PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia
Opini  

Dampak NGO Berplat Merah Terhadap Undang-Undang Cipta Kerja

Avatar of Pinter Hukum
Undang-Undang Cipta Kerja

LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau NGO (Non Government Organitation) adalah sebuah wadah perjuangan untuk menampung aspirasi masyarakat. Keberadaan dari NGO ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat, namun seringkali fakta di lapangan berbeda. Terdapat NGO yang malah lebih condong kepada pemerintahan, NGO tersebut yaitu NGO berplat merah.

NGO Plat Merah merupakan NGO yang sengaja dibentuk pemerintahan dan diperuntukan sebagai perpanjangan tangan dari pemerintahan. NGO Plat merah ini sering eksis di dalam pemerintahan di Indonesia. Dampak dari NGO Plat Merah adalah sebuah malapetaka di dalam lembaga NGO, karena menjadikan NGO ini tidak dapat independen. Walaupun NGO Plat Merah ini memiliki dampak positif sebagai pendukung program-program pemerintaham dan menjadi jembatan pemerintahan dengan masyarakat.

Baca juga: Analisis Politik Hukum Terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Akan tetapi, NGO Plat Merah ini lebih banyak memberikan dampak negatif, hal tersebut terjadi karena adanya kecenderungan dengan pemerintah yang menjadikan NGO tersebut mudah untuk di intervensi oleh pemerintah ataupun oknum pejabat. Selain itu jika pemerintah mengajak diskusi dalam mengambil keputusan atau kebijakan dengan NGO Plat Merah ini, maka akan terjadi kebijakan yang merugikan masyarakat dan kebutuhan untuk masyarakat. Bentuk nyata yang sudah terjadi yaitu dibentuknya undang-undang omnibus law atau undang-undang cipta kerja yang merugikan masyarakat terutama kaum buruh.

Aksi demo masyarakat terkait undang-undang cipta kerja atau yang sering disebut sebagai omnibus law telah terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Daerah-daerah tersebut antara lain:

Semarang yang terjadi di Kantor Gubernur Jawa Tengah, Semarang, Bandung yang berlangsung di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jabar, Banten yang dilakukan di Kota Serang, Banten, Surabaya yang terjadi di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya, Makassar yang berada di depan Kantor DPRD Sulawesi Selatan, Bekasi yang massa melakukan long march dari kampus yang di wilayah Jalan Inspeksi Kalimalang, Cibatu, Kecamatan Cikarang Pusat, Jakarta  yang dilakukan di Simpang Harmoni, Jakarta Pusat, Yogyakarta yang berlangsung di Gedung DPRD DIY, dan yang terakhir terjadi di Malang yang dilakukan di depan Gedung DPRD Malang.

Baca juga: Perpanjangan Kontrak menurut Undang-Undang Cipta Kerja

Tuntutan yang diinginkan oleh mahasiswa terkait demo tersebut yaitu sebagai berikut. Menolak secara tegas pengesahan RUU Cipta Kerja karena berlawanan dengan UU No 15 Tahun 2019 Bab 2 Pasal 5 dan Bab II Pasal 96 tentang perubahan mas UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Menolak upaya sentralisasi akan kekuasaan dengan melalui konsep Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang mencederai semangat reformasi, Menolak Penghapusan hak pekerja yang meliputi jaminan pendapatan, dan jaminan sosial menurut UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Menolak akan penyederhanaan izin investasi yang memiliki dampak pada kerusakan lingkungan menurut UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan yang terakhir mendesak pemerintah untuk membuka ruang partisipasi masyarakat di dalam setiap penyusunan dan perubahan kebijakan.

Baca juga: Pro Kontra Undang-Undang Cipta Kerja

Aksi demo tersebut mendapatkan hasil, karena Mahkamah Konstitusi menyatakan Undang-Undang tersebut harus dilakukan perbaikan oleh pemerintah. Selain itu, meskipun telah dilakukan pertemuan dengan berbagai kelompok masyarakat. Namun, dalam pertemuan tersebut masih belum membahas naskah akademik dan materi perubahan undang-undang tersebut, Masyarakat yang ikut terlibat di dalam pertemuan tersebut tidak mengetahui tentang materi perubahan yang ada di undang-undang tersebut dan juga sulitnya akses untuk mendapatkan rancangan undang-undang cipta kerja serta naskah akademiknya yang menjadikan ketidakjelasan metode yang digunakan dalam menyusun undang-undang cipta kerja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *