PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia

Bentuk Kelembagaan Negara Indonesia Pasca Amandemen

Avatar of Pinter Hukum
islam
Lembaga negara pasca amandemen

Perubahan UUD 1945 merupakan salah satu tuntutan yang paling mendasar dari gerakan reformasi. Perubahan dilakukan dengan berpedoman kepada kesepakatan dasar arah perubahan UUD 1945 yang dibuat oleh seluruh fraksi MPR pada Sidang Tahunan MPR 1999, yaitu :

1. Sepakat untuk tidak mengubah pembukaan UUD 1945

2. Sepakat untuk mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia

3. Sepakat untuk mempertahankan sistem presidensil

4. Sepakat untuk memindahkan hal-hal normatif yang ada dalam penjelasan UUD 1945 kedalam pasal-pasal UUD 1945

5. Sepakat untuk menempuh cara adendum dalam melakukan amandemen terhadap UUD 1945.

UUD 1945 mengalami amandemen sebanyak empat kali. Amandemen yang pertama disahkan pada Sidang Tahunan MPR pada tanggal 21 Oktober 1999 yang meliputi pasal 5 ayat (1), pasal 7, pasal 9, pasal 13 ayat (2), pasal 14, pasal 15, pasal 17 ayat (2) dan (3), pasal 20 dan pasal 22 UUD 1945.

Berdasarkan ketentuan pasal-pasal yang diubah, perubahan pada UUD 1945 yang pertama ini mengarah pada pembatasan kekuasaan presiden dan memperkuat kedudukan Dewan Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga legislatif.

Amandemen kedua ditetapkan pada Sidang Tahunan MPR pada tanggal 18 Agustus 2000 yang meliputi pasal 18, pasal 18A, pasal 18B, pasal 19, pasal 20 ayat (5), pasal 20A, pasal 22A, pasal 22B, Bab IXA, pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Bab XII, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, Pasal 36C UUD 1945.

Perubahan kedua ini meliputi masalah wilayah negara dan pembagian pemerintah daerah, menyempurnakan perubahan pertama dalam hal memperkuat kedudukan DPR dan ketentuan-ketentuan yang terperinci tentang HAM.

Amandemen ketiga ditetapkan pada 9 November 2001 yang mengubah dan menambah ketentuan-ketentuan pasal 1 ayat (2) dan (3), pasal 3 ayat (1), (3), dan (4), pasal 6 ayat (1) dan (2), pasal 6A ayat (1), (2), (3), dan (5), pasal 7A, Pasal 7B ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7), pasal 7C, Pasal 8 ayat (1) dan (2), pasal 11 ayat (2) dan (3), pasal 17 ayat (4), Bab VIIA, Pasal 22C ayat (1), (2), (3) dan (4), pasal 22D ayat (1), (2), (3) dan (4).

Bab VIIB, Pasal 22E ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6), pasal 23 ayat (1), (2), dan (3), pasal 23A, Pasal 23C, Bab VIIIA, Pasal 23E ayat (1), (2), dan (3), pasal 23F ayat (1) dan (2), pasal 23G yat (1) dan (2), pasal 24 ayat (1) dan (2), pasal 24A ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), pasal 24B ayat (1), (2), (3), dan (4), pasal 24C ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6) UUD 1945.

Perubahan ketiga pada UUD 1945 ini meliputi ketentuan tentang prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan negara, kelembagaan negara, dan hubungan antar lembaga negara, serta ketentuan-ketentuan tentang pemilihan umum.

Dan amandemen ke empat ditetapkan pada 10 Agustus 2002 meliputi pasal 2 ayat (1), pasal 6A ayat (4), pasal 8 ayat (3), pasal 11 ayat (1), pasal 16, pasal 23B, Pasal 23D, Pasal 24 ayat (3), Bab XIII, Pasal 31 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), pasal 32 ayat (1), (2), (3), dan (4), Bab IV, Pasal 33 ayat (4) dan (5), pasal 34 ayat (1), (2), (3), dan (4), pasal 37 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), aturan peralihan pasal II dan III, Aturan tambahan pasal I dan II UUD 1945.

Perubahan pada UUD 1945 ini meliputi ketentuan-ketentuan tntang kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, penghapusan Dewan Pertimbangan Agung, ketentuan tentang pendidikan dan kebudayaan, ketentuan tentang perekonomian dan kesejahteraan sosial, aturan peralihan, serta aturan tambahan.

Sebelum perubahan, UUD 1945 terdiri dari 71 butir ketentuan. Sedangkan setelah perubahan UUD 1945 terdiri dari 199 butir ketentuan.

Baca juga: Bentuk Kelembagaan Negara Indonesia Pasca Amandemen

Baca juga:Pengertian Negara dan Asas Hukum

1. Pengertian Lembaga Negara

Istilah “lembaga-lembaga negara” tidak dijumpai dalam UUD 1945. Tetapi lembaga-lembaga negaradikukuhkan penggunaannya dalam Ketetapan No. XX/MPRS/1966 (Lihat TAP MPR No. VI/MPR/1973dan TAP MPR No. III/MPR/1978).

Lembaga-lembaga negara yang dimaksud adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Dewan Pertimbangan Agung, dan Mahkamah Agung. Dengan demikian, lembaga negara adalah badan yang diatur dalam UUD 1945 yang kewenangannya diberikan oleh UUD.

Dalam Undang-undang Nomor 24C Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi perubahan ketiga UUD 1945, salah satu kewenangan MK yang ditentukan dalam pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menjelaskan bahwa untuk memutuskan sengketa kewenangannya antar lembaga negara yang kewenangannya diatur dalam UUD.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “lembaga” dalam contoh frasa yaitu lembaga pemerintahan yang diartikan “badan-badan pemerintahan dalam lingkungan eksekusif”Sedangkandalam pemerintahan negara, lembaga adalah badan-badan yang dilingkungan eksekusif, legislatif dan yudikatif.

Lembaga negara merupakan lembaga pemerintah negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas dan wewenangnya sudah diatur secara tegas dalam Undang-Undang Dasar.

2. Lembaga-lembaga Negara

Secara keseluruhan UUD 1945 telah mengalami amandemen sebanyak empat kali, begitupun dengan lembaga-lembaga negara juga mengalami perubahan.

Berikut ini adalah lembaga-lembaga negara setelah UUD 1945 mengalami perubahan atau amandemen, sebagai berikut: 

a. Majelis Permusyawaratan Rakyat

Terdapat dua perubahan mendasar pada MPR setelah perubahan UUD, yaitu perubahan susunan keanggotaan serta perubahan kewenangan MPR, yang berimplikasi pada perubahan dalam tata hubungannya dengan lembaga-lembaga negara yang lainnya.

Pertama, secara keanggotaan, MPR terdiri dari anggota Dewan Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Permusyawaratan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum.

Dan secara total, keanggotaan 550 anggota DPR dan 132 anggota DPD. Kedua, implikasi pada kewenangan.

Filosofi kewenangan MPR,sebagaimana tercermin dalam perubahan pasal 1 ayat(2), yaitu “kedaulatan ditangan rakyat dan dijalankan menurut UUD”, Artinya kewenangan MPR bukan lagi sebagai pelaksana rakyat sepenuhnya karena kedaulatan rakyat dilakukan menurut UUD 1945 melalui lembaga-lembaga negara.

Secara jelas Pasal 3 Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan tugas dan wewenang MPR, yaitu :

• Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar (Ayat 1)

• Melantik Presiden dan wakil presiden (Ayat 2)

• Memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya menurut UUD (Ayat 3)

b. Dewan Perwakilan Rakyat

Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum dengan susunan yang diatur melalui Undang-Undang. Hal tersebut menunjukkan keanggotaan DPR melalui pemilihan dan tidak ada lagi yang melalui pengangkatan. Selain itu, DPR harus bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

Berdasarkan Pasal 20A ayat (1) menyatakan, DPR merupakan perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara yang memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.

• Fungsi legislasi yaitu fungsi untuk membentuk undang-undang yang dibahas dengan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.

• Fungsi anggaran, yaitu fungsi untuk menyusun dan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) bersama presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD

• Fungsi Pengawasan, yaitu fungsi untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UUD RI 1945, undang-undang, dan peraturan pelaksanaannya.

Tugas dan wewenang DPR telah diatur dalam pasal 20 UUD 1945, sebagai berikut:

➢ DPR mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang

➢ Setiap RUU dibahas oleh DPR dan presiden untuk mendapat persetujuan bersama

➢ Jika RUU tidak mendapat persetujuan bersama, maka RUU tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.

➢ Presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama untuk menjadi UU.

➢ Dalam RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan ole presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

Dalam melakukan tugas dan wewenangnya, berdasarkan Pasal 20A Ayat (2) UUD 1945 jo. Pasal 27 UU No. 22 Tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD menyatakan sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPR memiliki tiga hak, yaitu : hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat.

c. Dewan Perwakilan Daerah

DPD memiliki kedudukan yang sama dengan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Perbedaannya pada penekanan posisi anggota DPD sebagai wakil dan representasi dari daerah.

Pembentukan DPD sebagai salah satu institusi negara bertujuan memberi kesempatan pada orang-orang daerah untuk ikut serta mengambil kebijakan dalam tingkat nasional, khususnya yang terkait dengan kepentingan daerah.

Untuk melaksanakan demokrasi secara nyata dan utuh, mengenai keanggotaan DPD Pasal 22C UUD 1945 pasca-amandemen menetapkan, bahwa anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilu, anggota DPD dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah dari seluruh anggota DPD itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR, susunan dan kedudukan DPD Diatur dalam UU.

Baca juga: Mengetahui Sederet Tugas DPR Beserta Wewenangnya

Dan untuk tugas dan wewenang DPD telah diatur pada Pasal 22D UUD 1945, diantaranya adalah:

• DPD dapat mengajukan kepada DPR rancanganUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan serta pemekaran dan penggabungan daerah, dan pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi

• DPD ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan sumber daya ekonomi, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU anggaran pendapatan dan belanja negara, dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

• DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan SDA dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti.

d. Presiden dan Wakil Presiden

Perubahan UUD 1945 yang cukup signifikan dan mendasar bagi penyelenggara demokrasi yaitu pemilihan presidan dan wakil presiden secara langsung. Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu.

Dari pasal-pasal UUD 1945 dan penjelasannya dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem pemerintahan yang dianut UUD 1945 adalah sistem presidensial. Jadi, presiden berfungsi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

Tugas dan wewenang presiden, diantaranya adalah :

• Memegang kekuasaan pemerintahan menurut

• Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

• Mengajukan RUU kepada DPR.

• Menetapkan Peraturan Pemerintah.

• Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri.

• Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain melalui persetujuan DPR.

• Mengangkat duta dan konsul dengan memperhatikan pertimbangan DPR.

• Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA.

e. Badan Pemeriksaan Keuangan

Setelah UUD diamandemen, kelembagaan BPK diatur tersendiri dalam Bab VIIIA tentang Badan Pemeriksaan Keuangan yang terdiri dari tiga pasal, yaitu pasal 23E, Pasal 23F, dan pasal 23G.

 Dengan adanya ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 ini diharapkan kedudukan BPK semakin kuat, serta lembaga ini semakin optimal dalam melakukan tugas pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. Serta diharapkan meningkatkan transparansi dan tanggungjawab keuangan negara.

Menurut Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, menyimpulkan tugas pokok BPK ada 3 fungsi, yaitu :

• Fungsi operatif, yaitu melakukan pemeriksaan, pengawasan dan penelitian atas penguasaan dan pengurusan keuangan negara.

• Fungsi yudikatif, yaitu melakukan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi terhadap bendaharawan dan pegawai negeri, bukan bendaharawan yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, menimbulkan kerugian besar bagi negara.

• Fungsi rekomendatif, yaitu memberi pertimbangan kepada pemerintah tentang pengurusan keuangan negara.

f. Mahkamah Agung

Mahkamah Agung adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang dalam melaksanakan tugasnya, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengauh lainnya.

MA memiliki posisi yang sangat strategis terutama pada bidang hukum dan ketatanegaraan sebagai berikut: menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang dan berbagai kekuasaan atau kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang. 

Badan peradilan di lingkungan MA, yaitu badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan milier, dan lingkungan peradilan tata usaha negara.Mahkamah Agung secara normatif sebagai lembaga negara diatur dalam pasal 24A.

g. Mahkamah Konstitusi

Dalam konteks ketatanegaraan MK dikontruksikan sebagai berikut : sebagai pengawal konstitusi yang berfungsi menegakkan keadilan konstitusional ditengah kehidupan masyarakat, MK bertugas mendorong dan menjamin agar konstitusi dihormatidan dilaksanakan oleh semua komponen negara secara konsisten dan bertanggungjawab, dan ditengah kelemahan sistem konstitusi yang ada, MK berperan sebagai penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup dan mewarnai keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat.

Keberadaan MK memiliki arti penting dan peranan strategis dalam perkembangan ketatanegaraan dewasa ini karena segala ketentuan atau kebijakan yang dibuat penyelenggara negara dapat diukur dalam hal konstitusional atau tidak oleh Mahkamah Konstitusi.

Wewenang Mahkamah Konstitusi secara khusus diatur dalam pasal 24C ayat (1) UUD 1945 jo. Pasal 10 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003. 

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut maka setiap putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, artinya dalam hal pelaksanaan kewenangan ini tidak ada mekanisme banding atau kasasi terhadap putusan yang dibuat MK untuk perkara-perkara yang berkenaan dengan kewenangan tersebut.

h. Komisi Yudisial

Dalam konteks ketatanegaraan KY mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui pencalonan hakim agung, melalukan pengawasan terhadap hakim yang transparan dan partisipatif guna menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat serta perilaku hakim.

Keberadaan KY secara normatif sebagai lembaga negara diatur dalam Bab IX tentang kekuasaan kehakiman pada Pasal 24B UUD 1945.

 Dalam ketentuan-ketentuan pada Pasal 24B, Komisi Yudisial memiliki dua wewenang utama, yaitu mengusulkan pengangkatan hakim agung dan menjaga serta menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim.

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *