PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia

3 Aturan Hukum Tentang Pengawasan dan Pengelolaan Pasir Laut

Avatar of Pinter Hukum
Pasir Laut

Pasir Laut: Pengawasan dan Pengelolaan

Pasir laut adalah salah satu sumber daya alam yang melimpah di Indonesia. Negara ini memiliki banyak pantai, sungai, dan danau yang menghasilkan pasir dalam jumlah besar. Pasir umumnya digunakan dalam berbagai industri, seperti konstruksi, produksi kaca, dan industri manufaktur lainnya. Indonesia telah lama menjadi salah satu eksportir pasir terbesar di dunia Pasir alam yang kaya akan mineral ini sering diekspor ke negara-negara seperti Japan, Germany, dan Thailand.

Permintaan yang tinggi terutama berasal dari industri konstruksi yang pesat di negara-negara tersebut. Salah satu pertimbangan utama mengapa ekspor pasir terus dilakukan adalah potensi keuntungannya. Indonesia dapat memperoleh pendapatan yang signifikan melalui penjualan pasir alam ke luar negeri.

Hal ini dapat memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian negara, termasuk penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan daerah. Namun, ekspor pasir juga menimbulkan berbagai dampak negatif yang harus diperhatikan. Salah satunya adalah degradasi lingkungan. Penambangan pasir yang tidak terkendali dapat menyebabkan erosi pantai, kerusakan terumbu karang, dan hilangnya habitat bagi berbagai spesies laut. Ini juga dapat berdampak negatif terhadap mata pencaharian nelayan yang menggantungkan hidup mereka pada sumber daya laut.

Selain itu, ekspor pasir juga dapat berdampak pada ketahanan pangan dan keamanan pangan. Pasir merupakan komponen penting dalam pembentukan tanah subur. Ketika pasir diekspor dalam jumlah besar, tanah pertanian di daerah pesisir dapat kehilangan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.

Hal ini dapat mengurangi produktivitas pertanian dan mengancam ketahanan pangan dalam jangka panjang. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah berusaha mengatur dan mengontrol ekspor pasir. Beberapa kebijakan diterapkan untuk membatasi jumlah pasir yang dapat diekspor dan memastikan keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam.

Tujuannya adalah untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan memastikan keberlanjutan ekspor pasir di masa depan. Namun, pelaksanaan kebijakan tersebut tidak selalu berjalan mulus. Ada laporan tentang perdagangan pasir ilegal yang terus berlanjut di berbagai daerah di Indonesia. Perdagangan ilegal ini melibatkan oknum-oknum yang mengabaikan aturan dan memperoleh keuntungan pribadi tanpa memperhatikan dampak lingkungan dan keberlanjutan sumber daya alam.

Ekspor pasir laut dari seluruh Indonesia dihentikan untuk sementara oleh pemerintah dengan mengeluarkan Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 89/MPP/Kep/2/2002, Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor SKB.07/MEN/2002 dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01/MENLH/2/2002 yang kemudian digantikan dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 117/MPP/Kep/2/2003 tentang penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut dari Seluruh Wilayah Indonesia. (Purwaka, 2014)

3 Aturan Hukum Pengawasan dan Pengelolaan Pasir Laut

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara

Selaras dengan Peraturan Pemerintah diatas, dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 mengatur tentang Izin Usaha Pertambangan, Izin Usaha Pertambangan adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan, sebagaimana pada pasal 10 ayat 4 PP No 26 tahun 2023 “Izin usaha pertambangan untuk penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dijamin penerbitannya oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang mineral dan batubara atau gubernur sesuai dengan kewenangannya setelah melalui kajian oleh tim kajian dna memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Sedangkan pasal 1 ayat 13c, disebutkan Izin Pengangkutan dan Penjualan adalah Izin Usaha yang diberikan kepada perusahaan untuk membeli, mengangkut, dan menjual komoditas tambang Mineral atau Batubara. Berdasarkan SNI 6728.4 tahun 2015 tentang  penyusunan neraca spasial sumber daya dan cadangan mineral dan batubara kelompok dan klasifikasi sumber daya mineral dan batubara berdasarkan jenis usaha pertambangan, Pasir Laut termasuk ke dalam pertambangan batuan (Ayuni, 2020). Kewenangan diberikan kepada Menteri untuk memberikan penerbitan Izin Usaha Pertambangan melalui kajian-kajian agar memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Salah satu aspek penting yang diatur dalam undang-undang ini adalah tentang Izin Usaha Pertambangan (IUP). Penanggungjawab IUP adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Menteri ESDM bertanggung jawab dalam memberikan izin, pengawasan, dan pengendalian terhadap kegiatan pertambangan. Selain itu, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 juga menekankan perlunya perlindungan lingkungan dalam kegiatan pertambangan. Badan Geologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan lembaga teknis lainnya bertanggung jawab dalam melakukan penilaian dampak lingkungan, penelitian, pengawasan, dan pemantauan terhadap kegiatan pertambangan.

Undang-undang ini juga mengatur mengenai pertanggungjawaban sosial dan kegiatan reklamasi pasca-tambang. Perusahaan tambang harus memenuhi persyaratan dan melakukan kegiatan reklamasi untuk mengembalikan lingkungan yang terkena dampak pertambangan. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, pemerintah berusaha meningkatkan pengelolaan sumber daya mineral dan batubara yang lebih berkelanjutan serta melindungi kepentingan masyarakat dan lingkungan. Menteri ESDM dan berbagai lembaga terkait bertanggung jawab dalam menjalankan peraturan ini guna mencapai tujuan tersebut.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2002 Tentang Pengendalian Dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut

Peraturan ini mendefenisikan Pasir laut adalah “bahan galian pasir yang terletak pada wilayah perairan Indonesia yang tidak mengandung unsur mineral golongan A dan/atau golongan B dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan”. Pengawasan pengusahaan pasir laut adalah suatu kebijakan yang ditetapkan untuk mengatur dan memantau aktivitas penambangan pasir laut di wilayah Indonesia.

Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi dan melestarikan ekosistem laut serta sumber daya alamnya. Dalam keputusan ini, ditetapkan bahwa pengusahaan pasir laut harus memenuhi persyaratan izin yang ditetapkan oleh pemerintah. Izin tersebut diberikan berdasarkan kajian dampak lingkungan, kesesuaian rencana pengusahaan dengan tata ruang wilayah, serta kepentingan ekonomi dan sosial masyarakat setempat.

Pengawasan terhadap pengusahaan pasir laut dilakukan oleh instansi pemerintah yang berwenang, yang bertugas memastikan bahwa kegiatan tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Selain itu, keputusan ini juga mengatur tentang penentuan besaran produksi dan tarif pungutan retribusi atas pengusahaan pasir laut.

Dengan diterapkannya keputusan ini, diharapkan pengusahaan pasir laut dapat dilakukan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab, menghindari kerusakan lingkungan dan memperhatikan kepentingan masyarakat. Melalui pengendalian dan pengawasan yang ketat, diharapkan sumber daya pasir laut dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa mengorbankan kelestarian ekosistem laut.

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 Pengelolaan Hasil Sedimentasi Di Laut, dalam Bab IV tentang Pemanfaatan pasal 9 ayat 2 “Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut berupa pasir laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk:

  1. reklamasi di dalam negeri;
  2. pembangunan infrastruktur pemerintah;
  3. pembangunan prasarana oleh Pelaku Usaha; dan/atau
  4. ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Melihat hal tersebut, bahwa Pelaku Usaha (Badan Usaha atau orang perseorangan) yang ingin melakukan kegiatan ekspor, wajib menyampaikan laporan kegiatan kepada Menteri setiap 3 bulan sejak Pelaku Usaha memulai kegiatan Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut dan Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut Pasal 21 Ayat 1 dan 2 PP Nomor 26 Tahun 2003. Lanjut, bentuk laporan tersebut ialah:

  1. Lokasi dan Volume Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut dan Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut;
  2. Kapal isal dan/atau kapal pengangkut Hasil Sedimentasi di Laut yang digunakan;
  3. Waktu Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut dan Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut;
  4. Negara atau tujuan penempatan dan
  5. Realisasi pembayaran PNBP dan pungutan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada peraturan ini juga memuat adanya CSR, tidak lain di dalam pasal 11 huruf a Pelaku Usaha dalam melakukan Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut wajib menjamin dan memperhatikan: a. keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat di sekitar lokasi pembersihan;

Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa hasil sedimentasi di laut dikelola dengan baik dan berkelanjutan. PP ini menetapkan langkah-langkah pengelolaan, termasuk pengumpulan, pengolahan, dan pemanfaatan hasil sedimentasi. Tujuan utamanya adalah untuk melindungi dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di laut dengan efisien dan berkelanjutan. Dalam PP ini, diatur tentang kewajiban bagi pihak-pihak terkait untuk melaporkan dan mendapatkan izin dari pemerintah dalam melakukan kegiatan pengelolaan hasil sedimentasi.

Baca juga: Berita Terkini

Pemerintah juga mengatur tentang tata cara pengelolaan, pemantauan, dan pengendalian terhadap kegiatan tersebut. Melalui PP ini, diharapkan pengelolaan hasil sedimentasi di laut dapat dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan, pelestarian lingkungan, dan kepentingan masyarakat. Kebijakan ini juga bertujuan untuk mendorong penggunaan hasil sedimentasi dalam berbagai sektor, seperti pembangunan infrastruktur, reklamasi, dan pengembangan pantai, dengan tetap menjaga keseimbangan ekosistem laut.

Dengan penerapan PP Nomor 26 Tahun 2023, diharapkan pengelolaan hasil sedimentasi di laut dapat dilakukan secara terkoordinasi, transparan, dan berkelanjutan, sehingga sumber daya alam laut dapat dimanfaatkan dengan bijak dan berdampak positif bagi pembangunan negara.

Kesimpulan

Pasir adalah salah satu sumber daya alam yang melimpah di Indonesia dan memiliki potensi ekonomi yang signifikan melalui ekspor. Namun, ekspor pasir juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti degradasi pantai, kerusakan terumbu karang, dan hilangnya habitat laut. Selain itu, ekspor pasir juga dapat berdampak pada ketahanan pangan dan keamanan pangan karena pasir merupakan komponen penting dalam pembentukan tanah subur.

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan untuk mengatur dan mengontrol ekspor pasir guna mengurangi dampak negatif dan memastikan keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam. Namun, masih terjadi perdagangan pasir ilegal yang mengabaikan aturan dan merugikan lingkungan serta keberlanjutan sumber daya alam. Dalam tinjauan yuridis, dijelaskan bahwa terdapat Keputusan Presiden dan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pengendalian, pengawasan, dan pengelolaan pasir laut serta hasil sedimentasi di laut.

Penerbitan izin usaha pertambangan, izin pengangkutan dan penjualan, serta pengawasan dilakukan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan instansi terkait. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara merupakan landasan hukum yang mengatur Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan menekankan perlindungan lingkungan dalam kegiatan pertambangan. Dalam menjalankan peraturan tersebut, Menteri ESDM dan lembaga teknis lainnya bertanggung jawab dalam penilaian dampak lingkungan, pengawasan, dan pemantauan terhadap kegiatan pertambangan. Kesimpulannya, pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan pengelolaan sumber daya pasir laut dan hasil sedimentasi di laut dengan memperhatikan keberlanjutan, perlindungan lingkungan, dan kepentingan masyarakat melalui peraturan dan kebijakan yang ditetapkan.

Daftar Pustaka

Ayuni, W. Q. (2020). Dampak Penambangan Pasir Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di Kecamatan Surakarta Kabupaten Tasikmalaya, http://repository.upi.edu/id/eprint/57584, 23.

Purwaka, T. H. (2014). Peluang Menurut Unclos dan Hukum Positif Indonesia untuk membuka kembali eksporpasir laut ke Singapura. Dinamika Hukum, 2.

Berdasarkan data yang saya ambil dari bps.go.id, untuk Kode HS (2505900000) dari tahun 2015-2016 negara tujuan adalah Japan,Germany, Thailand. (Sumber: https://www.bps.go.id di akses pada 2023_06_17T13_25_18_145Z).

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *