Anak merupakan anugerah bagi pasangan suami istri, sebagai pelupur lara dan penyemangat hari-hari. Sebagai titipan Allah SWT anak harus di rawat dan dibesarkan dengan baik dan benar, dengan harapan dapat menjadi anak yang sholeh dan shilohah serta berbakti kepada orang tua, agama, bangsa, dan negara.
Baca Juga: Pernikahan Dalam Islam
Lalu, bagiamana sebenarnya pengasuhan anak menurut Islam? atau siapa yang lebih berhak dalam mengasuh anak? Tentu, mengasuh anak merupakan kewajiban suam dan istri. Namun, dewasa ini cukup banyak suami maupun istri yang lalai dalam merawat dan menjaga anaknya.Anak merupakan anugerah bagi pasangan suami istri, sebagai pelupur lara dan penyemangat hari-hari. Sebagai titipan Allah SWT anak harus di rawat dan dibesarkan dengan baik dan benar, dengan harapan dapat menjadi anak yang sholeh dan shilohah serta berbakti kepada orang tua, agama, bangsa, dan negara.
Baca Juga: Pernikahan Dalam Islam
Hak asuh anak merupakan hal yang penting untuk di pahami, terlebih bagi pasangan muda, suami istri yang bercerai, bahkan bagi keluarga masing-masing suami istri. Untuk memahami bagaimana pandangan Islam terhadap hak asuh anak silahkan sobat simak artikel di bawah ini sampai selesai.
Pengertian Hak Asuh Anak (Hadhanah)
Secara etimologi Hadhanah berarti lambung, sedangkan secara estimologi Hadhanah ialah hak untuk merawat, mendidik, atau mengasuh seorang anak yang belum mampu menjaga dan mengatur dirinya sendiri. Adapun menurut pendapat yang lain bahwa Hadhanah ialah memelihara anak yang masih kecil baik laki-laki maupun perempuan, atau orang yang kurang berakal yang tidak mampu membedakan hal baik dan hal buruk. Maka, berdasarkan dua (2) definisi di atas hak asuh anak tidak berlaku bagi seorang yang sudah dewasa seperti baligh dan berakal.
Pengasuhan terhadap anak meliputi memenuhi kebutuhannya, menjaganya dari berbagai hal yang dapat membahayakan, mencukupi pendidikan bagi si anak, mengembangkan kemampuan intelektual agar mampu hidup secara mandiri. Memperoleh asuhan dan pendidikan ialah hak bagi si anak, dan yang paling utama dalam memberikan hal tersebut adalah kedua orang tuanya, dalam hal kedua orang tua tidak ada atau meninggal dunia atau tidak mampu maka, tanggungjawab tersebut dipikul oleh kerabatanya. Pembahasan siapa saja yang berhak dalam hak asuh anak akan di bahas pada sub di bawah dalam artikel ini.
Catatan penting, bahwa para ulama satu pandangan tentang hukum hak asuh an (Hadhanah) yakni wajib. Namun, berbeda pandangan tentang hal ini menjadi hak orang tua atau hak anak. Sedangkan dalam Konvensi Hak Anak Internasional dejaskan hak-hak anak, lebih lengkapnya silahkan baca dalam artikel hak asuh anak.
Masa Hak Asuh Anak (Hadhanah)
Secara sederhana untuk mengklasifikasikan masa hak asuh anak ialah sampai si anak dewasa dan berakal yakni mampu membedakan yang baik dan yang buruk. Namun, dalam praktiknya tidak semudah itu karena diperlukan patokan pasti agar si anak dapat di katagorikan dewasa dan berakal. Adapun pendapat beberapa Mazhab tentang hal ini beragam, berikut penjelasainya:
Menurut Imam Hanafih bahwa masa asuhan anak ialah tujuh (7) tahun bagi laki-laki dan sembilan (9) tahun bagi perempuan. Adapun pendapat Imam Hambali ialah masa asuh anak laki-laki dan perempuan tujuh (7) tahun dan setelah itu diberi hak untuk memilih dengan siapa ia akan tinggal. Sedangkan menurut Imam Syafi’i bahwa masa asuh anak ialah saat anak mumayyiz yakni saat anak sudah berumur tujuh (7) tahun atau delapan (8) tahun. Senada dengan pendapat Imam Hambali, Imam Maliki juga berpandangan bahwa masa asuh anak ialah tujuh (7) tahun.
Lalu bagaimana menurut hukum di Indonesia?
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 105 disebutkan bahwa batas mumayyiz seorang anak ialah 12 tahun. Sedangkan dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dijelaskan bahwa seorang anak mumayyiz pada umur 18 tahun atau setelah melangsungkan pernikahan.
Dari uraian di atas, memang jelas terjadi banyak berbedaan tentang masa hak asuh anak, namun secara garis besar bahwa ketika anak sudah dewasa maka hak asuh tersebut telah usai atau berakhir.
Dasar Hukum (Hadhanah)
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ
Artinya “Adalah kewajiban ayah untuk memberi nafkah dan pakaian untuk anak dan istrinya” (Qs.Al-Baqarah:233)
Dalam Hadist, seorang wanita datang menghadap kepada Rasulullah SAW. bahwa ia telah diceraikan oleh suaminya dan mantan suaminya itu hendak menceraikan anaknya darinya. Rasululullah berkata kepada wanita tersebut “Kaulah yang lebih berhak untuk mendidik anakmu selama kamu belum kawin dengan orang lain” (HR. Abu Daud dan al-Hakim).
Syarat Bagi Pemegang Hak Asuh Anaka (Hadhanah)
Dalam Islam, tidak semua orang memiliki hak untuk mengasuh seorang anak, ada beberapa syarat yang harus di penuhi agar ia diperbolehkan mengasuh seorang anak. Hal tersebut bertujuan agar anak yang di asuh dapat dirawat dan asuh dengan masksimal, secara sederhana hanya terdapat dua (2) syarat yakni adanya kecukupan dan kecakapan. Adapun syarat-syarat lainnya, sebagai berikut:
- Baligh dan berakal sehat
- Dewasa
- Mampu mendidik
- Amanah dan berakhlak
- Beragama Islam
- Merdeka
Siapa yang Berhak Memegang Hak Asuh Anak (Hadhanah) Menurut Islam?
Mengasuh anak merupakan tanggungjawab yang besar, tidak semua orang berhak untuk mengasuh anak. Berikut penjelasan siapa saja yang berhak mengasuh seorang anak yang dibagi menjadi tiga (3) periode:
Periode Sebelum Mumayyiz
Pada periode ini yang paling berhak mengasuh seorang anak ialah ibu, karena sifat ibu yang lembut dan penuh kasih sayang, dan hal tersebutlah yang paling dibuthkan oleh seorang anak yang belum mumayyiz.
Periode Mumayyiz
Periode Ketika Terjadi Perceraian
- Ibu
- Nenek dari ibu dan terus ke atas
- Nenek dari pihak ayah
- Saudara Kandung
- Saudara Perempuan se-ibu
- Saudara perempuan se-ayah
- Anak perempuan dari saudara perempuan sekandung
- Anak perempuan dari saudara perempuan seayah
- Saudara perempuan seibu dan sekandung dengannya
- Saudara perempuan ibu yang seibu dengannya (bibi)
- Saudara perempuan ibu dan seayah dengannya (bibi)
- Anak perempuan dari saudara perempuanseayah
- Anak perempuan dari saudara laki-laki kandung
- Anak perempuan dari saudara laki-laki seibu
- Anak perempuan dari saudara laki-laki seayah
- Bibi yang sekandung dengan ayah
- Bibi yang seibu dengan ayah
- Bibi yang seayah dengan ayah
- Bibi ibu dari pihak ibu
- Bibinya ayah dari pihak ibunya
- Bibi ibu dari pihak ayahnya
- Bibik ayah dari pihak ayah
Respon (1)