PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia

Anomali Carok dalam Lingkup Tradisi Madura Serta Eksistensi Hukum di Kalangan Gen Z

Carok

Tragedi Sampang berdarah yang terjadi pada Minggu (17/11/2024) yang berlokasi di Desa Ketapang Laok, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur yang menewaskan satu korban jiwa. Setiap tahun tragedi carok di Madura pasti terjadi di beberapa wilayah Madura, hal ini adalah salah satu tradisi bagi masyarakat setempat.

Baca juga: Perbedaan Alat Bukti dan Barang Bukti dalam Perkara Pidana

Seiring berkembangnya zaman yang mana banyak sekali masyarakat setempat yang kurang memahami dari definisi carok. Mungkin sebagian dari mereka terutama di kalangan Gen Z & Gen Alpha carok itu adalah suatu pertikaian yang menggunakan sajam berupa celurit. Definisi yang sebenarnya carok adalah pertikaian antara satu lawan satu untuk mempertahankan harga diri dan martabat. Biasanya hal ini terjadi karena adanya konflik seperti perselingkuhan, merebut harta warisan dan konflik yang mengakibatkan turunnya harga diri.

Mungkin banyak sekali di kalangan Gen Z yang berada di Pulau Garam terkait dampak dan akibat dari kasus tersebut. Hal ini bukan mengartikan bahwa Masyarakat setempat tidak mengetahui atau minimnya pendidikan, aka tetapi di sebabkan dari faktor lingkungan yang memprovokasi karakter diri mereka. Perlu kita ketahui dampak dari carok ini bukan hanya sekedar hilangnya satu atau dua nyawa yang melayang. Banyak sekali dampaknya seperti pembentukan moral bagi kalangan remaja, stres psikologi yang mengakibatkan gangguan jiwa sehingga prustasi, keamanandan dampak buruk lainnya.

Eksistensi hukum di kalangan masyarakat mungkin beraneka ragam, ada yang berfikiran ketika aku carok maka sudah pasti akan di penjara. Jika kita mentelaah lebih dalam lagi yang mana pembentukan karakter dapat kita ubah dengan menggunakan beberapa cara seperti meningkatkan norma-norma dalam kehidupan. Sebagian pelaku carok setelah melakukan pertikaian mereka langsung menyerahkan diri kepada pihak yang berwenang, hal ini di karenakan karena rasa tanggung jawab pelaku atas tindakannya.

Hukum tetaplah hukum, Meskipun pelaku tetap menyerahkan diri pihak berwenang juga harus memberikan sanksi yang sesuai dengan Pasal 338 KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana) apabila korban meninggal dunia dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun dan Pasal 351 KUHP apabila korban mengalami luka. Dalam penegakan kasus ini pihak berwenang harus memberikan sanksi seadil adilnya tanpa harus memandang bulu. Lalu apakah dengan adanya aturan ini kasus carok bisa di minimalisir ? Jelas tidak, saya sebagai masyarakat Madura yang berkelahiran dari Pulau garam justru pemerintah harus memberikan zona merah untuk meminimalisir kasus ini, karena kasus ini akan terus berkelanjutan dan bisa bertambah akibat anomali carok di kalangan masyarakat setempat.

Baca juga: Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana

Hukuman yang berat kurang efektif bagi masyarakat, jika pemerintah terus menilai carok adalah suatu tradisi dari Madura maka pemerintah harus mengubah hal tersebut agar tidak terjadi kejadian serupa. Mungkin dengan adanya edukasi &  sosialisasi, baik dari pihak kepolisian yang terus menjaga ketertiban suatu daerah sekaligus memantau, peran guru dan orang tua sebagai pembentukan moral karakter pada kalangan siswa, orang tua sebagai garda terdepan untuk mengawasi anak dalam berprilaku, Mengadakan kegiatan seperti pencegahan dan pembelajaran tentang hukum.

Perlu di ingat juga, bahwa bukan hanya pelaku yang harus di kenakan hukuman, tapi beri sanksi hukuman juga kepada provokator yang membuat timbulnya suatu pertikaian. Saya sebagai Gen Z dapat menyimpulkan bahwa carok ini sulit terjadi antara sesama Gen Z. Pertikaian ini biasanya sering terjadi di kalangan orang tua. Lantas mengapa kita harus mencegah di kalangan Gen Z? karena pembentukan karakter pada Gen Z dapat di ubah dengan mudah dengan adanya niat dan antusias kita untuk mengubah kebiasaan buruk menjadi baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *