Perundungan di Indonesia
Saat ini tengah ramai terjadi tindak kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak terutama tindak perundungan terhadap anak di Indonesia. Intensitas perundungan atau bullying bervariasi dari kecil hingga besar. Biasanya pelaku yang terlibat dalam tindak perundangan adalah anak-anak hingga dewasa.
Namun kasus perundungan sekarang ini melibatkan pelakunya yang merupakan anak di bawah umur. Diiringi semakin berkembangnya teknologi, perundungan tidak hanya dilakukan secara langsung tetapi juga di media social.
Perundungan dapat menimbulkan efek jangka panjang pada korban dan pelaku. Secara khusus, korban perundungan beresiko mengalami kecemasan serta ketakutan yang berlebihan akibat dari sikap intimidasi pelaku. Bahkan yang lebih buruk dari perundungan adalah korban melakukan bunuh diri untuk menghindari perundungan secara terus menerus. Lalu apa penyebab dari perundungan dan bagaimana hukuman bagi pelaku di bawah umur?
Baca juga:Pernikahan Di Bawah Umur Membludak: Minta Dispensasi Menikah
Pengertian dan Penyebab Perudungan
Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa perundungan mencakup kekerasan fisik dan psikologis jangka panjang yang dilakukan oleh individu atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu membela diri. Perundungan termasuk tindakan degradasi moral. Aksi dari perundungan atau bullying dilakukan oleh oknum yang tidak bermoral dan tidak dapat ditolerir dimasyarakat.
Perundungan cenderung melibatkan anak usia sekolah atau di bawah umur dan hal ini biasa terjadi di sekolah tingkat dasar sampai tingkat atas. Tindakan perundungan juga bisa terjadi di sekolah, tempat kerja, masyarakat, rumah, maupun dalam komunitas online. Maraknya kasus perundungan yang ada saat ini, terdapat data dari KementrianPemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyatakan pada tahun 2023 terjadi sebanyak 12.013 kasus perundungan yang di Indonesia.
Penyebab perundungan yang dilakukan oleh pelaku ialah berasal dari keluarga, sekolah, kelompok sebaya, faktor keadaan lingkungan sosial dan dari tayangan televisi serta media sosial. Sifat pelaku perundungan berasal dari faktor keluarga biasanya lingkungan keluarganya bermasalah, orang tuanya menghukum secara berlebihan, serta situasi rumah penuh tekanan dan permusuhan serta kemudian pelaku meniru sikap keluarganya dan menerapkannya kepada teman-temannya.
Begitu juga dari tayangan televisi maupun media sosial yang menggambarkan tindakan kekerasan sehingga ditiru oleh para pelaku dengan berbagai jenis tindakannya. Hal ini tindakan pelaku dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan macam-macam tindakan perundungannya.
Baca juga: Pencegahan Perundungan Dunia Maya (Cyberbullying) Pada Anak
Jenis-Jenis Bullying
Berbagai macam tindakan perundungan bahkan pelaku di bawah umur juga dapat melakukan perundungan dengan macam-macam bullying sebagai berikut:
- Penindasan fisik: didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan dengan kekerasan fisik seperti mendorong, menendang, memukul, dan juga pelaku dapat menggunakan sarana lain untuk melakukan kekerasan fisik kepada korban.
- Penindasan verbal: bentuk bullying di mana kata-kata, ucapan dan nama atau panggilan menghina yang diarahkan pada korban.
- Agresirelasional: Agresirelasional merupakan bentuk perundungan dengan cara mengabaikan, memfitnah, atau mengisolasi korban dari lingkungan sosialnya,yang dapat mengakibatkan trauma psikologis bagi korban.
- Cyberbullying: dilakukan di media sosial atau internet dengan memposting foto atau video bahkan melontarkan kata-kata kebohongan yang sifatnya mempermalukan korban di publik.
- Perundungan seksual: Perundungan secara seksual banyak terjadi kepada perempuan dan tidak terkecuali juga laki-laki.
Penetapan Hukum Terhadap Pelaku Di Bawah Umur
Keberadaan perlindungan anak di Indonesia diatur dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, menyatakan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapanbelas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Begitu juga perundungan yang dilakukan oleh pelaku di bawah umur adalah seseorang yang masih di bawah umur 18 tahun.
Sebagaimana juga dimaksud dalam Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak menyatakan bahwa:
“Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapanbelas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.”
Tindak perundungan yang dilakukan oleh pelaku dapat dituntut secara sanksi pidana.Terlebih lagi pelaku yang masih di bawah umur maka tidak dihukum seperti orang dewasa. Berdasarkan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, pelaku di bawah umur dipidana dengan dua jenis sanksi yaitu sanksi pidana dan sanksi tindakan bagi anak belum berusia 14 tahun.
Terutama sanksi pidana tersebut dijelaskan dalam Pasal 72 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 bahwa ancaman hukuman dikurangi setengahnya dari maksimum pidana penjara yang diancamkan terhadap orang dewasa. Jadi, seperti itulah penerapan hukum bagi pelaku perundungan di bawah umur sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak.
Referensi
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak;
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.