Childfree dalam Perspektif Hukum Islam
Childfree adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang memilih untuk tidak memiliki anak, baik dengan sengaja atau karena alasan lain. Kata “childfree” dibedakan dari “childless,” yang menggambarkan seseorang yang tidak memiliki anak tetapi mungkin ingin memilikinya.
Pilihan untuk menjadi childfree bisa berasal dari berbagai alasan, seperti tidak ingin menanggung tanggung jawab orang tua, ingin menghabiskan waktu dan uang untuk diri sendiri atau pasangan, memiliki karir yang menuntut, atau karena alasan kesehatan atau keuangan.
Meskipun ini adalah pilihan yang sah, masih ada stigma sosial yang melekat pada orang-orang yang memilih untuk menjadi childfree, terutama bagi perempuan.
Kehadiran anak dalam suatu keluarga, bagi sebagian orang adalah hal dinanti-nantikan. Kehadirannya merupakan anugrah dari Allah swt yang tak ternilai, dan sebagaimana pemberian Allah swt yang lain, kehadiran anak harus dijaga dengan penuh rasa tanggungjawab.
Tentu untuk memiliki keturunan atau anak diperlukan usaha, baik dengan bantuan medis ataupun tidak, menjadi hal yang mustahil seseorang mengandung atau memiliki keturunan tanpa didasarkan keingin dari suami istri untuk memiliki anak.
Menurut penulis, pilihan untuk ingin memiliki keturunan atau tidak, merupakan pilihan tanggungjawab bukan pilihan kebahagiaan. Mereka yang memilih untuk memiliki anak, telah mengambil tanggungjawab dan mengubah status mereka menjadi ayah dan ibu. Berbanding terbalik dengan mereka yang tidak menginginkan keturunan.
Baca juga: Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Secara Hukum
Bagi yang mengidam-idamkan keturunan/anak, hadirnya anak merupakan kebahagian tersendiri meskipun tidak selalu berjalan mulus dan menyenangkan.
Perlu dihadirkan kasih dan sayang dalam merawat dan membesarkan anak, bahkan dalam kelahiran seorang anak ada doa dan harapan yang menyertai.
Memilih untuk tidak ingin memiliki keturunan (Childfree), menganggap kebahagian mereka yaitu tidak memiliki anak itu sendiri, mereka merasa cukup bahagia untuk sampai pada status mereka sebagai suami dan istri saja. Sehingga, yang menjadi pembeda diantara keduanya adalah soal pilihan tanggungjawab.
Namun, bolehkah seseorang memilih untuk tidak memiliki keturunan (Childfree) dalam perspektif hukum Islam?
Kedudukan Anak dalam Islam
Dalam Al-Qur’an dan Hadits yang menjadi dasar rujukan umat islam, kedudukan anak dapat dilihat dalam 4 perspektif, yaitu:
-
Anak sebagai Penenang Hati
Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Al-Furqan ayat 74:
وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
Artinya:
“Dan, orang-orang yang berkata, “Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami penyejuk mata dari pasangan dan keturunan kami serta jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
Baca juga: Dampak Hukum Bagi Pengguna Narkoba dalam Masyarakat
Ulama tafsir menyebutkan, qurrata a’yun dalam ayat tersebut diartikan sebagai anak-anak yang saleh, taat kepada Allah, berbakti kepada orang tua dan bermanfaat bagi sesama dalam kebaikan.
Untuk mencapai tingkatan ini, tentu dibutuhkan perjuangan yang luar biasa dari orang tua untuk mendidik, membina serta mendoakan anak.
-
Anak sebagai Perhiasan Dunia
Dalam Q.S Al-Kahfi ayat 46:
اَلْمَالُ وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَالْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ اَمَلًا
Artinya:
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, sedangkan amal kebajikan yang abadi (pahalanya) adalah lebih baik balasannya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
Anak diibaratkan sebagai perhiasan dunia bagi orang tua. Layaknya perhiasan, semua orang menginginkan, maka harus dijaga sebaik-baik mungkin.
Keberadaannya semata-mata hanya untuk ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah swt, tidak untuk yang lain. Memberikan haknya sebagai anak karena perintah Allah swt, mendidik dan menyayanginya seluruhnya diorientasikan hanya karena Allah swt.
Itulah mengapa berlebihan terhadap segala sesuatu termasuk anak dan harta juga tidak diperbolehkan, bisa jadi sesuatu yang berlebihan itu mengantarkan seseorang pada kelalaian hingga melupakan hakikat dari penciptaannya.
-
Anak sebagai Fitnah atau Ujian
Dalam surah At-Thaghabun ayat 15 yang berbunyi:
اِنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْمٌ
Artinya:
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu). Di sisi Allahlah (ada) pahala yang besar.”
Seperti yang dikatakan sebelumnya, harta dan anak harus diorientasikan hanya kepada Allah swt, mengharapkan ridhonya untuk mendapat pahala di sisi Allah swt.
Meskipun terkadang kehadirannya menjadi cobaan bagi orang tua, namun sungguh pahala yang besar telah menanti atas kesabaran dalam mendidik dengan kasih dan sayang.
-
Anak menjadi Musuh
Seorang anak tidak hanya dapat mengantarkan orang tuanya ke surga bahkan memudahkannya, namun bisa jadi penghalang orang tuanya bahkan mengantarkannya ke neraka. Surah At-Thaghabun ayat 14, menjelaskan hal demikian.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ مِنْ اَزْوَاجِكُمْ وَاَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوْهُمْۚ وَاِنْ تَعْفُوْا وَتَصْفَحُوْا وَتَغْفِرُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka, berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Jika kamu memaafkan, menyantuni, dan mengampuni (mereka), sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Sebagian ahli tafsir menerangkan bahwa musuh yang dimaksud adalah pihak-pihak menjadi penghalang mereka menuju Allah swt. merintangi jalan ketaatan. Maka berhati-hatilah dan tetap teguh dijalan Allah swt.
Sehingga, anak bisa jadi memudahkan kita menuju surga namun, bisa juga menjadi penghalang, bahkan sebaliknya sebagai anak yang menjerumuskan orang tuanya dalam api neraka.
Hal ini juga dapat menggambarkan peran penting orang tua untuk mengemban tanggungjawab atas pilihan dan pemberian Allah swt.
Anak yang dalam didikan, bimbingan dan tanggungjawab orang tua dengan baik disertai doa, akan menghasilkan anak shaleh/shaleha yang dapat mengantarkan orang tuanya menuju surga.
Sebagaiman amalan yang tidak akan terputus. Selain berdampak bagi orang tuanya, anak atau generasi yang baik juga akan mengantarkan negara dalam kemakmuran.
Hukum Islam: Tidak Ingin Memiliki Keturunan (Childfree)
Meskipun dalam Al-Qur’an tidak jelaskan secara spesifik larangan dan hukum untuk tidak ingin memilik keturunan (Childfree). Namun ulama berpendapat bahwa, anak adalah pemberian Allah swt, tidak boleh menolak pemberian Allah swt. padahal dia mampu untuk menerimanya. Berbeda hukumnya dengan mereka yang menunda untuk memiliki keturunan.
Baca juga: Hukum Berhubungan Suami Istri di Malam Takbiran Idul Adha
Selain itu salah satu tujuan pernikahan adalah memiliki keturunan yang berkualitas dan akhlak yang baik. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya terkait, kedudukan anak, tanggungjawab orang tua dan disertai doa akan menghasilkan anak yang berkualitas.
Anak yang berakhlak baik dan berkualitas, selain berdampak kepada orang tua, juga berdampak pada bangsa dan negaranya. Selain itu suami istri yang tidak ingin memiliki keturunan (Childfree) juga melewatkan pahala yang besar di sisi Allah swt.
Sumber Referensi
Al-Qur’an
Fadhillah, Eva. “Childfree dalam Perspektif Islam”, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 3, Juni 2021
Wijaya, M Tatam. 4 Posisi Anak dalam Al-Qur’an: Penyejuk, Perhiasan, Ujian hingga Musuh. NuOnline. Diakses: pada 17 Februari 2023.