PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia

Sistem Pemerintahan Campuran

Avatar of Pinter Hukum
Sistem Pemerintahan Campuran

Daftar Isi

Pengantar

Dalam penyelenggaraan eksistensi negara, sistem pemerintahan menjadi salah satu ciri khas tersendiri yang dimiliki oleh beberapa negara.

Beberapa ahli telah menguraikan sejarah perkembangan sistem pemerintahan yang sudah di praktekkan oleh berbagai negara mulai dari Presidensial, parlementer, dan campuran.

Dari ketiga pembagian sistem pemerintahan tersebut, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

Berbeda dengan sistem pemerintahan presidensiil dan parlementer yang memiliki banyak contoh praktis dalam ketatanegaraan di berbagai negara, maka sistem campuran (hybrid/mixed system) adalah sistem yang jarang sekali diterapkan.

Pengelompokannya juga bukanlah pernyataan konstitusi atau founding father/framer constitution dari suatu negara, melainkan dari pemahaman para pakar terhadap pelaksanaan praktis.

Hal itu dapat dilihat dari pandangan Jimly terhadap posisi sistem pemerintahan Indonesia pada awal masa pemerintahan pasca kemerdekaan. 

Jimly berpendapat bahwa UUD 1945 melihat dari kesepakatan para tokoh BPUPKI jelas memperlihatkan semangat pelaksanaan sistem pemerintahan presidensiil, namun prakteknya memperlihatkan bahwa Indonesia telah masuk ke ranah sistem pemerintahan campuran.

Jadi, dalam pengelompokan sistem pemerintahan sebuah negara kedalam mixed system of government tidak diletakkan kepada pandangan para framers of constitution atau ketentuan-ketentuan di dalam konstitusi itu sendiri, melainkan melihat proses dari berjalannya pemerintahan.

Pada dasarnya, sistem pemerintahan campuran tidak dapat dikelompokkan kedalam dua sistem pemerintahan pada umumnya.

Akan tetapi sistem campuran tetap memperlihatkan ciri-ciri dari kedua sistem pemerintahan (presidensiil dan parlementer) dengan tingkat dominasi yang berbeda-beda.

Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemerintahan campuran pada sebuah negara memiliki substansi yang berbeda dengan sistem pemerintahan  campuran di negara lain.

Baca juga: Pengertian Negara dan Asas Hukum

Pengertian

Pada hakikatnya, sistem pemerintahan campuran merupakan variasi dari sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer.

Situasi dan kondisi yang berbeda di setiap negara menyebabkan adanya perbedaan ciri-ciri yang terdapat dalam kedua sistem pemerintahan tersebut.

Adapun ciri utama yang terdapat dalam sistem pemerintahan campuran antara lain adalah:

(1)   Menteri-menteri dipilih oleh parlemen.

(2)   Lamanya masa jabatan eksekutif ditentukan dengan pasti dalam konstitusi.

(3)   Menteri-menteri tidak bertanggungjawab baik kepada parlemen maupun kepada presiden.

Pada sistem pemerintahan campuran, presiden merupakan kepala pemerintahan yang dibantu oleh kabinet. Tetapi presiden bertanggungjawab kepada lembaga legislatif, sehingga presiden dapat dijatuhkan oleh lembaga tersebut.

Sistem pemerintahan campuran atau quasi adalah sistem pemerintahan dimana di dalamnya terdapat unsur-unsur sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer tercampur dan ciri-ciri kedua sistem tersebut sama-sama dianut.

Sistem pemerintahan campuran ini memadukan kelebihan dari sistem pemerintahan presidensial dan parlementer. Dalam menjalankan roda pemerintahan, sistem pemerintahan campuran berupaya untuk mencarikan titik temu antara sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer.

Kecenderungan penerapan sistem pemerintahan campuran itu timbul berangkat dari kesadaran dan orientasi politik bahwa dalam sistem presidensial dan parlementer, selalu saja ditemukan adanya kelemahan-kelemahan di samping kebaikan bawaan yang dimiliki masing-masing sistem.

Oleh karena itu, sistem pemerintahan campuran ini dianggap sebagai jalan tengah diantara sistem pemerintahan presidensial dan parlementer. Untuk memastikan titik temu dalam sistem ini bisa dilihat pada karakteristiknya.

Karakteristik

Pertama, seperti sistem parlementer, selain jabatan presiden, ada pula jabatan dewan konstitusi yang dipimpin perdana menteri yang terpisah dari jabatan presiden.
Kedua, baik presiden maupun kabinet sama-sama memiliki kekuasaan riil atas penyelenggaraan pemerintahan. Presiden tidak sekedar simbol seremonial. Jadi, terdapat pembagian kekuasaan antara presiden dan kabinet. Presiden memegang kehendak utama atas jalannya pemerintahan. Sidang-sidang kabinet dipimpin oleh presiden.
Ketiga, perdana menteri dan menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden kepada nasional assembly (majelis rendah), yaitu unsur-unsur utama badan perwakilan rakyat, disamping senat.
Keempat, presiden dipilih langsung oleh rakyat untuk masalah jabatan tujuh tahun dan dapat dipilih kembali.

Selain itu, Saldi Isra menambahkan karakteristik umum yang dimiliki oleh sistem pemerintahan campuran, antara lain :

  1. The head of state (president) is elected by popular vote either directly or indirectly for a fixed of office.
  2. The head of state the executive power with a prime minister, thus entering a dual authority structure whose three defining criteria are.
  3. The president is independent from parliament, but is not entitled to govern alone or directly and therefore his will must be conveyed and processed via his government.
  4. Conversely, the prime minister and his cabinet are president-independent in that they parlement-dependent; they are subject to either parliamentary confidence or on confidence (or both), an either case need the support of parliamentary majority.
  5. The dual authority structure of semi-presidentialisme allows for different balances and also for shifting prevalances of power within the executive, under the condition that the “outonomi potensial” of each component unit of the executive does subsist.

Adapun negara-negara yang menganut sistem pemerintahan campuran ini, ada yang menonjol sifat presidensialnya sehingga dinamakan quasi presidensial, seperti yang dipraktekkan di Republik Perancis mempunyai Presiden dan Perdana Menteri sekaligus, Presiden bertindak sebagai kepala negara yang dipilih langsung oleh rakyat.

Sedangkan perdana menteri diangkat oleh presiden dari partai politik atau gabungan partai politik yang menguasai kursi mayoritas di parlemen.

Dalam sistem ini, yang lebih utama adalah presiden, sehingga dapat dikatakan bahwa elemen sistem parlementer dicangkokkan ke dalam sistem presidensial.

Baca juga: Sistem Pemerintahan Parlementer

Karena itu, pada pokoknya sistem ini dapat juga disebut sebagai sistem quasi presidensial (Ashiddiqie, 2016: 319).

Ada juga yang lebih menonjol sifat parlementernya sehingga dinamakan quasi parlementer. Seperti yang dipraktekkan di Jerman, India, dan Singapura, di negara-negara ini yang lebih menonjol adalah sistem parlementernya.

Di singapura, ciri utamanya adalah sistem pemerintahan parlementer dengan menerapkan model “eksekutif ganda” (dual executive) di tangan presiden dan perdana menteri, akan tetapi kedudukan presiden hanya simbolik.

Demikian dapat dipahami bahwa sistem pemerintahan campuran merupakan perpaduan antara sistem pemerintahan presidensial dan parlementer.

Jika lembaga eksekutif yang lebih dominan, maka disebut semi presidensial, tetapi jika parlemen yang dominan, maka disebut semi parlementer.

Sejarah

Berbicara mengenai sejarah sistem pemerintahan campuran, maka tidak akan lepas dari kajian mengenai perkembangan ketatanegaraan Perancis.

Sistem pemerintahan campuran merupakan titik balik dari pelaksanaan Konstitusi Republik Ke-empat. Dibawah naungan aturan tertinggi tersebut, Perancis tidak mampu membendung permasalahan disintegrasi daerah-daerah koloninya.

Konflik puncak perpecahan negara-negara koloni Perancis terjadi pada 13 Mei 1958. Pada hari itu Tentara Aljazair menyatakan kemerdekaannya dari kolonial Perancis melalui penguasaan gedung pemerintah Prancis di Aljazair. Hal itu menunjukkan semakin lemahnya kekuatan pemerintahan Prancis di mata koloni-koloninya.

Jendral Perancis, Charles Andre Joseph Marie de Gaulle menganggap bahwa hal itu disebabkan keslahan para politikus. Ia beranggapan bahwa sistem multi partai yang berlaku di Perancis menjadi penyebab lemahnya kewibawaan pemerintah.

Melihat kondisi yang semakin parah tersebut, Majelis Nasional (National Assembly) menunjuk Charles de Gaulle sebagai perdana menteri pada 1 Juni 1958 dan menugaskannya untuk membentuk konstitusi baru dengan kekuasaan darurat selama 6 (enam) bulan.

Secara politik, sosok de Gaulle diperlukan untuk menyatukan perpecahan yang terjadi di Perancis, Robert Elgie menyebutnya sebagai pimpinan kharismatik.

Konstitusi baru tersebut akhirnya didukung mayoritas rakyat melalui referendum dengan 79,2% suara pada 28 September 1958.

Dari dukungan tersebut resmilah terbentuk Republik Ke-lima Perancis dengan bentuk baru sistem bernegara. Koloni-koloni menjadi bagian resmi negara kesatuan Perancis, termasuk juga Aljazair.

Adapun ciri konstitusi baru tersebut sesuai dengan keinginan de Gaulle, menjadikan Presiden sebagai pusat kekuasaan.

Menurut Vicky C Jackson ciri pokok pemerintahan baru terletak dari pelaksanaan pemilihan presiden secara langsung, presiden berkuasa mengangkat perdana menteri dan anggota kabinetnya, anggota kabinet menteri tidak diperkenankan merangkap menjadi anggota parlemen, serta presiden diberi kewenangan untuk mengeluarkan kebijakan strategis yang memiliki kekuatan hukum mengikat, dan pemerintahan diberikan kekuasaan strategis untuk mengawssi jalannya kegiatan parlemen.

Selengkapnya Vicky C. Jackson menyebutkan kekhususan pemerintahan baru tersebut sebagai berikut;

The french president is directly elected, appoints the prime minister, and can appoint cabinet members (of whom the prime minister need not approve). cabinet members cannot serve in parliament at the same time. the president through the government has substantial powers to issues decrees, which have legal effect, and the government has substantial power to control the agenda of the parliament.

Pemilihan umum parlmen pertama di bawah aturan Konstitusi Republik Ke-lima berlangsung pada November 1958. Pada bulan Desember 1958, de Gaulle terpilih sebagai Presiden melalui electoral college dengan 78% suara, kemudian dilantik pada Januari 1959.

Oleh karena itu, de Gaulle disebut juga sebagai pendiri Republik Ke-lima yang membentuk pertama kali sistem pemerintahan yang dinyatakan oleh pajkar sebagai sistem campuran.

Bentuk sistem opemerintahan campuran Perancis juga diterapkan pada negara-negara bekas koloninya, seperti Cote D’Ivoire, Gabon, Mali dan Senegal, serta beberapa negara0negara di Eropa Timur seperti; Polandia dan Bulgaria.

Polandia memiliki sistem campuran yang elemen-elemen pemerintahannha sama dengan sistem hybrid Perancis. Portugal juga menganut mixed system yang juga mempengaruhi negara-negara bekas koloninya, seperti Mozambik dan Angola.

Indonesia menurut Jimly, sebagaimana disebutkan diatas, juga pernah menganut sistem pemerintahan campuran. pembentukan kabinet parlementer pertama dibawah pimpinan Perdana Menteri Sutan Syahrir pada 14 November 1945 menunjukkan pelaksaan sistem pemerntahan hybrid.

Dikarenakan UUD 1945 tidak menyebutkan adanya Perdana Menteri dalam konsep pemerintahan. Sistem pemerintahan campuran terus bertahan pada masa pemberlakuan UUD RIS Tahun 1949 dan UUDS Tahun 1950, bahkan ketika kembali kepada UUD 1945 melalui dekrit 5 Juli 1959.

Sejumlah literatur menyimpulkan bahwa ada beberapa kelebihan dan kekurangan yang terdapat dalam sistem pemerintahan campuran, antara lain sebagai berikut;

Baca juga: Pemerintahan Campuran

Kelebihan

Sistem pemerintahan campuran memiliki enam kelebihan. Adapun keenam kelebihan tersebut diuraikan secara singkat melalui poin-poin singkat sebagai berikut :

  1. Dapat menggabungkan keunggulan presidensialisme dan parlementerianisme. Daya tarik sistem pemerintahan ini adalah kemampuan menggabungkan kelebihan dari presidensial yang dipilih langsung dengan perdana menteri yang harus harus memiliki dukungan mayoritas absolut di lembaga legislatif.
  2. Perlu konsensus pertama. Pendukung sistem pemerintahan campuran memfokuskan pada kapasitasnya untuk meningkatkan akuntabilitas dan keterkenalan eksekutif, sementara juga membangun sistem saling pengasawan dan pengimbangan antara kedua sayap eksekutif dalam pemerintahan. Konsensus bersama ini merupakan keunggulan bagi masyarakat yang terpecah-pecah, karena mensyaratkan presiden untuk mencapai kesepakatan dengan legislatif dalam isu-isu penting, dan menjadikannya kekuatan “jalan tengah”.
  3. Sistem pemerintahan campuran ala filandia memungkinkan untuk presiden berbagi kekuasaan dengan perdana menteri secara berimbang, dengan tanggungjawab spesifik untuk lingkup tertentu, seperti kebijakan luar negeri.
  4. Ada banyak variasi norma dan aturan yang menyangkut hak-hak prerogatif presiden dibawah bentuk pemerintahan campuran, dalam peranan politik-politik aktual yang yang dimainkan oleh kepala negara.
  5. Badan legislatif Prancis tidak dapat memecat presiden di tengah masa jabatan. Sebaliknya, presiden dapat membubarkan majelis rendah (tetapi tidak untuk majelis tinggi). Selanjutnya, presiden dapat mengangkat dan mencermati perdana menteri yang secara efektif adalah kepala kabinet dan lembaga legislatif. Sama halnya dengan model parlementer, majelis rendah juga dapat memaksakan perdana menteri untuk turun dari jabatannya melalui mosi tidak percaya. Jadi dalam model Prancis, perdana menteri amat rawan terhadap kemungkinan pemecatan oleh presiden maupun oleh lembaga legislatif.
  6. Prancis memiliki eksekutif yang amat efektif dan kuat dengan peran kepemimpinan yang sesungguhnya dalam proses legislatif dengan menggunakan decretsataupun dalam masalah-masalah dalam batas-batas yuridiksi parlemen, dengan memiliki kekuasaan yang hampir eksekutif untuk memprakarsai pembuatan UU dan amandemen.

Kekurangan

Selain memiliki kelebihan sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, sistem pemerintahan campuran ini juga memiliki beberaka kekurangan atau kelemahan, antara lain adalah :

  1. Kecenderungan terjadinya kebuntuan antara dan sayap-sayap eksekutif di pemerintahan. Karena kekuasaan pemerintah dibagi antara perdana menteri dan presiden, misalnya maka kekuasaan hubungan antara luar negeri pada presiden sementara perdana menteri dan kabinet menentukan kebijakan domestik. Ketegangan struktural dapat terjadi dalam pemerintahan secara keseluruhan. Ini mendorong terjadinya kebutuhan dan mobilisasi , terutama sebagaimana terjadi dalam beberapa negara yang menggunakan istilah ini, bila presiden dan perdana menteri berasal dari partai yang berbeda.
  2. Pembagian kekuasaan pemerintahan yang tidak jelas. Hal ini terutama terjadi bila pembagian kekuasaan antara kedua jabatan ini tidak jelas seperti kebijakan luar negeri dalam sistem pemerintahan perancis, dan ketika penjadwalan dan urutan pemilihan kedua jabatan ini berbeda.
  3. Pelaksanaan sistem pemerintahan campuran sangat menyulitkan bila presiden dan pendukung-pendukungnya tidak memiliki suara mayoritas di dalam badan kegislatif.
  4. Sistem pemerintahan campuran cenderung tidak berfungsi antara ekstrem “mayoritarian” dari presidensialisme dan sistem parlementer yang bercirikan “memecah-belah” serta mudah menimbulkan destabilitasi. Sebaliknya, jika presiden dan badan legislatif berada dibawah kontrol partai yang sama atau analisi pemilih yang sama, sistem pemerintahan campuran cenderung berfungsi dengan car a yang sangat mayoritarian, seperti sistem presidensial dengan “pemerintahan persatuannya”. Sebaliknya, jika norma-norma yang kuat dari kejujuran partisan telah tertanam pada diri kepala negara, atau jika seseorang presiden yang lebih partisan tidak mendapatkan dukungan mayoritas dalam badan legislatif, para presidennya dalam sistem pemerintahan campuran cenderung bertindak seperti kepala negara “boneka” dalam sistem parlementer.
  5. Peranan presiden perancis yang sering dijadikan tipe ideal dari sistem pemerintahan campuran juga memiliki kelemahan. Ia tidak pernah berfungsi sebagai setengah presidensial dan setengah parlementer, dengan presiden dan perdana menteri secara bersama-sama mengepalai pemerintahan.
  6. Ketidak stabilan institusi yang melekat pada sistem pemerintahan campuran akan memungkinkan kalangan elit yang tidak bertanggungjawab untuk terlibat dalam perjuangan sengit untuk mendapatkan wewenang yuridiksi.

Sumber:

Jimly Asshiddiqie. (2007). Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi. Jakarta: PT.Bhuana Ilmu Populer. 

Jazim Hamidi dkk. (2010). Civic Education. Jakarta: PT Gramedia.

Rendy Adiwilaga dkk. (2018). Sistem Pemerintahan Indonesia. Yogyakarta: CV BUDI UTAMA. 

Muhtar Haboddin. (2015). Pengantar Ilmu Pemerintahan. Malang: UB Press.

 

Respon (10)

  1. Thank you for the auspicious writeup. It actually used
    to be a enjoyment account it. Glance complex to
    far added agreeable from you! However, how could we be in contact?

  2. Link exchange is nothing else but it is simply placing the other person’s blog link on your page at suitable place and other person will also
    do similar in favor of you.

  3. This is very interesting, You are a very skilled blogger.
    I have joined your feed and look forward to seeking more of your fantastic post.
    Also, I’ve shared your site in my social networks!

  4. This is really interesting, You’re a very skilled blogger.
    I’ve joined your feed and look forward to seeking more of your great post.

    Also, I’ve shared your website in my social networks!

  5. These are really impressive ideas in regarding blogging.
    You have touched some pleasant points here. Any way keep up wrinting.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *