Pemilu adalah proses untuk menentukan pilihan dalam mencari pemimpin atau wakil rakyat yang dijalankan oleh seluruh rakyat/pemilu yang memenuhi persyaratan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemilu yaitu sebuah awal dalam keikutsertaan rakyat untuk mengambil keputusan dengan memberikan suara kepada calon yang akan mewakili mereka dalam lembaga perwakilan. Dalam pemilu memudahkan untuk menyaring calon-calon tersebut berdasarkan kesepakatan nilai yang berlaku.
Baca juga: Presidential Threshold: Sejarah Ambang Batas Pencalonan dari Pemilu ke Pemilu
Keikutsertaan rakyat di dalam pemilu juga dipandang sebagai suatu wujud, proses pemerintahan karena melalui pemilu, masyarakat dapat berpartisipasi menentukan kebijaksanaan dasar yang akan dilaksanakan oleh pemimpin terpilih.
Pemilu memiliki dasar konstitusional yaitu daam Pasal 22E Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4), Ayat (5), ayat (6) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia (Helen, 2020).
Pemilu di Indonesia
Di Indonesia pemilu tidak berjalan sesuai yang diharapkan yaitu pemilu yang berintegritas berdaulat, dan bermoral. Namun, masih banyak kalangan pejabat yang mau mencalonkan dirinya didalam pemilu dengan tidak berdaulat, bermoral, dan berintegritas yaitu dengan memberikan serangan fajar berupa uang pelicin untuk mencapai kemenangan dalam pemilu.
Serangan fajar dalam pelaksanaannya yaitu waktu sebelum pemilu diselenggarakan, banyak partai politik yang melakukan politik uang menyebabkan cederainya sistem pemilu di Indonesia. Bahkan politik uang di Indonesia sudah terjadi pada masa orde baru hingga masa kini.
Pemilu di Indonesia menjadi tidak berarti karena yang memberikan imbalan uang tertinggi yang pasti akan menjadi kepala daerah atau lembaga legislatif yang mereka calonkan.
Baca juga: Menakar Penundaan Pemilu dan Presiden Jokowi 3 Periode – (Webinar)
Politik Uang
Politik uang (money politic) merupakan bentuk penyerahan atau pemberian uang, barang maupun janji kepada seseorang, atau kelompok untuk mencari keuntungan di politik. Untuk mendapatkan suara juga memudahkan jalan dalam mencapai kemenangan waktu pemilu.
Politik uang biasanya dilaksanakan menjelang pemilu atau waktu kampanye. Walaupun hal ini sangat dilarang, namun masih terjadi dilapangan dan sudah menjamur didalam pemungutan suara.
Menurut Tjahjo Kumolo dalam jurnal (Nurfitriyani et al., 2022) yaitu politik uang yaitu cara untuk mempengaruhi orang lain (masyarakat) dengan memberikan imbalan materi dapat juga dimaknai sebagai transaksi jual-beli suara didalam politik dan kekuasaan dan juga merupakan tindakan membagi-bagi uang, dengan menggunakan uang pribadi ataupun partai untuk mempengaruhi suara dalam pemilu.
Dampak Politik Uang
Pasca pemilu terjadi penetapan calon yang dimenangkan yaitu calon yang memberikan politik uang pada pra pemilu mengalami skandal yaitu melakukan kasus korupsi yang dilakukan untuk pengembalian modal dalam pemilu.
Contoh kasus bukti dilapangan yaitu Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng, Angelina Sondakh, dan Nazaruddin yang semua dari partai Demokrat yang melakukan korupsi dalam kasus Wisma Atlet. dan masih ada kasus suap yang melibatkan dua anggota dewan yaitu Agung Purno Sarjono (Fraksi PAN) dan Sumartono (Fraksi Demokrat) dengan mempergunakan RAPBD 2012 Kota Semarang, menimbulkan kerugian negara mencapai 304 juta dan 40 juta.
Jadi dapat disimpulkan, jika pada mulanya sudah terjadi praktek korupsi, manipulasi, atau praktek politik uang untuk mengeruk suara maka dipastikan kelanjutannya yaitu dapat diduga praktek korupsi yang akhirnya menjadi bagian tak terpisahkan dari praktik politik di Indonesia (Qodir, 2014).
Data Bawaslu RI menunjukkan terjadi laporan kasus praktik politik uang pada pilkada serentak 2015 berjumlah 929 laporan. Dengan jumlah kasus politik uang yang tertinggi.
Kondisi ini juga sama terjadi di Jawa Tengah dengan data di Bawaslu Provinsi Jawa Tengah pada Pilkada 2015 yang dilaksanakan di 21 Kabupaten/Kota, perkiraan dugaan pelanggaran terbanyak yaitu berupa pelanggaran politik uang.
Bawaslu dan Panwaslu setidaknya menerima sebanyak 85 laporan dalam temuan tentang pelanggaran politik uang. Namun hal itu tidak sebanding dengan jumlahnya kasus yang di proses di pengadilan.
Menurut Bawaslu RI, dari 929 kasus yang terjadi hanya 3 kasus yang dugaan praktik politik uang yang diproses di pengadilan, sedangkan untuk di Jawa Tengah dari 85 kasus yang ada tidak ada yang diproses ke pengadilan (Ananingsih, 2016).
Baca juga: Lembaga-Lembaga Penegak Hukum di Indonesia
Praktik politik uang di Pemilu 2019 juga terjadi. Data Bawaslu RI tentang politik uang pada Pemilu 2019 tercatat sebesar 36 kasus yang telah diputuskan di pengadilan. Kasus yang terjadi tidak hanya pada masa kampanye, akan tetapi juga di masa terlarang kampanye, yaitu pada masa tenang.
Contoh kasus yang terjadi di dalam calon anggota DPRD di Kota Palu dari Partai Hanura yang Nomor Urut 1 di Daerah Pemilihannya 3 Kota Palu. Kasus ini terbukti dan telah dinyatakan bersalah menurut putusan Pengadilan Negeri Kota Palu Nomor 214/Pid.B/2019/PN Pal (Pemilu).
Selain itu juga dikuatkan dengan adanya putusan banding di dalam Pengadilan TInggi di Sulawesi Tengah menurut Putusan PT Nomor 71/Pid.Sus/2019/PT PAL (Kasim, 2019).
Berkaca dari permasalahan tersebut bahwasanya langgengnya politik uang itu dipengaruhi oleh dua hal yakni politisi dan masyarakat. Bagi politisi, upaya melakukan politik uang dilakukan untuk menarik kepercayaan masyarakat, karena money politics bagi mereka merupakan sebuah cara instan untuk menarik masyarakat.
Sedangkan untuk masyarakat sendiri, mereka mau menerima hal itu dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, masyarakat juga masih minim terkait edukasi politik. Dengan hal tersebut, tentu memberikan dampak negatif jika diteruskan dan dibiarkan saja.
Dampak tersebut tidak hanya merugikan masyarakat saja, akan tetapi dapat merugikan negara. Karena hal tersebut memicu timbulnya permasalahan baru. Dampak politik uang yakni terjadinya manajemen pemerintahan yang korup, merusaknya paradigma bangsa, dan terjadinya Pidana Penjara dan denda bagi Pelaku (Abdurrohman, 2021).
Solusi Politik Uang di Indonesia
Solusi untuk meminimalisir politik uang yang ada di Indonesia mungkin ada beberapa cara yaitu dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat atau publik tentang pelanggaran-pelanggaran dalam pemilu karena nya bisa saja publik atau masyarakat kurang memahami tentang apa itu politik uang dan bagaimana dampak untuk jangka panjang bagi Indonesia dan untuk masyarakat yang memahami dinamika pemilu di Indonesia serta pelanggaran yang terjadi maka seharusnya mengkawal proses pemilu.
Sedangkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri memiliki peran untuk mengontrol para paslon tentang bagaimana proses kampanye pemilu yang dilakukan. Dan untuk pemerintah harus memberikan instrumen kebijakan hukum tentang pelanggaran dalam pemilu dan memberikan perlindungan kepada pelapor, jika pelapor melaporkan terjadi paslon yang melakukan pelanggaran pemilu.