Pembatasan Publikasi Perkara
Perbincangan hangat terbaru mengenai adanya permintaan dari Taufik Basari selaku Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Agung untuk menyusun regulasi baru yang substansinya memuat mengenai pembatasan terhadap publikasi perkara yang didalamnya mengandung privasi dari pihak yang berperkara merupakan topik yang sangat menarik untuk dibahas.
Taufik Basari juga menambahkan, dalam beberapa waktu mendatang, dibutuhkan regulasi khusus yang tegas menyatakan adanya pengecualian terhadap beberapa perkara untuk dipublikasikan melalui website Mahkamah Agung, seperti perkara perceraian, kekerasan seksual, maupun perkara yang memiliki keterkaitan dengan identitas anak sehingga nantinya proses perizinan dapat bertambah ketat dan hanya pihak-pihak yang memang berkepentingan saja yang dapat mengakses, seperti peneliti maupun subjek akademis.
Permintaan tersebut berimbas dari adanya putusan perceraian dari seorang artis ternama, yakni Ria Ricis dan Teuku Ryan yang sangat ramai diperbincangkan karena dapat diakses secara bebas oleh masyarakat umum melalui website Mahkamah Agung.
Kebocoran mengenai perkara yang mengandung privasi tentunya menjadi kesalahan yang harus diperbaiki. Belajar dari praktik internasional, banyak negara lainnya yang telah menerapkan regulasi ketat terkait publikasi informasi perkara yang melibatkan privasi individu, seperti Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Uni Eropa (GDPR).
Adanya permintaan dari Taufik Basari merupakan awal pijakan yang tepat dalam memperkuat jaminan perlindungan terhadap privasi (khususnya anak) yang memiliki keterkaitan dengan perkara yang bersangkutan.
Baca juga: Resensi Buku: Cyber Law Aspek Data Privasi Menurut Hukum Internasional, Regional, dan Nasional
Urgensi Privasi Para Pihak
Adanya regulasi baru yang memberikan batasan terhadap publikasi perkara berkaitan dengan anak merupakan salah satu perwujudan dari kesadaran pemerintah terhadap nilai-nilai privasi dan keadilan sosial. Mengacu pada teori keadilan oleh John Rawls, keadilan itu sendiri terbagi menjadi dua, yakni keadilan distributif dan prosedural.
Melalui teori keadilan distributif, keadilan harus memberikan perlindungan yang lebih besar kepada kelompok yang paling rentan, khususnya anak-anak, korban kekerasan seksual, dan individu yang terlibat dalam kasus perceraian atau kesusilaan, dikarenakan mereka sering kali berada dalam posisi yang rentan, sehingga membutuhkan perlindungan privasi yang lebih ketat.
Kemudian, jika mengacu pada teori keadilan prosedural, menekankan pentingnya proses hukum yang adil dan transparan, sehingga dalam kasus sensitif (berkaitan dengan anak), keadilan prosedural harus seimbang dengan perlindungan privasi untuk memberikan kepastian bahwasannya proses hukum tidak menyebabkan kerugian tambahan bagi pihak yang rentan.
Jika berbicara mengenai kasus yang menyangkut kesusilaan, sering kali substansinya mengandung unsur-unsur yang bisa dianggap tidak layak atau sensitif oleh masyarakat. Publikasi detail semacam itu nantinya dapat merusak norma sosial dan moral publik.
Anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap dampak negatif dari publikasi perkara hukum. Identitas dan kondisi mereka menjadi hal yang penting untuk dilindungi guna mencegah adanya stigma sosial, diskriminasi, dan dampak psikologis yang merugikan mereka.
Baca juga: Bjorka dan Urgensi Pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP)
Melindungi privasi anak dalam proses hukum adalah bagian dari pemenuhan hak-hak anak sebagaimana diatur dalam Konvensi Hak-Hak Anak tahun 1989 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diadopsi oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Pasal 16 konvensi tersebut memuat pernyataan bahwa:
“Setiap anak berhak atas privasi dan perlu dilindungi dari pelanggaran privasi yang menyangkut keluarga, rumah, komunikasi, dan nama baik sang anak”. Terutama di era digital saat ini, kemudahan dalam mengoperasikan media sosial menjadi salah satu dari tantangan yang harus dihadapi dikarenakan masyarakat pengguna dunia digital (warganet) memiliki kemungkinan untuk melakukan pembullyan secara verbal melalui internet. Oleh karena itu, adanya regulasi baru yang mencakup mengenai perlindungan privasi untuk perkara anak menjadi sangat penting diimplementasikan di Indonesia.”
Implikasi Terhadap Transparansi
Melihat tingginya urgensi terhadap privasi perkara anak, perceraian, kekerasan seksual, dan kesusilaan, maka diperlukan adanya sebuah panduan untuk prosedur publikasi putusan yang mempertimbangkan masalah privasi.
Prosedur tersebut merupakan langkah yang tepat dalam memastikan bahwa hak-hak individu (terutama anak) terlindungi sambil tetap mempertahankan transparansi dan akuntabilitas yang diperlukan dalam sistem peradilan. Perlu adanya pemahaman bahwa panduan tersebut tidak bertujuan untuk melemahkan transparansi yang telah dibangun oleh Mahkamah Agung.
Publikasi putusan merupakan bagian integral dari proses hukum yang terbuka dan transparan, yang merupakan salah satu aspek penting dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap keadilan, namun tetap mempertimbangkan privasi individu, terutama dalam konteks kasus yang sensitif seperti kekerasan seksual atau kesusilaan sebagai langkah yang sangat penting dan sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Oleh karena itu, panduan tersebut dapat dilihat sebagai upaya yang sejalan dengan prinsip-prinsip hukum yang mendasari perlindungan hak asasi manusia dan keadilan sehingga hal tersebut dapat menunjukkan bahwa Mahkamah Agung secara proaktif mencari cara untuk meningkatkan sistem peradilan yang adil dan transparan sambil tetap memperhatikan hak-hak privasi individu yang terlibat dalam suatu proses hukum.
Kesimpulan
Konsep adanya regulasi baru yang substansinya memuat perlindungan privasi terhadap perkara anak, perceraian, kekerasan seksual, dan kesusilaan merupakan bagian yang sangat penting dalam prinsip-prinsip hak asasi manusia yang terintegrasi dalam hukum nasional di Indonesia.
Melindungi privasi korban, terutama dalam kasus sensitif seperti kekerasan seksual, adalah kewajiban moral dan hukum yang harus dipegang teguh oleh sistem peradilan. Transparansi mengenai publikasi perkara memang menjadi hal yang penting untuk dijunjung tinggi, namun dengan catatan tetap memperhatikan rasa keadilan dan perlindungan hukum bagi anak-anak yang terlibat dengan suatu perkara hukum.
Memperhatikan privasi anak dalam perkara hukum adalah hal yang krusial karena anak-anak merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap dampak psikologis dan sosial dari eksposur publik terhadap kasus yang melibatkan mereka. Oleh karena itu, perlindungan privasi anak harus diutamakan dalam penyusunan regulasi baru, untuk memastikan bahwa hak-hak mereka tidak terabaikan atau dilanggar.
Dengan demikian, pengembangan regulasi baru yang menggabungkan perlindungan privasi dengan prinsip-prinsip transparansi dalam publikasi perkara akan memperkuat integritas sistem peradilan Indonesia dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan sambil memperhatikan hak-hak dan kesejahteraan semua individu yang terlibat.
Refrensi
United Nations Convention on the Rights of the Child.
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Fakih, M. H. dan Subekti, “Perlindungan Hukum atas Pengungkapan Identitas Anak oleh Aparat Penegak Hukum”, Recidive, No.2, Vol. 10, 2021.
Rahayu, L. S, Heboh Putusan Cerai Ria Ricis, Legislator Minta MA Perhatikan Privasi, detik.com, diakses pada 20 Mei 2024.