Abstrak
Advokat sering kali dicurigai melanggar hukum saat membela klien, terutama karena mereka berpegang pada kode etik yang mengharuskan mereka menjaga kerahasiaan informasi klien. Situasi ini dapat menimbulkan konflik. Dalam kode etik profesi advokat, terdapat kewajiban untuk menjaga rahasia yang diberikan oleh klien dengan penuh kepercayaan dan tidak mengungkapkannya kepada pihak manapun. Konflik ini pun dapat menimbulkan isu terkait dugaan obstruction of justice, yaitu tindakan yang menghalangi proses hukum.
Pembelaan hak hukum klien oleh advokat dalam konteks jasa hukum berhubungan dengan obstruction of justice, yang diatur dalam KUHP serta hukum pidana khusus. Hal ini dirinci dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi. Pasal tersebut mencakup berbagai kategori tindakan yang dapat menghalangi proses peradilan pidana, sehingga cakupannya cukup luas. Batasan dalam pembelaan hak hukum klien terkait dengan obstruction of justice mencakup beberapa hal, tidak menyembunyikan klien yang dicari penyidik, dan tidak membantu klien untuk keluar atau masuk ke Indonesia. Selain itu, advokat tidak boleh mengatur kesaksian atau keterangan klien agar sesuai dengan apa yang mereka lihat, dengar, atau alami, serta tidak boleh merekayasa informasi tentang harta klien yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Dalam menjalankan profesi advokat dilindungi dengan hak imunitas, namun seorang advokat yang terbukti melakukan obstruction of justice (Tindakan menghalangi-halangi proses hukum) dapat dimintai pertanggungjawaban.
Kata kunci: Advokat, Hak Imunitas, dan Obstriction of Justice
Pendahuluan
Negara Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) bukan negara yang berlandaskan kekuasaan (machstaat), menurut Aristoteles yang merumuskan bahwa, negara hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Hukum mengatur mengenai apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Apabila hukum itu dilanggar maka akan dikenakan sanksi, dalam proses inilah hukum harus ditegakan. Penegak hukum (law enforcement) dalam arti luas mencangkup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum.[1]
Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyatakan bahwa advokat sebagai unsur penegak hukum, secara bersaa-sama dengan unsur kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan ikut bertanggungjawab dalam menegakkan hukum.
Pengertian advokat berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memiliki persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang. Pemberian jasa hukum yang dilakukan oleh advokat meliputi memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan Tindakan hukum lain untuk kepentingan klien dengan mendapatkan honorarium atau imbalan atas jasa hukum yang diterima berdasarkan kesepakatan dengan klien atau memberikan jasa hukum secara cuma-Cuma kepada klien yang tidak mampu. Klien dapat berupa orang, badan hukum atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari seorang advokat.[2]
Dalam perkara perdata maupun pidana, Advokat di Indonesia memiliki peran yang signifikan dalam melakukan pendampingan bagi yang membutuhkan, khusunya klien yang sedang berperkara. Advokat berusaha memperjuanagkan keadilan bagi klienya dengan mengemukakan fakta yang dimilikinya dan menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum positif. Masalah moralitas penegak hukum dari waktu ke waktu masih merupakan persoalan yang relevan untuk di bicarakan, karena apa yang disajikan oleh media massa seringkali bersifat paradoksal. Pada satu sisi, penegak hukum di tuntut untuk menjalankan tugas sesuai dengan amanat undang-undang yang berujung pada pemberian keputusan dengan substansi berupa keadilan bagi para pihak.[3]
Rumusan tersebut di perluas ruang lingkupnya melalui putusan MK Nomor 26/PUU-XI/2013 menjadi :
“Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar siding pengadilan”
Penulis menganalisa bahwa ada dua hal yang perlu dilindungi melalui hak imunitas, yaitu peran advokat memberi equality of arms (perimbangan kekuatan) dalam proses hukum, dan peran menjaaga due process (peadilan yang tidak memihak).
Adanya imunitas advokat yang dijamin oleh Undang-Undang karena dalam membela kepentingan klien agar advokat tidak boleh dihinggapi rasa takut sehingga advokat merasa aman dalam menjalankan tugasnya, dan dilindungi negara melalui pemerintah. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam United Nation Convention on The Role Of Lawyers dan Internasional Convention on Civil and Politica Rights (Konvensi persatuan nasional tentang peran pengacara dan konvensi internasional tentang hak sipil dan politik.)[4]
Dengan demikian pengertian advokat adalah orang yang berprofesi memberika jasa hukum yang meliputi memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukantindakan hukum lain utntuk kepentingan klien baik di dalam maupun di luar pengadilan dengan mendapatkan honorarium atau imbalan atas jasa hukum yang diterima berdasarkan kesepakatan dengan klien atau memberikan jasa hukum secara cuma-Cuma kepada klien yang tidak mampu dan memiliki persyaratan berdasarkan Undang-Undang.
Pembahasan
Hingga saat ini masih ditemui bermacam-macam definisi tentang kode etik profesi. Namun demikian umumnya mempunyai maksud dan pengertian yang sama. Menurut “bertnens”, kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu dimata Masyarakat.[5]
Baca juga: Mengenal Obstraction Of Justice
Kode etik profesi advokat merupakan produk etika terapan karena dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis atau suatu profesi. Kode etik profesiAdvokat dapat berubah dan diubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kode etik profesi advokat dibuat tertulis yang tersusun secara teratur, rapi, lengkap, tanpa cacat, dalam bahasa yang baik. Dengan demikian kode etik dalam sebuah profesi berhubungan erat dengan nilai sosial manusia yang dibatasi oleh norma-norma yang mengatur sikap dan tingkah laku manusia itu sendiri, agar terjadi keseimbangan kepentingan masing-masing didalam Masyarakat. Jadi norma merupakan aturan atau kaidah yang dipakai untuk menilai sesuatu. Paling sedikit ada 3 (tiga) macam norma sosial yang menjadi pedoman bagi manusia untuk berperilaku dalam Masyarakat, yaitu norma kesopanan atau etiket, norma hukum dan norma moral atau etika.[6] Namun Advokat tidak jarang diduga melanggar hukum Ketika membela klienya hanya karena memagang teguh kode etik advokat terutama Ketika menjaga raahasia klien. Hal bersinggungan ini pun kemudian menjadi masalah. Bahwa dalam kode etik profesi advokat wajib memegang rahasia yang diberitahu oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga dan tidak memberitahukan kepada siapapun. Hal yang bersinggungan inilah kemudian memunculkan sebuah permasalahan yang berkaitan dengan dugaan obstruction of justice (Tindakan mengahalang-halangi proses hukum).
Maksud dari obstruction of justice yakni, merupakan Tindakan menghalang-halangi proses hukum dan keadilan. Obstruction of Justice (Tindakan mengahalang-halangi proses hukum) dalam tindak pidana korupsi diatur dalam pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa :
“Setiap orang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling sedikit Rp 150.000.000.00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000.00 (enam ratus juta rupiah)”
Kesimpulan
Advokat yang menjujunjung tinggi integritas adalah advokat yang telah melaksanakan kode etik advokat secara baik karena integritas advokat tersebut pasti dilandasi perilaku yang mencerinkan etika, moral dan tanggung jawab sebagai advokat. Ketidak patuhan terhadap kode etik advokat menimbulkan cerminan bahwa advokat tersebut belum memahami makna kebebasan yang diberikan oleh hukum yaitu Undang-Undang dan kode etik. Namun sayangnya, fungsi pengawasan dan pelaksanaan kode etik melalui Dewan Kehormatan di Organisasi Advokat masih belum menemukan kesatu paduanya, hal itu dikarenakan tidak adanya wadah tunggal Organiasi Advokat yang diatur secara tegas dan jelas.
Referensi
Firdaus. “Analisis Yuridis Penerapan Prinsip Obstruction of Justice (Tindakan Menghalang-Halangi Proses Hukum) Terhadap Advokat Dalam Pemberian Jasa Hukum Klien Di Indonesia,” 2021.
“Issn : No. 0854-2031” 12, no. 0854 (2014): 101–8.
Krismen Us, Yudi. “Peningkatan Profesionalisme Penyidik Dan Antisipasi Dalam Menghadapi Praperadilan.” Jurnal Bina Mulia Hukum 3, no. 2 (2019): 279–94. https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n2.21.
Mansur, Mochamad. “Peran Advokat Dalam Pembangunan Hukum Indonesia.” Widya Yuridika 2, no. 2 (2019): 57–70. https://doi.org/10.31328/wy.v2i2.1067.
Theory, T H E, O F Open, and Quantum Systems. “Kode Etik Advokat Komite Kerja Advokat Indonesia.” Peradi, 2002, 649.
[1] Firdaus, “Analisis Yuridis Penerapan Prinsip Obstruction of Justice (Tindakan Menghalang-Halangi Proses Hukum) Terhadap Advokat Dalam Pemberian Jasa Hukum Klien Di Indonesia,” 2021.
[2] “Issn : No. 0854-2031” 12, no. 0854 (2014): 101–8.
[3] Yudi Krismen Us, “Peningkatan Profesionalisme Penyidik Dan Antisipasi Dalam Menghadapi Praperadilan,” Jurnal Bina Mulia Hukum 3, no. 2 (2019): 279–94, https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n2.21.
[4] Mochamad Mansur, “Peran Advokat Dalam Pembangunan Hukum Indonesia,” Widya Yuridika 2, no. 2 (2019): 57–70, https://doi.org/10.31328/wy.v2i2.1067.
[5] T H E Theory, O F Open, and Quantum Systems, “Kode Etik Advokat Komite Kerja Advokat Indonesia,” Peradi, 2002, 649.
[6] “Issn : No. 0854-2031.”