PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia

Implementasi Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting Melalui Standar Pangan di Desa

Stunting

Pendahuluan

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, oleh karena itu, industri pangan merupakan industri yang akan selalu tumbuh, paling tidak mengikuti pertumbuhan penduduk. Tidak heran jika industri pangan, terutama industri skala kecil bermunculan untuk memenuhi permintaan tersebut. Proses pengolahan pangan pada umumnya tidak memerlukan tingkat teknologi dan penguasaan ilmu pengetahuan yang rumit.

Oleh karena itu hampir semua orang dapat memulai usaha atau industri pangan ini. Negara juga memiliki kewajiban dalam mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang.

Dari hasil pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2016 menunjukkan sekitar 14,9 persen dari 26.537 sampel pangan tidak memenuhi syarat karena penyalahgunaan bahan berbahaya, cemaran mikroba atau bahan tambahan pangan (BTP) melebihi batas maksimum yang diizinkan.

Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting menyebutkan Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kesehatan.

Masalah stunting bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi seluruh masyarakat. Masyarakat harus terlibat aktif dalam mencegah anak-anak menjadi lamban. Pola hidup sehat dan gizi yang baik juga harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Data World Bank tahun 2020 menunjukkan, prevalensi stunting Indonesia berada pada urutan ke 115 dari 151 negara di dunia. Data Riset Kesehatan Dasar menunjukkan prevalensi balita stunting di tahun 2018 mencapai 30,8 persen di mana artinya satu dari tiga balita mengalami stunting. Indonesia erupakan negara dengan beban anak stunting tertinggi ke-2 di Kawasan Asia Tenggara dan ke-5 di dunia.

Anak dengan kondisi stunting cenderung memiliki tingkat kecerdasan yang rendah. Tidak hanya itu, pada usia produktif, individu yang pada balita dalam kondisi stunting berpenghasilan 20 persen lebih rendah. Kerugian negara akibat stunting diperkirakan mencapai sekitar Rp300 triliun per tahun. Stunting pun dapat menurunkan produk domestic bruto negara sebesar 3 persen.

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO.

Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Peraturan Presiden RI Nomor 72 Tahun 2021  pasal 22 ayat 2 bahwa Tim Percepatan Penurunan Stunting tingkat desa/kelurahan bertugas mengoordinasikan, menyinergikan, dan mengevaluasi penyelenggaraan Percepatan Penurunan stunting di tingkat desa/kelurahan yang melibatkan Tenaga kesehatan paling sedikit mencakup bidan, tenaga gizi, dan tenaga kesehatan lingkungan; Penyuluh Keluarga Berencana dan/ atau Petugas Lapangan Keluarga Berencana; Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga;  Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) dan/atau Sub- Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa/Kader Pembangunan Manusia (KPM), kader, dan/atau unsur masyarakat lainnya.

Peningkatan keamanan pangan merupakan salah satu intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi stunting. Pangan yang dikonsumsi perlu dijaga keamanan dari bahaya atau kontaminan sepanjang rantai pangan rantai “from farm to fork”, atau dengan alternatif pengayaan nutrisi tertentu pada pangan seperti fortifikasi.

Sebagai contoh, pemerintah melakukan kebijakan fortifikasi pada sejumlah produk pangan yang diterapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Seperti pada SNI Tepung Terigu dan SNI Minyak Goreng Sawit yang menjadi kendala dalam percepatan pencegahan stunting. Menurut Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting yang dikeluarkan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan adalah:

  1. Belum efektifnya program-program pencegahan stunting.
  2. Belum optimalnya koordinasi penyelenggaraan intervensi gizi spesifik dan sensitif di semua tingkatan terkait dengan perencanaan dan penganggaran, penyelenggaraan, dan pemantauan dan evaluasi.
  3. Belum efektif dan efisiennya pengalokasian dan pemanfaatan sumber daya dan sumber dana.
  4. Keterbatasan kapasitas dan kualitas penyelenggaraan program.
  5. Masih minimnya advokasi, kampanye, dan diseminasi terkait stunting, dan berbagai upaya pencegahannya.

Standar Pangan ada untuk memastikan keamanan dan mutu produk pangan, sehingga kaitannya dalam hal ini memberikan jaminan perlindungan kesehatan dan mendorong angka penurunan stunting. Mengingat jumlah penduduk Indonesia sebesar 270 juta jiwa, di mana 43% tinggal di desa (BPS, 2020) maka menjadi penting upaya penurunan stunting di tingkat desa dengan menjaga standar pangan untuk dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini.

Masalah berupa:

  • standar keamanan pangan dan makanan selama ini masih sulit dipenuhi. Proses panjang dalam produksi membuat pengusaha sulit memenuhi standar. Seperti produk pertanian, dari petani lalu pengumpul, pedagang banyak melibatkan orang
  • Pengawasan standar pangan sebagai implementasi Perpres masih rendah contohnya BPOM hasilkan pengujian formalin dan borak namun cenderung tidak berani mengeluarkan karena takut terjadi keributan pasar, tapi di dunia nyata setiap hari kita makan bahan makanan berbahaya

Stunting di Indonesia

Berdasarkan data Survei Status Gizi Nasional (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia di angka 21,6%. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 24,4%. Walaupun menurun, angka tersebut masih tinggi, mengingat target prevalensi stunting di tahun 2024 sebesar 14% dan standard WHO di bawah 20%.

Adapun, faktor penyebab angka stunting tersebut disebabkan salah satunya karena kurangnya asupan penting seperti protein hewani, nabati dan zat besi sejak sebelum sampai setelah kelahiran. Hal ini berdampak pada bayi lahir dengan gizi yang kurang, sehingga anak menjadi stunting.

Dengan jumlah angka stunting yang masih diatas standar WHO tersebut, maka salah satu intervensi yang penting dilakukan adalah menjamin keamanan pangan agar pangan yang dikonsumsi aman dan bermutu. Salah satunya, melalui implementasi standar pangan secara ketat dan menyeluruh terhadap bahan pangan dan makanan yang beredar.

Penyebab stunting menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ada dua, yakni faktor lingkungan dan genetik. Lingkungan adalah aspek penting yang masih dapat diintervensi sehingga perawakan pendek atau stunting dapat diatasi.

Faktor lingkungan yang berperan dalam menyebabkan perawakan pendek antara lain status gizi ibu, pola pemberian makan kepada anak, kebersihan lingkungan, dan angka kejadian infeksi pada anak. Selain disebabkan oleh lingkungan, stunting dapat disebabkan oleh faktor genetik dan hormonal. Namun sebagian besar stunting disebabkan oleh kekurangan gizi.

laporan yang dirilis UNICEF pada tahun 2010, menyampaikan beberapa fakta terkait dengan stunting dan pengaruhnya, yaitu:

  1.  Anak yang mengalami stuntinglebih awal yaitu sebelum usia enam bulan, akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun.
  2.  Stuntingyang parah pada anak, akan terjadi defisit jangka panjang dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara optimal di sekolah dibandingkan anak dengan tinggi badan normal.
  3.  Anak dengan stuntingcenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih sering absen dari sekolah dibandingkan anak dengan status gizi baik. Hal ini memberikan konsekuensi terhadap kesuksesan dalam kehidupannya dimasa yang akan datang.
  4.  Stuntingakan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anak. Faktor dasar yang menyebabkan stunting dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan intelektual.
  5.  Pengaruh gizi pada usia dini yang mengalami stunting dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang.
  6.  Stuntingpada usia lima tahun cenderung menetap sepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan usia dini berlanjut pada masa remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunting dan mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan produktivitas, sehingga meningkatkan peluang melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
  7.  Akibat lainnya kekurangan gizi/stuntingterhadap perkembangan sangat merugikan performa anak. Jika kondisi buruk terjadi pada masa golden period perkembangan otak (0-2 tahun) maka tidak dapat berkembang dan kondisi ini sulit untuk dapat pulih kembali.
  8.  Penurunan perkembangan kognitif, gangguan pemusatan perhatian dan menghambat prestasi belajar serta produktivitas menurun sebesar 20-30 persen, yang akan mengakibatkan terjadinya loss generation, artinya anak tersebut hidup tetapi tidak bisa berbuat banyak baik dalam bidang pendidikan, ekonomi dan lainnya.

Di Indonesia sejumlah provinsi yang berhasil menurunkan angka stunting hingga sekitar 5% pada periode 2021-2022, di antaranya:

  • Sumatra Selatan turun dari 24,8% menjadi 18,6%
  • Kalimantan Utara turun dari 27,5% menjadi 22,1%
  • Kalimantan Selatan turun dari 30% menjadi 24,6%
  • Riau turun dari 22,3% jadi 17%.

Lalu dua provinsi yang berhasil menurunkan sekitar 3% angka stunting pada pada periode 2021-2022, yaitu:

  • Jawa Barat turun dari 24,5% menjadi 20,2%
  • Jawa Timur turun dari 23,5% menjadi 19,2%

Pemerintah juga melakukan intervensi dalam melaksanakan penanganan stunting ini melalui, skrining anemia, konsumsi tablet tambah darah (TTD) remaja putri, pemeriksaan kehamilan (ANC), konsumsi tablet tambah darah ibu hamil, pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil kurang energi kronik (KEK), pemantauan pertumbuhan balita, ASI eksklusif, pemberian MPASI kaya protein hewani bagi Baduta, tata laksana Balita dengan masalah gizi, peningkatan cakupan dan perluasan imunisasi, edukasi remaja ibu hamil dan keluarga termasuk pemicuan bebas buang air besar sembarangan (BABS).

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional sebagai ketua pelaksana telah mengeluarkan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia Kerangka yang digunakan dalam Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia berfokus pada tiga pendekatan yaitu pendekatan intervensi gizi, pendekatan multisektor dan multipihak, serta pendekatan berbasis keluarga berisiko stunting

Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dan Kebijakan terkait Stunting beserta kebijakan terkait

Ringkasan Perpres:

  • Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
  • Pasal 2 Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting bertujuan untuk:
  1. menurunkan prevalensi Stunting;
  2. meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga;
  3. menjamin pemenuhan asupan gizi;
  4. memperbaiki pola asuh;
  5. meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan; dan f. meningkatkan akses air minum dan sanitasi.
  • Pasal 3 Pelaksanaan Percepatan Penurunan Stunting dengan kelompok sasaran meliputi:
  1. remaja;
  2. calon pengantin;
  3.  ibu hamil;
  4. ibu menyusui;
  5. anak berusia O (nol)
  • Pasal 5 Dalam rangka pencapaian target nasional prevalensi Stunting ditetapkan target antara yang harus dicapai sebesar l4%o (empat belas persen) pada tahun 2024
  • Pasal 6 Pilar dalam Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting meliputi:
  1. peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan di kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupatenfkota, dan Pemerintah Desa;
  2. peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat;
  3. peningkatan konvergensi Intervensi Spesifik dan Intervensi Sensitif di kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah Desa;
  4. peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga, dan masyarakat; dan
  5. penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset, dan inovasi.
  • Pasal 10 Dalam rangka pelaksanaan program dan kegiatan Percepatan Penurunan Stunting kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/ kota, dan Pemerintah Desa melakukan:
  1. penguatan perencanaan dan penganggaran;
  2. peningkatankualitaspelaksanaan;
  3. peningkatan kualitas Pemantauan, Evaluasi, dan pelaporan; dan
  4. peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
  • Pasal 22 Dalam rangka menyelenggarakan Percepatan Penurunan Stunting di tingkat desa/kelurahan, kepala desa/lurah menetapkan tim Percepatan Penurunan Stunting tingkat desa/ kelurahan.

Tim Percepatan Penurunan Stunting tingkat desa/kelurahan bertugas mengoordinasikan, menyinergikan, dan mengevaluasi penyelenggaraan Percepatan Penurunan Sfimting di tingkat desa/kelurahan

Tim Percepatan Penurunan Stunting tingkat desa/ kelurahan melibatkan:

a. tenaga kesehatan paling sedikit mencakup bidan, tenaga gizi, dan tenaga kesehatan lingkungan;

b. Penyuluh Keluarga Berencana dan/atau Petugas Lapangan Keluarga Berencana;

c. Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK);

d. Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) dan/ atau Sub-PPKBD/ Kader Pembangunan Manusia (KPM), kader, dan/atau unsur masyarakat lainnya

Peraturan Presiden RI Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, mengamanatkan pentingnya peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga, dan masyarakat untuk mencapai target penurunan prevalensi stunting 14% pada 2024.

Ketahanan pangan sebagai pilar keempat yang dikoordinasikan oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian Kesehatan juga terus dikuakan untuk bisa berkontribusi pada penurunan stunting.

Salah satunya dengan membangun komitmen bersama dan meningkatkan koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi dalam pelaksanaan konvergensi percepatan penurunan stunting

Kebijakan dan dasar terkait standar pangan dan dana stunting lainnya tertuang dalam peraturan sebagai berikut:

  • Terkait upaya pengamanan makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia, Bagian Keenam Belas Pasal 109 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatantelah mengatur bahwa makanan dan minuman yang diproduksi dan diedarkan ke masyarakat harus memenuhi standar atau kriteria aman dikonsumsi. Jika tubuh terus-menerus mengonsumsi makanan yang tidak aman dikonsumsi, maka tubuh akan rentan terkena masalah kesehatan.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
  • Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif
  • Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan
  • Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2023 Tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Fisik Tahun Anggaran 2023,
  • Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2020 tentang RPJMN Tahun 2020-2024,
  • Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2017 tentang Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi (KSPG)
  • Peraturan Menteri Keuangan No. 42 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Bidang Kesehatan TA 2023,
  • Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2019 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Minyak Goreng Sawit secara Wajib,
  • Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan secara Wajib,
  • Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Pangan Olahan,
  • Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 26 Tahun 2021 Tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan,
  • Permenkes No. 28 Tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Masyarakat Indonesia
  • Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Bantuan Operasional Keluarga Berencana Tahun Anggaran 2023
  • Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia Tahun 2021-2024 ,
  • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan
  • Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang
  • Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan
  • Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Pangan (English Version)
  • Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek
  • Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten
  • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
  • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan
  • Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label Dan Iklan Pangan
  • Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa genetik
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2019 Tentang Keamanan Pangan
  • Peraturan Badan POM No.32 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Peraturan Badan POM No.8 Tahun 2020 Tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan secara Daring
  • Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
  • Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa genetik
  • Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
  • Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan

Contoh SNI Standar Pangan:

  • SNI ISO 9000:2015 Sistem Manajemen Mutu – Dasar-dasar dan Kosakata Quality Management Systems – Fundamentals and Vocabulary
  • SNI ISO 9004:2018 (E) Manajemen Mutu – Mutu dari sebuah organisasi – Pedoman untuk mencapai keberhasilan yang berkelanjutan

Menjaga Standar Pangan Untuk Penurunan Stunting di Desa

Peraturan Presiden RI Nomor 72 Tahun 2021  pasal 22 ayat 2 bahwa Tim Percepatan Penurunan Stunting tingkat desa/ kelurahan bertugas mengoordinasikan, menyinergikan, dan mengevaluasi penyelenggaraan Percepatan Penurunan stunting di tingkat desa/kelurahan yang melibatkan Tenaga kesehatan paling sedikit mencakup bidan, tenaga gizi, dan tenaga kesehatan lingkungan; Penyuluh Keluarga Berencana dan/ atau Petugas Lapangan Keluarga Berencana; Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga ;  Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) dan/atau Sub- Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa/Kader Pembangunan Manusia (KPM), kader, dan/atau unsur masyarakat lainnya.

UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Secara umum, kondisi penyelenggaraan keamanan pangan di Indonesia menganut multiple agency system yang didasarkan pada pengkategorian pangan. Pangan berada di bawah pengawasan Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, pangan olahan industri besar di bawah pengawasan BPOM.

Sedangkan pangan olahan industri rumah tangga dan pangan siap saji di bawah pengawasan Kementerian Kesehatan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Migrasi dalam hal ini memprioritaskan percepatan penanganan stunting. Percepatan ini akan dilakukan dengan mengarahkan kebijakan penggunaan keuangan desa untuk mencegah stunting di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa menyebutkan desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

Pemerintah sudah menggelontorkan dana desa sebesar Rp 593 triliun dalam rentang waktu 2015-2023 guna pemerataan ekonomi dari kawasan desa pinggiran dan daerah terluar Kemudian sebagai amanat Peraturan Presiden tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2022, salah satu prioritas penggunaan Dana Desa adalah untuk ketahanan pangan dengan besaran minimal 20 persen dari total pagu yang diterima Desa.

Melalui kebijakan ini diharapkan Pemerintah Desa dapat melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan potensi desanya. Bagaimana dana Desa dipergunakan untuk kegiatan tergantung pada hasil musyawarah Desa.

Program ketahanan pangan menjadi salah satu prioritas nasional dalam RPJMN 2020-2024. Sebagai panduan Desa diterbitkan Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 7 tahun 2021 tentang prioritas penggunaan Dana Desa tahun 2022, Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 8 tahun 2022 tentang prioritas penggunaan Dana Desa tahun 2023 serta Keputusan Menteri Desa nomor 82 Tahun 2022 tentang Pedoman Ketahanan Pangan di Desa.

Di tahun 2022 ini dua puluh persen dari total dana desa atau sebesar Rp. 13,6 triliun untuk mendukung ketahanan pangan. Kebijakan ini akan tetap dilanjutkan pada tahun 2023 sebagai komitmen Pemerintah dalam mengantisipasi krisis pangan.

Kemendes PDTT menyampaikan langkah Desa untuk pencegahan stunting yaitu:

  • Pengelolaan advokasi konvergensi pencegahan stunting
  • Rumah Desa Sehat
  • Konseling gizi
  • Peningkatan kapasitas dan pemberian insentif untuk Kader Pembangunan Manusia, Kader Posyandu dan pendidik PAUD
  • Peningkatan akses ibu hamil dan menyusui serta balita terhadap jaminan kesehatan
  • Pembangunan fasilitas air bersih dan sanitasi
  • Penyediaan makanan sehat dan bergizi untuk ibu hamil, balita dan anak sekolah
  • Pencegahan perkawinan anak
  • Pendidikan tentang pengasuh anak melalui PAUD

Langkah Desa untuk pencegahan stunting yaitu:

  • Pengelolaan advokasi konvergensi pencegahan stunting
  • Rumah Desa Sehat
  • Konseling gizi
  • Peningkatan kapasitas dan pemberian insentif untuk Kader Pembangunan Manusia, Kader Posyandu dan pendidik PAUD
  • Peningkatan akses ibu hamil dan menyusui serta balita terhadap jaminan kesehatan
  • Pembangunan fasilitas air bersih dan sanitasi
  • Penyediaan makanan sehat dan bergizi untuk ibu hamil, balita dan anak sekolah
  • Pencegahan perkawinan anak
  • Pendidikan tentang pengasuh anak melalui PAUD
  • Salah satu Langkah tersebut melalui Rembuk stunting yang merupakan pertemuan dalam rangka membahas hasil perumusan kegiatan melalui diskusi terarah untuk membuat komitmen Desa dan menetapkan kegiatan-kegiatan konvergensi dalam menangani stunting.

Output rembuk stunting:

  • Kegiatan konvergensi penanganan stunting yang akan dilakukan pada tahun berjalan.
  • Komitmen Desa untuk kegiatan penanganan stunting dalam untuk RKP Des tahun berikutnya.

Peserta rembuk stunting tingkat desa meliputi: Aparat dan Kepala Desa BPD Tim perencana kegiatan desa, Unsur PKK, KPMD, Kader Posyandu, Bidan Desa Tendik, PAUD Pelaku program terkait penanganan stunting termasuk UPT terkait (Puskesmas terutama Sanitarian dan Ahli Gizi, Pamsimas, PKH, KRPL, KWT, dll) organisasi masyarakat seperti kelompok tani/KWT kelompok keagamaan dan karang taruna.

Bentuk pelaksanaan dapat melalui Standar pangan itu sendiri, menetapkan antara lain batas maksimum kontaminan, residu pestisida, residu obat hewan, dan bahan tambahan pangan. Selain itu, standar pangan juga memastikan pangan dapat diukur, dikemas, dan didistribusikan secara aman.

Salah satu standar pangan lintas sector dapat dilihat pada Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2019 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Minyak Goreng Sawit secara Wajib atau Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan secara Wajib, Update standar pangan bisa dilihat melalui lama website https://e-standarpangan.pom.go.id/

Rekomendasi dalam penyusunan standar pangan

  • Otoritas pembuat/pemberlaku standar (terutama instansi teknis) perlu memberikan informasi prosedur perumusan standar dan kebijakan lainnya dengan lebih intensif dan meluas, sehingga semua pihak dapat mengikuti perkembangan dan terlibat di dalamnya
  • Media yang dapat digunakan untuk penyebaran informasi perumusan standar adalah melalui internet/website
  • Saran dan pertimbangan dari instansi di daerah dalam perumusan standar diperlukan untuk mengetahui kondisi dan kesiapannya dalam penerapan standar tersebut jika sudah ditetapkan
  • Perlu mengoptimalkan peran semua stakeholder melalui penguatan peran asosiasi, terutama untuk meningkatkan peran serta kelompok industri dalam mengusulkan suatu standar
  • Instansi teknis perlu merumuskan prosedur konsensus dalam penetapan peraturan/ pemberlakuan standar yang disahkan oleh kepala instansi serta terdokumentasi
  • Dalam proses penetapan standar harus dipastikan bahwa semua stakeholder terlibat dan berdasarkan keputusan bersama dari semua stakeholder.
  • Pedoman perumusan standar yang telah ditetapkan BSN perlu dilaksanakan dengan lebih efektif dengan menjamin terjadinya konsensus saat penetapan standar
  • Perlu dilakukan optimalisasi peran tim atau lembaga yang khusus mengkaji kriteria dalam standar secara ilmiah, terutama sebagai pengkaji risiko
  • Perlu dilakukan analisis risiko, terutama kajian risiko dalam perumusan standar dan sebelum standar diberlakukan perlu dilakukan analisis kajian dampak dan kesiapan infrastruktur (misal laboratorium uji). Kajian yang dapat dilakukan adalah RIA (Regulatory Impact Analysis)
  • Kesepakatan responden terhadap pentingnya mempertimbangkan faktor perdagangan, kesiapan teknologi, gizi, lingkungan dan terutama kesehatan dapat dijadikan titik tolak untuk mencari kesamaan persepsi saat penetapan kriteria di dalam standar
  • Jika data di Indonesia belum tersedia, rujukan utama yang dapat digunakan adalah standar Codex
  • perlu ada pembinaan keamanan pangan kepada industri kecil.  Pembinaan tersebut dilakukan secara konsisten dan terpadu melalui pemberian edukasi yang baik dan berbasis pada sistem mutu dan fasilitas kerja.
  • Peraturan/standar negara tujuan/target ekspor komoditas pangan perlu dipertimbangakan dalam perumusan suatu standar komoditas pangan tersebut.
  • Instansi teknis perlu menetapkan faktor yang menjadi dimensi pengembangan
  • Perwakilan industri yang terlibat dalam perumusan standar harus berasal dari asosiasi yang juga merepresentasikan kepentingan UMKM

Penutup

Pemerintah pusat perlu lebih mengawasi transparansi dan kualitas program-program pencegahan, pengalokasian dan pemanfaatan sumber daya dan sumber dana, dan meningkatkan standar pangan untuk stunting di daerah khususnya di desa. Pemerintah Daerah agar meningkatkan advokasi, kampanye, dan diseminasi terkait stunting, dan berbagai upaya pencegahannya kepada warganya khususnya bagi pasangan yang sudah menikah berencana punya anak.

Bahwa jangan sampai anak-anak Indonesia kalah bersaing dengan anak-anak negara lain. Indonesia sendiri telah memasuki Era Revolusi Industri 4.0. Jika tidak didukung sumber daya manusia yang sehat dan cerdas, maka sulit rasanya Indonesia mampu meningkatkan daya saing.

Komitmen Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota dan Desa adalah kunci keberhasilan dalam percepatan penurunan stunting melalui standar pangan di desa berdasarkan ketentuan Perpres dan peraturan lainnya. Kolaborasi dan koordinasi di pusat, provinsi, kabupaten/kota dan desa sangat diperlukan.

Ditekankan juga dalam penyelenggaraan Percepatan Penurunan Stunting di Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota sampai tingkat Desa harus dibentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting yang diketuai oleh Pimpinan Daerah masing-masing dan intervensi yang dilakukan oleh K/L, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/kota dilakukan secara konvergen dan terintegrasi. Termasuk pendampingan pranikah, seribu hari pertama kehidupan sejak di kandungan, hingga melahirkan generasi yang sehat dalam tumbuh kembang.

Penulis

Emmanuel Ariananto Waluyo Adi, S.H. (Analis Hukum Sekretariat Kabinet Republik Indonesia)

Referensi

Edy Nurcahyo, Pengaturan dan Pengawasan Produk Pangan Olahan Kemasan, Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), Vol.7 No. 3September2018,402-417

Kusroh Lailiyah, Peran Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional Dalam Percepatan Penurunan Stunting Jurnal Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Jambi Volume 4 Nomor 1 Februari 2023 Halaman 16-33

Fikawati S, Syafiq A, Veratamala A. Gizi Anak dan Remaja. Depok: Rajawali Pers; 2017.

https://indonesiabaik.id/infografis/angka-stunting-indonesia-turun

Pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan Penurunan Stunting

Tri Rini Puji Lestari, Penyelenggaraan Keamanan Pangan sebagai Salah Satu Upaya Perlindungan Hak Masyarakat sebagai Konsumen Jurnal Masalah-Masalah Sosial | Volume 11, No. 1 Juni 2020

Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional, Antisipasi Generasi Stunting Guna Mencapai Indonesia Emas 2045, 2021, https://www.Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.go.id/beritaindonesia-cegah-stunting, diakses pada 10 januari 2023

https://www.antaranews.com/berita/3683361/presiden-tegaskan-pemerintah-sudah-gelontorkan-dana-desa-rp593-triliun

https://bsn.go.id/main/berita/detail/17644/standar-pangan-menyelamatkan-kehidupan#:~:text=Standar%20pangan%20itu%20sendiri%2C%20menetapkan,dikemas%2C%20dan%20didistribusikan%20secara%20aman.

Exit mobile version