PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia
Opini  

Korupsi Kehendak Tuhan

Korupsi Kehendak Tuhan

Sudah seringkali kita melihat dan saksikan pelaku kejahatan (khususnya korupsi) dengan tanpa malu-malu dan rasa bersalah mengatakan bahwa kejahatan atau korupsi yang dilakukan adalah sudah, “kehendak atau takdir Tuhan”.

Bila benar berbagai kejahatan (tindak pidana) yang dilakukan oleh seseorang adalah takdir Tuhan, maka pertanyaan kita adalah, apa bedanya Tuhan dengan Iblis atau Setan yang senantiasa mengajak manusia untuk melakukan kejahatan? Dimana kita tempatkan Malaikat yang senantiasa mengajak kita untuk senantiasa berbuat baik?

Kita setuju atau tidak, kita sependapat atau tidak yang jelas realitas di atas dengan sangat jelas menunjukkan betapa rendahnya pemahaman keagamaan masyarakat kita. Betapa kacaunya pemahaman keagamaan sebagian masyarakat kita. Pantas saja kejahatan dengan berbagai bentuknya masih jamak terjadi di tengah masyarakat. Tuhan di tempatkan laksana manusia yang kemudian bisa disalahkan atau dijadikan tumbal.

Nilai-nilai ajaran agama yang diharapkan dapat menjadi, “moral force” untuk mencegah terjadinya kejahatan jelas tidak akan mungkin berfungsi. Bagaimana mungkin nilai-nilai ajaran agama (Islam misalnya) dapat berfungsi untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk kejahatan lah wong, Tuhan pemilik dan sumber nilai dari berbagai ajaran agama justru sejak awal telah men-taqdir-kan seseorang menjadi pelaku kejahatan, apa benar, apa mungkin? Faktanya begitulah pernyataan para pelaku kejahatan. Kejahatan yang dilakukan sudah takdir Tuhan, jadi yang salah adalah Tuhan.

Orang yang sekelas dan sekaliber Patrialis Akbar (2017) politisi senior Partai Amanat Nasional, mantan Menteri Kehakiman dan Hakim Mahkamah Konstitusi dengan tanpa rasa bersalah menyatakan kalau korupsi yang dilakukannya sudah takdir dan kehendak Tuhan. Menteri Pemuda dan Olah Raga Imam Nahrawi (2019) juga menyatakan korupsi yang dilakukannya adalah takdir Tuhan. Demikian juga dengan Herman Sutrisno (2021) Walikota Banjar menyatakan korupsi yang dilakukannya lagi-lagi adalah takdir Tuhan. Begitu juga dengan koruptor-koruptor yang lainnya.

Baca juga: Runtuhnya Pemberantasan Korupsi di Negara Kita

Benar-benar aneh bin ajaib, bagaimana mungkin menjadi seorang pembunuh, pemerkosa, korupsi adalah takdir Tuhan. Apa sebenarnya yang salah di tengah masyarakat. Bukankah nilai-nilai agama sudah ribuan tahun usianya. Seharusnya nilai-nilai agama (Islam) sudah dipahami dan diamalkan dengan baik. Mengapa sebagian besar masyarakat kita masih salah didalam memahami ajaran agama. Bila memahaminya saja salah bagaimana mungkin kita akan berharap pada pengamalannya.

Betapa luar biasanya manusia itu! Berani menyatakan Tuhan yang salah. Patrialis Akbar, Imam Nahrawi dan Herman Sutrisno melakukan tindak pidana korupsi karena kesalahan Tuhan. Tuhan lah yang salah karena telah mentakdirkan mereka menjadi koruptor. Betapa jahatnya manusia itu! Dia sebagai sosok manusia yang telah melakukan kejahatan atau tindak pidana kemudian Tuhan yang disalahkan.

Dalam perspektif ajaran Agama Islam (Surat At Tariq ayat 5) Tuhan berfirman dengan memerintahkan kepada setiap manusia untuk mengetahui asal kejadiannya. Dengan kita memahami asal kejadian kita, maka kita akan tau sebagaimana juga sudah dijelaskan oleh Tuhan dalam Kitab Suci Al-Qur’an (Surat   At Thagabun  ayat 2) bahwa dalam entitas diri manusia ada dua entitas. Ada entitas jahat (kafir) yang senantiasa akan mengajak manusia untuk berbuat tidak baik (berbagai tindak kejahatan atau pidana).

Entitas diri manusia yang kedua adalah entitas mukmin yang senantiasa akan mengajak dan mengingatkan manusia untuk berbuat baik, menghindari bisikan atau ajakan untuk berbuat jahat. Pengenalan terhadap kedua entitas diri ini wajib dan harus. Ketidak-tauan kita tentang kedua entitas ini lah yang akan membuat kita menyalahkan Tuhan sebagaimana dikemukakan di atas.

Bagaimana seluruh umat manusia di permukaan bumi sekarang ini (mulai dari Negara-negara miskin hingga Negara-negara maju dalam segala hal) selama hampir dua tahun porak-poranda menghadapi serangan Virus Covid-19. Virus yang telah mendisrupsi berbagai hal dalam kehidupan ini. Realitas yang telah membuktikan dan untuk itu kita tidak dapat menolaknya bahwa sehebat apa pun manusia (termasuk sebuah negara) dengan segala kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya tetap manusia memiliki keterbatasan kemampuan.

Baca juga: Ibu Kota Negara Pindah? Apakah Pemerintah Menjamin Hak Masyarakat Adat? Apa Dampak Jika Tidak Terpenuhinya Hak-Hak Masyarakat Adat?

Pada ranah itu lah sejatinya kita tersadar dan menjadikan setiap kejadian yang kita alami membuktikan, bahwa manusia memiliki banyak keterbatasan dan ketidakmampuan dalam menjalani dan menapaki hidup dan kehidupan ini. Terlebih lagi di dalam menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan. Eksistensi dan kuasa Tuhan menjadi segalanya. Dalam bahasan Agama Islam kita senantiasa mengucapkan. “tiada  daya dan upaya kecuali atas kehendak dan pertolongan Tuhan”.

Salah satu wujud kehidupan yang merepresentasikan semua yang kita uraikan di atas adalah, “kematian”. Hingga sekarang dan hingga sampai kapan pun, sehebat apa pun perkembangan ilmu pengetahuan (ilmu kedokteran) maka tidak akan ada satu pun manusia yang bisa menghentikan atau menunda kematian. Bila ajal yang telah ditentukan Tuhan telah sampai maka kematian akan datang menjemput dimana pun kita berada. Jangan sampai kita juga berpendapat bahwa kematian itu adalah kesalahan Tuhan.

Ahkam Jayadi Dosen UIN Alauddin Makassar 

Respon (2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *