia.

Baca juga: Apakah Dalam Hukum Adat, Hak Atas Tanah dan Hak Atas Rumah Berbeda?

  • Deelneming (Penyertaan Tindak Pidana)

Dalam hukum pidana, penyertaan (deelneming) adalah suatu istilah hukum yang berarti pada pembantuan dan keikutsertaan seseorang dalam melakukan suatu kejahatan tindak pidana. artinya pada saat terjadinya suatu tindak pidana, seseorang tidak selalu bekerja sendiri. Seringkali suatu tindak pidana dilakukan oleh adanya beberapa pelaku atau dari seseorang, hingga orang lain dapat melakukan kejahatan itu.

Bentuk-bentuk penyertaan termaktub dalam Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum pidana (KUHP) Indonesia.

Pasal 55 KUHP masuk dalam bab V KUHP dikenal sebagai pasal sapu jagat yang dapat menghempas siapa saja yang patut diduga terlibat dalam melakukan suatu tindak pidana. Berikut bunyi dan isi pasal 55 KUHP adalah:

(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:          

  1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan.
  2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

Membaca bunyi pasal diatas, dapat kita kritisi bersama bahwa dalam hukum pidana telah mengatur tentang perbuatan penyertaan yang terbagi menjadi 3, yaitu orang yang menyuruh melakukan (medepleger), orang yang melakukan (pleger) dan yang turut terlibat melakukan perbuatan tindak pidana.

Namun, lain halnya jika seseorang melakukan perbuatan persiapan saja atau bentuk perbuatan yang bersifat hanya menolong, maka seseorang yang menolong itu tidak masuk dalam kategori medepleger. Orang tersebut akan dihukum sebagai “membantu melakukan” (medeplichtige) seperti yang termaktub dalam pasal 56 KUHP. Berikut bunyi dan isis pasal 56 KUHP yaitu:

Dipidana sebagai pembantu kejahatan:

  1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
  2. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

Lalu apakah ada contoh kasus mengenai bentuk penyertaan (deelneming) di Indonesia? Tentu ada. Sobat bisa mengamati pada kasus yang tengah hangat diperbincangkan yaitu kasus pembunuhan brigadir J, salah satu pelaku pembunuhan tersebut yakni Bharada Eliezer dijerat Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 dan 56 KUHP dalam penyertaan keterlibatan pembunuhan brigadir J.

Baca juga: Presidential Threshold: Sejarah Ambang Batas Pencalonan dari Pemilu ke Pemilu

  • Concursus (Perbarengan Tindak Pidana)

Selanjutnya, istilah concursus dalam hukum pidana diartikan sebagai gabungan tindak pidana dalam waktu tertentu seseorang telah melakukan beberapa tindak pidana yang dimana tindakan tersebut belum ada putusan dan dakwaan sekaligus.

Pengertian lebih jelas mengenai Concursus (gabungan tindak pidana) dalam KUHP diatur pada Pasal 63 sampai dengan Pasal 71 dengan mencakup beberapa kategori, seperti perbarengan peraturan (Concursus Idealis) yang termaktub dalam Pasal 63 KUHP, perbuatan berlanjut (Delictum Continuatum/Voortgezette Handeling) yang dijelaskan dalam Pasal 64 KUHP dan perbarengan perbuatan (Concursus Realis) yang terdapat dalam Pasal 65 sampai Pasal 71 KUHP.

Untuk lebih memahami, penulis akan menyertakan contoh kasus pembunuhan Brigadir J yang dilakukan oleh lima tersangka yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf. Menurut penulis, kasus tersebut merupakan bentuk perbarengan perbuatan (Concursus Realis), karena ciri bentuk perbarengan perbuatannya sama persis seperti yang didefiniskan pada Pasal 65 KUHP berbunyi:

(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.

(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang diancam terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.

  • Klachtdelict (Delik Aduan)

Pembahasan terakhir dalam perkara pidana, suatu proses perkara dapat dilakukan berdasarkan pada deliknya. Terkait dengan hal tersebut, delik terbagi menjadi dua jenis yaitu delik biasa dan delik aduan.

Baca juga: Fungsi Ratifikasi Dalam Penyelesaian Konflik Internasional

Delik biasa atau delik yang bukan delik aduan adalah suatu proses perkara yang dapat diproses langsung oleh penyidik tanpa adanya persetujuan dari pihak yang dirugikan atau si korban. Lebih jelasnya, tanpa adanya pengaduan terlebih dahulu atau sekalipun korban telah mencabut laporannya, penyidik tetap mempunyai kewajiban untuk memproses melanjutkan perkara tersebut. Contoh kasus delik biasa, seperti delik pencurian, penggelapan dana, korupsi, pembunuhan, dan lain-lain.

Baca juga: Hukum Acara Perdata Menurut Para Ahli

Sedangkan klachtdelict atau biasa disebut dengan delik aduan adalah delik yang hanya bisa diproses jika ada laporan atau pengaduan dari orang yang menjadi korban tindak pidana. Pengertian ini diperjelas oleh E. Utrecht dalam Hukum Pidana II mengatakan bahwa dalam delik aduan, penuntutan terhadap delik tersebut hanya bisa digantungkan melalui persetujuan dari korban atau yang dirugikan. Dalam hukum pidana, delik aduan diatur dalam Pasal 75 KUHP, berbunyi:

“Barangsiapa yang memasukkan pengaduan, tetap berhak untuk mencabut kembali pengaduannya itu dalam tempo tiga bulan sejak hari memasukannya.”

Artinya dalam delik aduan, seseorang yang dirugikan atau korban dapat mencabut laporan apabila telah terjadi suatu perdamaian di antara korban dan terdakwa. Contoh delik aduan seperti Perzinahan yang diterangkan dalam Pasal 284 ayat (2) dan (4) KUHP, pencemaran nama baik yang diterangkan pada Pasal 310 ayat (1) KUHP dan lain-lain.

Sumber:

  • Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum pidana (KUHP)
  • Pasal 63 sampai dengan Pasal 71 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
  • Pasal 75 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Respon (2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *