PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia

Hukum Berpuasa di Hari Raya

Avatar of Pinter Hukum
Berpuasa di Hari Raya

Baca juga: Pandangan 4 Mazhab: Membayar Utang Puasa Ibu Hamil dan Menyusui

Larangan untuk Berpuasa di Hari Raya

Puasa menjadi salah satu ibadah yang termasuk dalam rukun islam ketiga, adapun puasa yang hukumnya wajib dilaukan seperti puasa ramadhan, ataupun puasa yang hukumnya sunnah seperti puasa asyura, ayyamul bidh, arafah, dan puasa sunnah lainnya. Namun bagaimana jika salah satu rukun islam tersebut dilarang untuk dilakukan, hal ini terjadi apabila berpuasa di waktu hari raya.

Hari raya yang dimiliki umat Islam ialah Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, namun hukum berpuasa di Hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha yaitu haram, yang dimana apabila seseorang berpuasa di hari tersebut maka akan mendapatkan dosa. Hukum tersebut ditinjau dari Al-Quran dan hadist yang menunjukkan bahwasanya walaupun adanya kewajiban untuk beribadah, namun ibadah tersebut harus tetap dilakukan berkiblat pada apa yang telah ditentukan.

HR Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan Nasa’I menjelaskan “bahwasanya Rasulullah melarang berpuasa pada dua hari itu. Sebab, hari raya idul fitri merupakan dimana kalian harus berbuka setelah berpuasa, sedangkan hari raya dul adha agar kalian dapat memakan hasil ibadah qurban.

Kemudian pada buku oleh sayyid sabiq yang berjudul Fikih Sunnah jilid 2 yang menjelaskan bahwa hukum berpuasa di Hari Raya adalah haram. Hal ini juga didasari oleh kesepakatan para ulama bahwa hukum berpuasa di Hari Raya adalah haram.

Baca juga: Hukum Puasa Ramadhan Bagi Orang yang Sudah Sangat Tua: Wajibkah?

Keadaan Luar Biasa dan Izin Berpuasa di Hari Raya

Lantas bagaimana apabila terdapat keadaan luar biasa untuk berpuasa di Hari Raya, seperti puasa seseorang yang bernazar. Melaksanakan nadzar adalah sebuah kewajiban, apakah hal tersebut yang menjadikan kebsahan berpuasa di hari raya?

Pada dasarnya, nadzar harus dilaksanakan sesuai waktunya. Namun dalam hal ini, apabila tidak ada waktu yang ditentukan maka boleh melaksanakan puasa untuk menunaikan nazar tersebut kapan saja, kecuali pada saat hari raya idul fitri dan idul adha, juga pada hari tasyriq dan ramadhan. Hal ini telah disepakati para ulama.

Contohnya seseorang bernazar apabila ia bisa berkurban maka ia bernazar di dalam hatinya untuk berpuasa dan melaksanakannya. Bernadzar untuk waktu di hari raya hukumnya tidak boleh atau haram dan tidak sah, hal ini juga dijelaskan pada kitab Al-fiqhul Islami Wa Adillatuhu Juz 3. Puasa nazar menjadi wajib hukumnya karena hal ini dihitung sebagai janji, apabila tidak menunaikan puasa tersebut maka seseorang tersebut harus membayar kafarat. Dasar hukum pada kasus ini termaktup di dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 89:

لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللّٰهُ بِاللَّغْوِ فِيْٓ اَيْمَانِكُمْ وَلٰكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُّمُ الْاَيْمَانَۚ فَكَفَّارَتُهٗٓ اِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسٰكِيْنَ مِنْ اَوْسَطِ مَا تُطْعِمُوْنَ اَهْلِيْكُمْ اَوْ كِسْوَتُهُمْ اَوْ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ ۗفَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ ۗذٰلِكَ كَفَّارَةُ اَيْمَانِكُمْ اِذَا حَلَفْتُمْ ۗوَاحْفَظُوْٓا اَيْمَانَكُمْ ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Artinya: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Barangsiapa tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasalah tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah. Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan hukum-hukum-Nya kepadamu agar kamu bersyukur (kepada-Nya).”

Baca juga: Hukum Puasa bagi Ibu Hamil atau Menyusui di Bulan Ramadhan

Hikmah dari Larangan Berpuasa di Hari Raya

Hari raya menjadi hari kemenangan bagi umat muslim, yang dimana hari raya tersebut dirayakan dengan kembali “buka puasa”. Tidak jarang kita mendengarkan bahwa hari raya merupakan hari makan dan bersenang-senang.

Larangan berpuasa di hari raya menjadi bentuk perwujudan rasa syukur kepada Allah SWT. Seperti pada hari raya Idul Fitri, setelah sebulan penuh menahan lapar dan haus, Allah membolehkan umat Islam untuk makan dan minum. Kemudian, hal ini juga selaras dengan larangan berpuasa di Hari Idul Adha atau bisa dikatakan Hari Raya Kurban, yang di mana dalam anjurannya untuk menikmati daging yang disembelih pada hari itu.

 

Referensi:

Buku

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 2, Jakarta: Jakarta Pena Pundi Aksara, 2006

Zuhaili, Wahbah Abdul Hayyie al-Kattani, Fiqih islam wa adillatuhu Jilid 3: Puasa, I’tikaf, zakat, haji, umroh, Jakarta: Gema Insani, 2011

Website

Farah Ramadanti, Puasa di Hari Idul Fitri 1 Syawal, Bolehkah?, detikhikmah, diakses pada 17 Juli 2023

Winda Oktavia, Bolehkah Berpuasa Saat Hari Raya Idul Fitri? Ini Hukumnya, Tempo Ramadhan, diakses pada 17 Juli 2023

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *