Tugas seorang hakim selain memutuskan perkara, selain itu hakim juga harus mencari undang-undang apabila terjadi kekosongan hukum, karena seorang hakim tidak boleh memutuskan sebuah perkara tanpa didasari sebuah hukum.
Dalam memutus suatu perkara mana kala terhadap perkara tersebut ternyata peraturan perundang-undangan tidak mengaturnya, tidak lengkap atau tidak jelas untuk dijadikan dasar hukum dalam memutus perkara maka hukumnya di cari, ditemukan, dilengkapi dan dijelaskan dengan jalan penemuan hukum (Rechtvinding).
Hal ini merupakan implikasi dari penerapan asas bahwa hakim dianggap tahu tentang hukum (Ius curia novit) maka dari itu hakim tidak boleh menolak perkara, meskipun perkara tersebut tidak ada hukumnya.
Baca juga: Asas Ius Curia Novit
Penemuan hukum berkaitan dengan upaya untuk mencari dan menemukan norma hukum yang tepat dan relevan untuk kemudian diterapkan terhadap suatu perkara.
Dasar hukum yang dapat digunakan dalam penemuan hukum oleh hakim ialah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, Tentang Kekuasaan Kehakiman, pasal 16 yang bunyinya:
“Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.”
Adapun pendapat Gustav Radbuch, bahwa putusan hakim harus memenuhi tiga unsur nilai dasar, yaitu kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan.
Baca juga: PENGERTIAN SOSIOLOGI HUKUM, TERLENGKAP
Putusan yang memenuhi tiga nilai di atas maka bisa dikatakan telah memenuhi ide keseimbangan karena aspek-aspek tentang hukum telah ada dalam nilai dasar hukum itu sendiri. Maka dari itu, hakim harus mengedepankan asas keadilan, kepastian dan kemanfaatan.
Demikian sobat penjelasan tentang kekuasaan kehakiman, untuk pertanyaan atau kerjasama silahkan hubungi kami di redaksi@pinterhukum.id