Asas-Asas Hukum Telematika
Indonesia memuat asas-asas Hukum Telematika di dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 3 (tiga) yang mengandung asas-asas hukum ini berbunyi sebagai berikut:
“Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.”
Maka dengan jelas bahwa terdapat 5 (lima) asas yang menjadi dasar pelaksanaan Hukum Telematika di Indonesia. Kelima asas tersebut yaitu asas kepastian hukum, asas manfaat, asas kehati-hatian, asas itikad baik, dan asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.
Baca juga: Memahami Ruang Lingkup Hukum Telematika
Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraanya yang mendapat pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan.
Kepastian hukum menekankan agar hukum atau peraturan itu ditegakkan sebagaimana yang diinginkan oleh bunyi hukum atau peraturannya. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa yang konkret.
Kepastian hukum ditujukan sebagai perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.
Asas Manfaat
Asas manfaat merupakan asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum ditujukan untuk manusia sehingga pelaksanaannya harus memberi manfaat bagi manusia.
Asas Kehati-hatian
Asas kehati-hatian adalah landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian. Kerugian yang dimaksud ialah kerugian bagi dirinya maupun pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
Baca juga: Konsep Negara Hukum di Indonesia
Asas ini pertama kali diterapkan dalam hukum lingkungan Jerman pada awal tahun 1970-an, yang dikenal dengan istilah Vorsorgeprinzip. Asas ini mewajibkan negara untuk menghindari terjadinya kerusakan dengan melakukan perencanaan secara hati-hati.
Asas Itikad Baik
Asas itikad baik yaitu asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.
Asas ini juga diatur di dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPer yang menyatakan bahwa asas kebebasan berkontrak harus dibatasi asas itikad baik. Adapun karakter asas itikad baik di antaranya ialah keadilan dan kepatutan, tidak menyalahgunakan keadaan, paksaan, penipuan, kesesatan, kejujuran dan kepatuhan.
Asas Kebebasan
Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi dijelaskan sebagai asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.
Asas ini merupakan asas yang unik. Hal tersebut karena asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi hingga saat ini hanya dapat ditemukan dalam UU ITE,
Sumber Refrensi
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Fajri Fadhillah. “Asas Kehati-Hatian Dalam Hukum Lingkungan Indonesia (Studi Kasus Putusan PTUN Jakarta No. K15/5/2011/PTUN-JKT Terkait Izin Penempatan Tailing Di Dasar Laut Oleh PT. Newmont Nusa Tenggara = Precautionary Principle in Indonesia Environmental Law (Case Study.” Universitas Indonesia, 2015. hlm 4
Winarni, Luh Nila. “Asas Itikad Baik Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Dalam Perjanjian Pembiayaan.” DiH: Jurnal Ilmu Hukum 11, no. 21 (2015): 10.
Yohana Puspitasari Wardoyo. “Kepastian Hukum, Kemanfaatan, Dan Keadilan Terhadap Perkara Pidana Anak.” Jurnal Yudisial 8 no 3 (2015): 263.