Bagi khalayak umum istilah Laporan maupun Pengaduan tentu bukanlah hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari. Namun dalam konteks peristilahan hukum seringkali kedua istilah tersebut sukar untuk dibedakan bahkan cenderung dipukul-ratakan, meskipun secara fungsi dan tujuannya dari kedua istilah tersebut sama yakni memberitahukan suatu peristiwa atau kejadian pada pihak yang memiliki otoritas atau kewenangan terhadap peristiwa tersebut. Guna menjernihkan kedua istilah tersebut (Laporan dan Pengaduan), penulis hendak menjabarkan secara detail tentang perbedaan antara Laporan dan Pengaduan disertai dengan prosedur atau tatacara pelaksanaannya di lapangan.
Baca juga: Perpanjangan Kontrak menurut Undang-Undang Cipta Kerja
Berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 angka 24 KUHAP dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Sedangkan yang dimaksud sebagai laporan Informasi adalah informasi tentang suatu peristiwa dari masyarakat atau yang diketahui sendiri oleh Anggota Polri untuk dilakukan penyelidikan guna mengetahui apakah peristiwa tersebut merupakan peristiwa pidana atau bukan.
Dari kedua pengertian tersebut dapat kita konklusikan bahwa peristiwa yang dilaporkan belum tentu perbuatan pidana, sehingga perlu dilakukan penyelidikan oleh pejabat yang berwenang terlebih dahulu untuk menentukan perbuatan itu merupakan tindak pidana atau bukan. Adapun laporan Polisi terbagi menjadi beberapa jenis yang terdiri dari:
Baca juga: PENGANTAR HUKUM PIDANA, LENGKAP!
- Laporan Polisi model A, yaitu Laporan Polisi yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi;
- Laporan Polisi model B, yaitu Laporan Polisi yang dibuat oleh anggota Polri atas laporan yang diterima dari masyarakat.
Kemudian Pasal 108 KUHAP telah menggariskan siapa saja yang berhak menyampaikan laporan seperti diantaranya :
- Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada Penyelidik dan/atau Penyidik baik lisan maupun tertulis.
- Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketenteraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada Penyelidik atau Penyidik.
- Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada Penyelidik atau Penyidik.
Secara praktiknya, berikut penulis akan menjelaskan mengenai tata cara dan hal-hal apa saja yang mesti dipersiapkan masyarakat atau Pelapor untuk menyampaikan laporannya pada pihak Kepolisian.
- Datang ke kantor Polisi terdekat dari lokasi tindak pidana berdasarkan daerah hukum dan wilayah adiministrasi yang meliputi :
- Markas Besar (Mabes) Polri untuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- Kepolisian Daerah (Polda) untuk wilayah Provinsi;
- Kepolisian Resort (Polres) untuk wilayah kabupaten/ kota;
- Kepolisian Sektor (Polsek) untuk wilayah kecamatan.
- Kemudian setelah mengetahui kantor polisi sesuai dengan wilayah hukumnya, maka Calon Pelapor bisa langsung menuju ke bagian Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT);
- Laporan dapat disampaikan baik secara lisan maupun tulisan.
Dalam hal laporan disampaikan dalam bentuk tertulis harus ditanda tangani oleh Pelapor (Pasal 103 Ayat (1) KUHAP) dan apabila laporan tersebut diajukan secara lisan maka Penyelidik harus mencatat yang kemudian ditanda tangani oleh Pelapor (Pasal 103 Ayat (2) KUHAP).
- Atas laporan yang diterima oleh Penyidik/ Penyidik Pembantu, kemudian akan dilakukan kajian awal guna menilai layak/tidaknya dibuatkan Laporan Polisi;
- Setelah itu Laporan Polisi tersebut kemudian diberi penomoran sebagai registrasi administrasi penyidikan;
- Dan berdasarkan Laporan Polisi dan Surat Perintah Penyidikan, maka dilakukan proses penyidikan.
Namun meskipun masih dapat membuat Laporan Polisi secara manual atau konvensional dengan datang ke kantor polisi, di era digitalisasi dan disrupsi teknologi seperti dewasa ini semua institusi pemerintahan khususnya lembaga penegak hukum semakin mereformasi sistem administrasinya yakni dengan memanfaatkan fasilitas teknologi. Tak terkecuali lembaga kepolisian yang pada akhirnya mengeluarkan aplikasi Polisiku, yaitu aplikasi perantara bantuan polisi kepada masyarakat dalam rangka lebih cepat memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Baca juga: Hukum Acara Perdata Menurut Para Ahli
Selain aplikasi, menurut Pasal 11 huruf a Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Pemolisian Masyarakat, masyarakat bisa melapor melalui Call Center Polri 110, NTMC (National Traffic Manajement Centre), dan TMC (Traffic Manajement Centre). Layanan 110 ini sama seperti halnya layanan 911 yang berlaku di mancanegara, terutama di kota-kota besar.
Sedangkan yang dimaksud sebagai Pengaduan berdasarkan Pasal 1 angka 25 KUHAP adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum yang berlaku terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana yang merugikannya.
Merujuk pada tulisannya R. Soesilo dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, hal. 87, bahwa delik aduan dibedakan atas dua jenis yaitu :
- Delik aduan absolut, ialah delik (peristiwa pidana) yang selalu hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan seperti tersebut dalam pasal-pasal : 284, 293, 310 dan berikutnya 332, 322 dan 369 KUHP.
Dalam hal ini maka pengaduannya harus berbunyi: “saya minta agar peristiwa ini dituntut”. Oleh karena yang dituntut itu peristiwanya, maka semua orang yang bersangkut paut (melakukan, membujuk, membantu) dengan peristiwa itu harus dituntut, jadi delik aduan ini tidak dapat dibelah. Seorang suami jika ia telah memasukan pengaduan terhadap perzinahan (Pasal 284 KUHP) yang telah dilakukan oleh isterinya, ia tidak dapat menghendaki supaya orang laki-laki yang telah berzinah dengan isterinya itu dituntut, tetapi terhadap isterinya (karena ia masih cinta) jangan dilakukan penuntutan.
- Delik aduan relatif, ialah delik-delik (peristiwa pidana) yang biasanya bukan merupakan delik aduan, akan tetapi juka dilakukan oleh sanak keluarga yang ditentukan dalam Pasal 367, lalu menjadi delik aduan. Delik-delik aduan relatif ini tersebut dalam pasal-pasal : 367, 370, 376, 394, 404 dan 411 KUHP. Dalam hal ini maka pengaduan itu diperlukan bukan untuk menuntut peristiwanya, akan tetapi untuk menuntut orangnya yang bersalah. Dalam peristiwa itu, jadi delik aduan ini dapat dibelah.
Dulu sebelum berlakunya KUHAP, HIR juga telah menentukan cara mengajukan pengaduan sebagaimana diatur dalam Pasal 45 HIR ialah dengan surat yang ditanda tangani, atau dengan lisan. Dan bagi delik-delik yang bersifat aduan yang berhak untuk melakukan pengaduan ialah dimiliki oleh orang-orang yang terkena peristiwa pidana tersebut.
Kemudian untuk batasan waktu mengajukan pengaduan KUHP telah menentukannya dalam Pasal 74 Ayat (1) KUHP yang berbunyi “Pengaduan hanya boleh dimasukkan dalam tempo enam bulan sesudah orang yang berhak mengadu mengetahui perbuatan yang dilakukan itu, kalau ia berdiam di Negara Indonesia ini, atau dalam tempo sembilan bulan sesudah ia mengetahui itu, kalau berdiam di luar Negara Indonesia.”
Selain berhak mengajukan pengaduan, Korban juga berhak untuk mencabut pengaduannya dengan batasan waktu yang diberikan oleh Pasal 75 KUHP ialah tiga bulan sejak hari memasukkannya. Namun dalam praktiknya dalam perkara yang berkaitan dengan delik aduan sebelum sidang pemeriksaan dimulai, Hakim masih menanyakan kepada Korban atau Pengadu, apakah ia tetap pada pengaduannya.
Respon (1)