Maraknya kasus penggelapan dana perusahaan swasta membuat beberapa masyarakat menganggap kasus tersebut dikategorikan dengan kasus korupsi. Berdalih sama-sama merugikan beberapa pihak, apakah dalam hukum kasus penggelapan dana perusahaan swasta sama dengan kasus korupsi? Agaknya kita perlu menelaah dua kata sentimental pada pembahasan kali ini, yaitu penggelapan dan korupsi.
Dalam hukum kita bisa melihat pengertian penggelapan pada Pasal 372 KUHP, yaitu :
“Barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama seklai atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.”
Namun jika motif penggelapan dana dilakukan oleh seseorang jabatan, maka untuk dihukum berdasarkan ketentuan Pasal 374 KUHP, yakni:
“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang menguasai barang itu karena jabatannya atau karena pekerjaannya atau karena mendapat gaji/upah. Maka akan diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.”
Sedangkan untuk mengetahui suatu tindakan pidana korupsi, diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dimana dalam hal ini telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001, yakni:
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”
Baca juga: Riuh Pendaftaran HAKI Citayam Fashion Week, Berikut Aturan Permohonannya!
Menurut kacamata hukum, pengertian penggelapan dana perusahaan dan tindak pidana korupsi bisa dilihat dari dampak kerugiannya. Jika terjadi penggelapan dana perusahaan swasta dan berdampak pada orang maupun badan hukum selain negara maka tidak dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Sehingga ketentuan hukum yang berlaku menggunakan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Sedangkan, jika penggelapan dana perusahaan milik negara yang berdampak pada kerugian negara dan perekonomian negara. Maka ketentuan hukum yang pantas untuk mengadili adalah UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lalu hal apa yang harus dilakukan saat terjadi penggelapan dana disuatu perusahaan swasta? Langkah awal anda dapat melakukan langkah-langkah yang bersifat keperdataan seperto mengumpulkan bukti dan fakta adanya kasus penggelapan dana berupa media percakaan elektronik maupun dokumen. Selain itu untuk memperkuat laporan, sobat harus menyiapkan para saksi. Setelah semua fakta, bukti dan saksi sudah lengkap maka sobat bisa langsung memproses kepada pihak yang berwenang.
Namun apakah setelah dituntut secara keperdataan, maka tidak bisa dituntut secara pidana? Bentuk hak & pertanggung jawaban antara hukum keperdataan dan pidan tentu jelas berbeda. Contoh seorang karyawan telah mempertanggungjawbakan perbuatannya dalam keperdataan dengan mengembalikan uang senilai atas penggelapan dana yang dilakukannya. Tetapi dalam pengembalian tersebut tidak serta merta menghilangkan pemidanaan, begitupun sebaliknya. Dalam hal ini, korban bisa melakukan dua sekaligus upaya hukum kepada pelaku dengan tindak pidana penggelapan berdasar Pasal 372 & 378 KUHP dan bisa sekaligus mengajukan gugatan perdata berupa gugatan wanprestasi.
Baca juga: Mengenal Profesi Hukum: Polisi & Advokat
Tetapi menjadi catatan: Dalam teori pemidanaan, pengembalian uang atau kesepakatan antar para pihak tidak menghilangkan pemidanaan. Namun perbuataannya akan masuk dalam kategori pertimbangan majelis sebagai hal yang meringankan hukuman, karena pelaku telah beritikad baik menyesali perbuatannya pada pemutusan pemidanaan. Hal ini disebut dengan penyelesaian pidana Restorative.
Sumber:
1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana
2) Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001