Daftar Isi
ToggleDaftar Isi
Pertanyaan
Apa itu restorative justice? dan bagaimana eksistensinya di dalam Peraturan di Indonesia?
Jawaban
Restorative Justice di Indonesia
Beberapa dekade terakhir, restorative justice telah memainkan peran penting dalam perdebatan reformasi dan penelitian terkait hukum pidana.
Lahirnya restorative justice merupakan suatu resolusi dalam penyelesaian suatu perkara yang bertujuan untuk menciptakan harmonisasi di dalam masyarakat.
Dalam konteks hukum pidana, restorative justice menawarkan perspektif baru dalam melihat penyelesain kasus pidana yang tidak melibatkan negara sebagai aktor utama dalam penyelesaiannya, melainkan menekankan keterlibatan para pihak, seperti korban, pelaku, dan pihak ketiga sebagai mediator untuk mencari penyelesaian dari perkara yang dihadapi.
Baca juga: Negara Hukum Tapi Masih Marak Pelanggaran, Yuk Simak Faktanya Di Indonesia!
Secara konsepsi, restorative justice sudah dikenal sejak tahun 1970-an di negara-negara anglo saxon, terutama Canada. Konsep restorative justice berakar dari pelaksanaan upaya penyelesaian perkara pidana di luar peradilan yang dikenal dengan victim offender mediation (VOM).
Upaya sejenis ini ternyata dirasa tepat dan berkembang pesat di berbagai negara Eropa dan kawasan Pasifik, seperti Australia, Inggris, Wales, dan New Zealand.
Indonesia pun nyatanya tidak luput dari dampak perkembangan restorative justice yang begitu pesat. Indonesia telah mengenal konsep restorative justice melalui Nota Kesepakatan Bersama yang ditandatangani oleh pimpinan Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kepolisian Republik Indonesia dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia pada tanggal 17 Oktober 2012.
Nota Kesepakatan tersebut mengatur mengenai penyelesaian perkara pidana melalui prinsip keadilan restoratif atau yang juga dikenal dengan istilah restorative justice.
Baca juga: Syarat Tindak Pidana Dapat Diselesaikan Dengan Restorative Justice
Konsep restorative justice kembali diperkuat dengan hadirnya Peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (“Perja 15/2020”) dan Peraturan Polri No. 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif (“Perpol 8/2021”).
Kedua peraturan tersebut mengemukakan definisi yang serupa terkait restorative justice, yaitu upaya penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, serta pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
Terlepas dari definisi normatif yang dikemukakan dalam peraturan perundang-undangan, Tony F. Marshall mendefinisikan restorative justice sebagai sebuah proses dimana semua pihak bertemu untuk menyelesaikan akibat yang timbul dari suatu perkara demi kepentingan di masa depan.
Di sisi lain, kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, menyatakan bahwa restorative justice merupakan suatu model penyelesaian perkara yang diungkapkan karena sistem peradilan pidana yang saat ini hanya berorientasi pada pembalasan sehingga menimbulkan banyak permasalahan.
Baca juga: Fakta Mengerikan Apabila Masyarakat Hidup Tanpa Hukum
Hadirnya restorative justice nyatanya merupakan implementasi dari Sila ke-4 Pancasila yang mengajarkan nilai-nilai musyawarah untuk mencapai mufakat yang berlandaskan semangat kekeluargaan.
Oleh sebab itu, penyelesaian melalui restorative justice menekankan sifat kebersamaan dan perdamaian dengan melibatkan seluruh stakeholders.
Dengan hadirnya restorative justice, paradigma peradilan pidana di Indonesia yang bercirikan keadilan retributif atau pembalasan lama-kelamaan akan terhapus.
Terlebih lagi Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah mengakomodir gagasan restorative justice dengan diperkenalkannya sistem pidana berupa hukuman kerja sosial dan hukuman pengawasan sehingga pada akhirnya restorative justice memberi perhatian secara berimbang kepada kepentingan korban, pelaku, dan masyarakat.
Kesimpulan
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa restorative justice berkedudukan sebagai upaya alternatif dalam penyelesaian perkara pidana yang bertujuan untuk menginklusifkan proses peradilan pidana yang semula hanya berorientasi kepada keadilan retributif menjadi keadilan berimbang yang memperhatikan kepentingan setiap pihak yang terlibat.
Dengan upaya demikian, diharapkan dapat tercapainya penyelesaian perkara yang adil dan berimbang dalam pelaksanaan peradilan pidana di Indonesia.
Sumber Referensi:
Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Peraturan Polri No. 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif .
Eva Achjani, “Implementation of Restorative Justice Principles in Indonesia: A Review.” International Journal of Science and Society 2, 2020.
Arifin, Alif Wisuda, Pujiyono dan Nur Rochaeti. “Implementasi Konsep Restorative Justice sebagai Upaya Menanggulangi Overcapacity Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Semarang.” Diponegoro Law Journal 11, 2022.
Gude, Alejandra Diaz dan Iván Navarro Papic. “Restorative Justice and Legal Culture.” Criminology & Criminal Justice 20, 2020.
Hasibuan, Lidya Rahmadani, et.al. “Restorative Justice sebagai Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.” USU Law Journal 3, November 2015.
Rado, Rudini Hasyim dan Nurul Badilla. “Konsep Keadilan Restoratif dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu.” Restorative Justice 3, November 2019.