PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia
Opini  

Nikah Siri Dijerat Pidana? Simak Penjelasannya

konsultasi
Nikah siri dijerat pidana

Bagi umat Islam nikah siri merupakan hal biasa, praktik ini sering terjadi dikalangan masyarakat pendesaan, tapi banyak yang belum paham kalau nikah siri dapat dijerat pidana. Kok bisa? silahkan sobat simak penjelasan di bawah ini.

Sebelum masuk pembahasan, perlu sobat pahami bahwa nikah siri yang kami maksud ialah nikah siri yang dilakukan suami/istri yang sudah memiliki pasangan, yang implikasinya suami/istri tersebut melakukan poligami tanpa izin istri pertama.

Baca juga: SYARAT DAN RUKUN NIKAH MENURUT ISLAM

Nikah Siri dan Hukum Pidana

Putusan Pengadilan Negeri yang menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yang melakukan perkawinan poligami (Nikah dilaksanakan secara agama islam tetapi tidak dicatatkan/nikah siri) tanpa izin istri pertama dan tanpa izin pengadilan agama, sesuai dengan aturan yang diatur dalam Pasal 279 ayat (1) ke-1 dan Pasal 279 ayat (2) KUHP. Pasal 1 berbunyi:

“Barangsiapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu. (2) Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat (1) butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”

Dalam pasal 3 ayat (1) undang-undang nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan pada dasarnya dalam sebuah perkawinan, seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami, hal tersebut mengisyaratkan bahwa Indonesia menganut asas monogami.

Pada pasal 27 KUHPerdata (BW) menyatakan bahwa:

“Pada waktu yang sama, seorang lelaki hanya boleh terikat perkawinan dengan satu orang perempuan saja; dan seorang perempuan hanya dengan satu orang lelaki saja.”

Kendaki demikian sobat, sebenarnya poligami bisa saja dilakukan dengan ketentuan harus memenuhi syarat sebagaimana yang sudah diatur dalam Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Perkawinan.

Bahwa dalam melakukan poligami harus memiliki ijin dari pengadilan untuk melakukan poligami, dan untuk mendapatkan ijin tersebut harus mendapat persetujuan dari istri pertama atau istri sebelum-sebelumnya.

Perkawinan yang dilakukan secara diam-diam (nikah siri), maka pernikahan itu tidak mendapatkan kepastian hukum dan tidak diakui oleh negara.

Baca juga: Nikah Siri Bisa di Pidana?

Dalam hal ini, Mahkamah Agung telah mengeluarkan peraturan (SEMA) No. 4/2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung 2016 yang menyatakan bahwa:

“Perkawinan yang dilangsungkan oleh suami dengan perempuan lain sedangkan suami tersebut tidak mendapatkan izin istri untuk melangsungkan perkawinan lagi, maka Pasal 279 KUHPidana dapat diterapkan.”

Kesimpulan

Maka, berdasarkan uraian di atas sobat, poligami sah-sah saja jika memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, dan apabila tidak maka dapat dijerat pidana pasal 278 KUHP.

Demikian sobat penjelasan tentang nikah siri/poligami dan hukum pidana, untuk pertanyaan atau kerjasama silahkan hubungi kami di redaksi@pinterhukum.id

Respon (1)

  1. Artikel ini sangat bermanfaat dan menambah pengetahuan terkait dengan hukum yang berlaku bagi suami/isteri yang melakukan perkawinan siri. Perkawinan siri bagi seseorang yang memiliki suami/isteri merupakan bukti perselingkuhan dalam suatu perkawinan yang mana perselingkuhan pastinya terjadi tanpa seizin pasangan. Hal ini dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu dampak dari perkawinan siri adalah jika pasangan tersebut memiliki keturunan, maka anak tersebut hanya memiliki hubungan perdata dengan seorang ibu. Hal ini biasanya memberikan dampak dalam masyarakat, seperti adanya perlakuan yang tidak adil bagi anak tersebut dalam lingkungan masyarakat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *