Pengertian Pornografi dan Pornoaksi
Menurut bahasa yunani, pornografi berasal dari kata porn yang berarti perempuan jalang dan graphein yang berarti ungkapan. Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa objek utama dan sumber dari pornografi tersebut kebanyakan adalah perempuan. Pornografi merupakan penggambaran dari tingkah laku yang melakukan perbuatan cabul secara erotis dengan gambar atau tulisan yang dapat meningkatkan nafsu birahi.
Sedangkan pengertian pornografi menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, pornografi adalah gambar sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk percakapan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
Sedangkan Pornoaksi adalah perilaku seksual yang mencakup dari cara berpakaian seronok, gerak-gerik, dan ekspresi wajah yang menggoda, suara yang mendesah, dan majalah porno yang menampilkan gambar telanjang. Pornoaksi juga merupakan penggambaran aksi atau tindakan gerakan tubuh, penonjolan bagian-bagian tubuh yang dominan memberikan gambaran seksual, sampai dengan aksi atau perbuatan mempertontonkan payudara dan alat vital secara disengaja maupun tidak disengaja, untuk membangkitkan nafsu seksual bagi yang melihat atau menontonnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa pornoaksi merupakan tindakan dari perbuatan-perbuatan yang termasuk ke dalam pornografi.
Baca juga: KUHP Baru: Bikin Video Porno Untuk Konsumsi Pribadi Bukan Pidana
Belakangan ini, pornografi dan pornoaksi merupakan ancaman besar dan harus segera mendapatkan perhatian serta penanganan yang cukup serius. Hal ini dikarenakan pornografi dan pornoaksi merupakan tindakan asusila yang belakangan ini sangat marak kasusnya, bahkan konten pornografi dapat dengan mudah diakses di internet tanpa mengenal batasan usia serta pornoaksi yang tidak hanya beredar di internet dalam bentuk konten pornografi tetapi juga menjadi hal yang dijumpai pada kehidupan sehari-hari yang mana hal tersebut seringkali pelecehan seksual dari si pelaku pornoaksi tersebut, seperti begal payudara, memperlihatkan alat vital di muka umum, dan lain sebagainya.
Bagaimana jerat pidana melakukan pornografi dan pornoaksi?
Karena maraknya perbuatan pornografi dan pornoaksi tersebut, pemerintah membuat payung hukum yang dituangkan dalam beberapa peraturan perundang-undangan, salah satunya dituangkan ke dalam peraturan perundang-undangan Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi.
Adapun sanksi-sanksi pidana terkait pornografi dan pornoaksi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi tertuang dalam Pasal 29 yang berbunyi:
“Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).”
Pada Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi juga mengatur sanksi terkait penyediaan jasa pornografi yang diatur dalam Pasal 30 yang menegaskan bahwa:
“Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).” Dalam Pasal 32 pada Undang-Undang tersebut juga mengatur bahwasanya jika mendengarkan, menonton, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpang produk pornografi akan dikenakan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)
Lalu bagaimanakah sanksi pidana pornografi dan pornoaksi pada peraturan perundang-undangan yang lain?
Pada abad ke-21 ini, pornografi semakin banyak beredar di internet dan dapat dengan mudah diakses oleh berbagai kalangan usia. Oleh sebab itu, sanksi pidana pornografi tidak hanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi, melainkan juga diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya, salah satunya diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Baca juga: Hukum Pidana: Pengertian, Jenis, Tujuan, Fungsi, dan Teori Pemidanaan
UU ITE mengatur pelaku konten asusila ataupun yang menyebarkan konten asusila akan dikenakan pidana, hal tersebut diatur dalam Pasal 27 ayat (1) yang berbunyi:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.” Hal tersebut juga ditegaskan ulang dalam Pasal 45 yang memuat sanksi pidana bahwa setiap orang yang memenuhi unsur pada Pasal 27 akan dikenakan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Referensi
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Hanani. 2012. “Pornografi dan Pornoaksi Dalam Perspektif Hukum Islam”. Jurnal Hukum Diktum, Vol. 10, No. 1. Hlm. 79.