Latar Belakang
Pasar modal merupakan bagian penting dalam pengembangan sistem keuangan pada suatu negara. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa instrumen investasi yang menunjang pergerakan pasar modal salah satunya adalah saham. Sejak tahun 1952, Indonesia sudah mendirikan Bursa Efek Indonesia (BEI) yang sampai sekarang mengalami perkembangan yang cukup progresif dan signifikan.
Menurut data yang dipaparkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), terdapat 12,16 juta investor saham di Indonesia, yang dalam hal ini diperlukan penguatan, baik perlindungan maupun kebijakan hukum yang sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Baru-baru ini, Bursa Efek Indonesia atas persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan kebijakan yakni full call auction atau papan pemantauan khusus yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada investor terkait volatilitas harga yang terjadi pada pasar saham. Tentunya masih terdapat pro-kontra terkait kebijakan full call auction ini khususnya bagi investor ritel yang menganggap kebijakan ini tidak berbanding lurus dengan tujuannya.
Baca juga: Korupsi, Hukum, dan Investasi
Isu Hukum
Apakah kebijakan full call auction menjadi solusi perlindungan bagi investor saham di Indonesia?
Pembahasan
Sebelum berangkat pada isu hukum yang akan dibahas, tentunya perlu memahami terlebih dahulu terkait mekanisme serta tujuan konkret dari adanya kebijakan ini. Full call auction yang memiliki mekanisme full periodic call auction adalah sebuah metode dalam perdagangan saham di mana semua pesanan diterima dan dieksekusi secara bersamaan pada satu waktu tertentu, biasanya pada awal atau akhir sesi perdagangan.
Mekanisme ini berbeda dengan perdagangan reguler yang berlangsung sepanjang jam kerja bursa. Periodic call auction adalah mekanisme perdagangan dengan kuota bid dan ask yang akan match pada jam tertentu serta pembentukan harga diambil dari lantai dengan volume match terbesar antara bid dan offer.
Selanjutnya, terdapat sebelas kriteria saham atau emiten yang masuk papan pemantauan khusus, seperti harga rata-rata saham selama enam bulan terakhir di pasar reguler dan/atau pasar reguler periodic call auction kurang dari Rp51,00, tidak membukukan pendapatan atau tidak terdapat perubahan pendapatan pada laporan keuangan audit dan/atau laporan keuangan interim terakhir dibandingkan dengan laporan keuangan yang disampaikan sebelumnya, memiliki ekuitas negatif pada laporan keuangan terakhir, dan lain-lain. Kebijakan ini ditujukan baik bagi emiten maupun investor yang memiliki sentimen positif.
Bagi emiten tentunya dapat meningkatkan likuiditas serta aktivitas perdagangan akan menguntungkan bagi emiten tersebut. Di sisi lain, bagi investor tentunya diuntungkan dengan adanya kebijakan tersebut terkait transparansi dan pencegahan dalam hal manipulasi harga pada pasar saham.
Namun dalam penerapannya, sejak diresmikan tepatnya pada 25 Maret 2024, kebijakan tersebut menuai pro-kontra terutama pada kalangan investor ritel yang merasa full call auction dirasa kurang transparan dalam penerapannya yang secara detail diterangkan bahwa kebijakan tersebut justru membuat lonjakan harga dan para investor tidak dapat mengetahui apakah harga saham tersebut diperdagangkan pada tingkat harga berapa karena tidak terdapat keterangan bid offer.
Selain itu, investor ritel merasa masih kurangnya sosialisasi kepada pelaku pasar yang menyebabkan beberapa kekeliruan dalam penyelenggaraan kebijakan tersebut. Mengenai hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) angkat bicara bahwa kebijakan full call auction ini tetap berjalan sesuai dengan tujuannya serta diharapkan dapat meningkatkan aktivitas perdagangan saham bagi emiten yang masuk papan pemantauan khusus yang di sisi lain melindungi investor dari lonjakan harga.
Selain itu, pada perdagangan di bursa saham juga terdapat indicative equilibrium price (IEP) dan indicative equilibrium volume (IEV) yang berfungsi sebagai data pembentukan harga pembukaan dan penutupan perdagangan saham yang dapat dijadikan sebagai solusi bagi permasalahan yang dialami oleh investor retail terkait kebijakan full call auction.
Dalam hal ini, kebijakan full call auction dapat menjadi solusi dalam memerangi praktik manipulasi pasar yang dapat merugikan investor retail sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada Pasal 90 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Kesimpulan
Meskipun kebijakan full call auction masih menuai pro-kontra pada kalangan investor retail, tetapi apabila dilihat dari tujuannya terkait perlindungan bagi emiten dan khususnya investor retail terdapat hal-hal positif yang dapat dirasakan.
Selanjutnya, sesuai dengan Pasal 90 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal terkait praktik manipulasi pasar, kebijakan full call auction dapat menjadi solusi yang secara transparan dan konkret untuk meminimalisir hal tersebut.
Dalam hal ini kebijakan tersebut hanya perlu disosialisasikan kembali secara menyeluruh agar para investor retail dapat mengetahui mekanisme dan tujuan dari kebijakan ini secara detail agar tidak terjadi kekeliruan dalam pelaksanaannya.
Baca juga: Bagaimana OJK Mengatur Fintech?
Tujuan perlindungan bagi investor tentunya sangat penting dalam perdagangan saham, khususnya terkait beberapa permasalahan seperti likuiditas dan manipulasi harga pada pasar sehingga perlu kebijakan yang kuat dan terstruktur oleh penyelenggara serta pengawas pada sektor ini.
Berdasarkan pembahasan yang sudah dijabarkan dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan full call auction dapat menjadi solusi untuk melindungi investor ritel sesuai dengan aturan yang berlaku.
Referensi
Undang-Undang 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.
Adeventy, (2024, April 2). OJK Jelaskan tujuan full call auction meski ditentang investor ritel.
Dwi, (2024 Maret 29). Full call auction BEI diprotes & dianggap merugikan investor.
_ . (2024 Maret 28) Apa itu full call auction dalam saham yang diterapkan BEI.