Mahkamah Konstitusi
Beberapa tahun lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia dianggap sebagai salah satu lembaga terpenting yang lahir dari masa reformasi sehingga sering digadangkan sebagai anak kandung dari reformasi serta MK sendiri cukup berperan dalam mengembalikan semangat demokrasi di negara ini. Berbagai perspektif dan penilaian positif pun diberikan kepada MK, sehingga ia kerap dikenal dengan sebutan “The Guardian of Constitution”.
Menurut Prof. Mahfud, perjalanan MK Indonesia telah memberikan kontribusi progresif bagi perkembangan hukum konstitusional di Indonesia dan dipandang sebagai lembaga penegak hukum yang sangat kredibel. Bahkan dalam Handbook dari kampus ternama yaitu Harvard pada tahun 2012 yang ditulis oleh Tomse, MK Indonesia dinilai sebagai salah satu dari 10 mahkamah konstitusi paling efektif di dunia.
Selain itu, banyak jurnal ilmiah, artikel, dan media lainnya juga mengakui kinerja baik MK Indonesia pada masa itu, seperti yang dipaparkan dalam karya Disprestasi oleh Rifli Harun yang mengapresiasi keberanian MK dalam membuat Landmark Decisions.
Pada hakekatnya, Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia pernah dipandang sebagai salah satu lembaga peradilan yang sangat disegani dan dihormati. Hal ini dikarenakan MK telah bekerja dengan penuh rasa hormat dan tidak gentar menghadapi segala bentuk intimidasi atau intervensi dari pihak mana pun.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan banyaknya apresiasi terhadap MK adalah keberanian mereka dalam membuat keputusan – keputusan landmark yang monumental. MK tidak hanya membuat keputusan-keputusan formal prosedural, tetapi juga berani menembus dan menyentuh ke dalam ranah keadilan substantif yang menjadi roh dari hukum itu sendiri.
Keberanian dan keteguhan MK dalam menghasilkan keputusan-keputusan yang progresif dan berdampak signifikan terhadap penegakan keadilan menjadikannya sebagai lembaga yang disegani dan dihormati di masa itu.
Putusan Mahkamah Konstitusi
Secara yuridis putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat final dan mengikat, tidak menutup kemungkinan bahwa beberapa putusan MK justru dianggap tidak relevan atau tidak sempurna. Salah satu contohnya adalah Putusan MK No. 32/PUU-XVII/2020 terkait Presidential Threshold dalam Pilkada.
Putusan ini menuai banyak kritik karena dianggap mempersulit pencalonan independen dan memperkuat oligarki partai politik. Selain itu, putusan ini dinilai tidak relevan karena sistem Pilkada di Indonesia perlu terus diperbarui untuk mendorong partisipasi politik yang lebih luas dan meningkatkan kualitas demokrasi.
Oleh karena itu, meskipun putusan MK bersifat final, namun tidak berarti bahwa putusan tersebut tidak dapat dikritik atau dievaluasi kembali. Terutama jika putusan tersebut dianggap tidak sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan sistem politik dan ketatanegaraan yang terus berubah. Putusan MK yang dianggap tidak relevan perlu dilakukan peninjauan kembali agar dapat mencapai tujuan yang lebih ideal bagi demokrasi.
Tak cukup sampai disitu, Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini telah membuat citra buruk di mata masyarakat. Puncak dari rusaknya kredibilitas dan integritas MK terjadi dengan dikeluarkannya Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023. Dalam putusan ini, dugaan nepotisme dan kolusi tampak nyata di hadapan publik.
Masyarakat menyadari bahwa putusan ini didasari oleh pelanggaran etika dan hanya untuk kepentingan tertentu, bukan demi penegakan konstitusi yang adil. Tidak sedikit masyarakat yang menilai bahwa konstitusi di negara ini sedang “dimainkan” oleh pihak-pihak berkuasa melalui salah satu Hakim MK, yaitu Anwar Usman, yang merupakan paman dari pasangan calon presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Keberhasilan lahirnya “putusan paman” yang cacat hukum ini, menurut masyarakat, dapat menjadi alasan kuat bahwa MK telah berubah menjadi lembaga yang memalukan.
Baca juga: Perlukah Model Pengujian Konstitusional Asing Diadopsi Mahkamah Konstitusi?
Beberapa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianggap tidak relevan atau kurang sempurna tersebut bisa dikatakan sebagai salah satu penyebab yang telah menurunkan kredibilitas dan marwah institusi ini dalam menjaga demokrasi dan konstitusi. Oleh karena itu, perlu dilakukan terobosan baru di dalam MK untuk mengembalikan kewibawaannya sebagai “Penjaga Konstitusi” (The Guardian of Constitution).
Troboson Perbaikan Mahkamah Konstitusi
Salah satu trobosan yang dapat dilakukan adalah dengan Memperluas wewenang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) agar dapat melakukan pembatalan atau perbaikan terhadap putusan-putusan MK yang dianggap tidak sesuai dengan norma atau etika yang berlaku. MKMK sendiri merupakan perangkat yang dibentuk oleh MK untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, serta martabat lembaga, termasuk menjaga kode etik dan perilaku para hakim konstitusi.
Penguatan peran dan wewenang MKMK dapat menjadi salah satu langkah strategis untuk mengembalikan kredibilitas dan integritas MK sebagai lembaga penjaga konstitusi yang berwibawa dan independen. Perlunya mekanisme internal yang kuat di dalam MK untuk mengawasi dan menjaga kualitas putusan-putusannya demi menjaga kepercayaan publik.
Selain itu juga, dengan adanya perluasan wewenang ini dapat menghindari adanya putusan yang sekiranya menimbulkan ketidakpastian hukum di ruang lingkup bernegara. Dengan adanya perluasan ini juga dapat membuat hakim – hakim MK untuk lebih berhati – hati dalam memberikan keputusan dan mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang.
Pada dasarnya, Indonesia merupakan negara demokrasi yang mana dengan adanya perluasan wewenang MKMK sendiri dapat memperkuat sistem demokrasi dengan memastikan bahwa MK sudah menjalankan tugasnya dengan penuh akuntabilitas dan kredibilitas. MKMK juga dapat dikatakan atau dijadikan sebagai benteng terakhir untuk menegakkan konstitusi dan melindungi hak – hak konstitusional warga negara serta juga dapat memperkuat supremasi hukum.
Selain memperkuat peran Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), mungkin juga dapat disarankan untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, khususnya terkait penjelasan mengenai kewenangan MK.
Dengan merevisi UU tersebut, akan dapat meminimalisir adanya putusan atau ketetapan MK yang menyimpang atau tidak relevan. Sehingga ke depannya, putusan-putusan MK dapat benar-benar teruji kredibilitas dan integritasnya.
Baca juga: Mahkamah Konstitusi: Quo Vadis Independensi?
Gagasan ini tampaknya menjadi alternatif lain yang dapat dilakukan selain memperluas wewenang MKMK. Revisi UU MK sendiri dapat menjadi landasan hukum yang lebih kuat untuk memastikan MK menjalankan fungsi dan kewenangannya sesuai dengan prinsip- prinsip konstitusionalitas dan demokrasi yang sehat.
Perlu adanya penambahan kewenangan Judicial Preview bagi Mahkamah Konstitusi (MK) melalui revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011. Saat ini MK memiliki kewenangan Judicial Review, yaitu melakukan pengujian terhadap produk Undang-Undang baik dari segi formil (pembentukan) maupun materiil (muatan).
Perlu adanya revisi kewenangan ini agar MK juga diberikan kewenangan Judicial Preview, yaitu melakukan pengujian terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) atau proses perencanaan perundang-undangan. Dengan adanya Judicial Preview, MK dapat melakukan pengujian dan pengawasan lebih awal terhadap proses penyusunan RUU, sehingga dapat meminimalisir potensi adanya putusan MK yang menyimpang atau tidak relevan di kemudian hari. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kredibilitas setiap putusan yang ditetapkan oleh MK.
Gagasan mengenai Judicial Preview sebagai salah satu terobosan bagi Mahkamah Konstitusi (MK) tidak hadir tanpa adanya alasan yang kuat. Fungsi utama dari Judicial Preview adalah untuk meminimalisir kemungkinan adanya putusan MK yang tidak sempurna atau tidak relevan di kemudian hari.
Selain itu, adanya Judicial Preview juga dapat membantu mencegah lahirnya aturan atau norma hukum yang tidak sesuai dengan budaya dan ruang lingkup warga negara Indonesia. Lebih jauh lagi, mekanisme ini dapat mempercepat proses pembentukan aturan atau norma hukum baru yang memang sudah lama diperlukan.
Hal ini penting mengingat proses penetapan undang-undang baru di Indonesia seringkali membutuhkan jangka waktu yang relatif lama. Dengan adanya Judicial Preview, diharapkan jangka waktu pembentukan undang-undang dapat lebih singkat.
Oleh karena itu, gagasan penambahan kewenangan Judicial Preview bagi Mahkamah Konstitusi dapat menjadi terobosan yang membantu mengembalikan peran dan kredibilitas MK sebagai lembaga penjaga konstitusi yang independen dan efektif.
Gagasan ini tampak konstruktif dan memiliki landasan pemikiran yang kuat. Penambahan kewenangan Judicial Preview bagi MK dapat menjadi langkah strategis dalam upaya memperkuat peran MK sebagai penjaga konstitusi dan demokrasi yang efektif.
Kombinasi antara penguatan peran MKMK dan revisi UU MK dapat menjadi terobosan strategis untuk mengembalikan marwah dan kredibilitas Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga penjaga konstitusi yang independen dan berwibawa.
Dengan adanya bentuk saran yang tampak konstruktif seperti ini, maka diharapkan bisa dijadikan sebagai langkah awal dalam upaya memperbaiki kinerja MK ke depan.