PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia

Anggota Badan Diperban? Begini Cara Wudhunya

Avatar of Pinter Hukum
Wudhu

Dalam kehidupan ini, tentu manusia tidak luput dari berbagai macam ujian, musibah, hingga cobaan dari Allah SWT. Terlebih jika musibah tersebut dapat menyebabkan terhalangnya seseorang untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban lainnya seperti sholat.

Contohnya, ketika kita mengalami musibah kecelakaan, salah satu anggota badan kita mengalami luka sehingga harus ditutup dengan perban, lalu bagaimana tata cara wudhunya? tentu hal ini harus segera kita pahami, supaya tidak lantas menjadi alasan untuk tidak mengerjakan kewajiban-kewajiban lainnya, seperti sholat.

Definisi dan Pensyariatan Mengusap Jabirah

Makna dari jabirah adalah kayu (gib) yang diletakkan di atas kaki yang patah dengan dibalut perban, atau apapun yang ditempelkan di atas anggota tubuh, khususnya anggota wudhu untuk menutupi luka, sehingga ketika akan berwudhu, benda yang ditempelkan tersebut menghalangi mengalirnya air ke anggota tubuh. Benda yang ditempelkan bisa berupa kayu (gib), perban, plester, sobekan kain, atau lainnya.

Dalam kajian fiqh, bagi orang yang terkena luka lalu dibalut benda di atasnya untuk menutupi atau menyembuhkan luka tersebut, maka dibolehkan cukup mengusap benda di atas luka tersebut tanpa harus mengalirkan air ke anggota wudhu yang terkena luka.

Baca juga: Cara Berwudhu Anggota Badan yang Diperban

Ada beberapa dasar dibolehkannya mengusap jabirah, di antaranya hadis Rasulullah SAW yang bercerita tentang sahabat Ali bin Abi Talib:

حديث علي بن أبي طالب، قال: [انكسرت إحدى زندي ، فسالت لنبي )ص( ، فأمرني أن أمسح على الجبائر]

Selain hadis ini, ada juga hadis:

حديث جابر في الرجل الذي شُجَّ (كسر) فاغتسل، فمات، فقال النبي ص(: [ إنما كان يكفيه أن يتيمم ، ويَعْصِب على جُرْحه خِرْقة ، ثم يمسح عليها، ويغسل سائر جسده]]

Hukum Jengusap Jabirah

Sedangkan menurut mayoritas mazhab (Maliki, Syafi’i, dan Hanbali), mengusap jabirah dengan air sebagai ganti membasuh anggota wudhu yang terluka hukumnya wajib. Jika seseorang tidak membasuh anggota wudhu yang terluka, dan juga tidak membasuh jabirahnya, maka wudhunya tidak sah.

Baca juga: Hukum Islam: Pengertian, Sumber, Sifat, Tujuan, dan Asas

Syarat Mengusap Jabirah

Ada beberapa syarat kebolehan mengusap jabirah sebagai ganti membasuh anggota wudhu yang terluka, yaitu:

1. Tidak mungkin melepas jabirah, karena dikhawatirkan jika melepas jabirah dan membasuh langsung anggota wuduhu yang terluka bisa menyebabkan bahaya, atau menambah parah lukanya, atau memperlama proses kesembuhannya.

2. Tidak mungkin membasuh anggota badan yang terluka karena dikhawatirkan menimbulkan bahaya. Jika membuka jabirah dan membasuh anggota badan secara langsung tidak menyebabkan bahaya, maka wajib membasuhnya, dan tidak sah jika hanya mengusap jabirah saja. 

Menurut mazhab Syafi’i, yang dibasuh bukan anggota tubuh yang terluka, tapi anggota tubuh lain yang sehat, sedangkan anggota tubuh yang terluka dan ditutupi jabirah, cukup diusap saja.

3. Jabirah hanya menutupi bagian terluka dan juga bagian tubuh lain yang menjadi penyangganya (mahal al-hajah).

Jika jabirah melebihi kebutuhan penutupan dan penyembuhan luka, maka jabirah tersebut wajib dilepas dan dibasuh. Kondisi anggota tubuh yang terluka wajib disucikan menggunaian air ketika mau meletakkan jabirah

Oleh karena itu, jika kondisi anggota tubuh yang terluka dalam keadaan belum suci ketika diletakkan jabirah, maka shalatnya wajib diulang. Syarat ini adalah syarat dalam mazhab syafi’i dan hanbali. 

Batasan Mengusap Jabirah

Menurut mayoritas ulama’ (Maliki, Syafi’i, dan Hanbali), jabirah wajib diusap dengan air secara keseluruhan, bukan hanya sebagian. Hal ini karena mengusap jabirah pada hakikatnya sebagai ganti membasuh atau mengusap anggota tubuh yang terluka. 

Baca Juga: Pengadilan Agama Berbasis Keadilan dan Kesetaraan Gender di Indonesia

Tata Cara Bersesuci

Menurut mazhab Syafi’i dalam pendapat yang paling jelas (al-Adzhar), wajib berwudhu menggunakan air dan wajib menambahkan dengan tayammum. Tekhnisnya dalam beruwudhu ada beberapa langkah:

a. Mula-mulai dia berwudhu dengan air seperti biasa.

b. Ketika sampai pada anggota tubuh yang terluka dan ditempel jabirah, misalnya ada di tangan, dia mengusap bagian jabirah dengan air.

c. Selanjutnya wajib bertayammum sebagai ganti dari ketidaksempurnaan membasuh anggota tubuh yang ditempeli jabirah. Tayamummnya sama seperti tayammum biasa, bukan hanya mengusap jabirah dengan debu

d. Dilanjutkan membasuh atau mengusap anggota wudhu. Misalnya jabirahnya ada di tangan, maka jabirahnya diusap pakai air, bertayammum, lalu melanjutkan mengusap sebagian kepala dan anggota wudu’ lainnya sampai selesai.

e. Sebagai catatan, jika misalnya jabirahnya ada di beberapa anggota wudhu, misalnya ada di wajah, tangan, dan kaki, maka proses di atas (point a-d) wajib dilakukan secara berulang. Tekhnisnya; 

1) Mula mula membasuh wajah selain yang ada jabirahnya, lalu mengusap jabirah di wajah dengan air, dilanjutkan dengan tayammum sebagai pengganti ketidaksempurnaan wuduhu di wajah;

2) Dilanjutkan dengan membasuh tangan selain yang ada jabirahnya, lalu mengusap jabirah di tangan dengan air, dilanjutkan dengan tayammum sebagai pengganti ketidaksempurnaan wuduhu di tangan;

3) Dilanjutkan mengusap kepala, lalu disunnahkan membasuh telinga;

4) Dilanjutkan membasuh kaki selain yang ada jabirahnya, lalu mengusap jabirah di kaki dengan air, dialnjutkan dengan tayammum sebagai pengganti ketidak sempurnaan wuduhu di kaki.

Apakah Shalatnya Wajib Diulang Ketika Sembuh?

1. Bagi ulama’ yang mewajibkan anggota tubuh yang terluka harus suci ketika ditempeli jabirah (Syafi’i dan Hanbali), dan ketika ditempeli jabirah ternyata anggota tubuhnya ada bagian tertentu yang tidak suci, maka shalatnya wajib diulang ketika sembuh. Bahkan menurut Mazhab Syafi’i, shalat wajib diulang ketika sembuh dalam salah satu tiga keadaan berikut:

a. Ketika jabirah ada di anggota tayammum (wajah dan tangan), baik diletakkan dalam keadaan suci ataupun berhadas.

b. Ketika jabirah diletakkan dalam kondisi anggota tubuh tidak suci (berhadas), baik jabirahnya ada di anggota tayammum atau tidak.

c. Ketika jabirahnya melebihi kebutuhan penutupan atau penyembuhan luka, baik dalam keadaan suci ataupun hadas.

Demikian uraian tentang tata cara berwudhu bagi anggota badan yang diperban, semoga bermanfaat, terimakasih.

Wallahu a’lam bis sowab

Penulis

Dr. Holilur Rahman, M.Hi. (Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya, Penulis, dan Konsultan Pernikahan)

Penulis: Dr. Holilur Rahman, M.Hi. Editor: Ilham Fariduz Zaman, S.H.

Respon (8)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *