PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia

Pengelolaan Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) Menurut Hukum Lingkungan

Hukum Lingkungan

Pengelolaan Limbah B3 dalam Hukum Lingkungan

Hukum lingkungan mengatur tentang limbah B3. Pada bulan November tahun lalu, di Bogor, terjadi kasus pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun, atau yang biasa disebut limbah B3 secara ilegal. Kasus ini bermula ketika masyarakat Desa Ciomas, Kecamatan Tenjo, saat itu menduga telah terjadi pembuangan limbah B3 yang mencemari pemukiman warga melalui air dan udara.

Sehingga kepolisian dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat, langsung memproses kasus tersebut dan menyegel lahan seluas 3.000 m2 yang menjadi lokasi pembuangan limbah B3. Dalam kasus ini, pelaku telah melakukan pelanggaran atas pengelolaan limbah B3 hingga merugikan masyarakat setempat.

Lantas, apa itu limbah B3 dan bagaimana seharusnya pengelolaannya?

Baca juga: Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Secara Hukum

Pengertian dan Jenis Limbah B3

Berdasarkan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, limbah merupakan sisa yang dihasilkan dari kegiatan usaha dan/atau kegiatan lainnya. Sedangkan B3, yang dalam hal ini adalah bahan berbahaya dan beracun merupakan zat, energi, dan/atau komponen lainnya yang dapat mencemari, merusak, membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, dan keberlangsungan hidup.

Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa limbah B3 adalah sisa dari kegiatan usaha dan/atau kegiatan lainnya yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang dapat mencemari, merusak, membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, dan keberlangsungan hidup.

Limbah B3 dibagi menjadi beberapa klasifikasi menurut kategori bahayanya dan sumbernya. Menurut kategori bahayanya, limbah B3 dibagi menjadi dua, yakni kategori 1 yang memiliki dampak cepat dan langsung bagi makhluk hidup dan lingkungan hidup dan kategori 2 yang memiliki dampak tertunda dan tidak langsung bagi makhluk hidup dan lingkungan hidup.

Sedangkan menurut sumbernya, limbah B3 dibagi menjadi sumber spesifik yang merupakan sisa proses industri yang berasal dari kegiatan utama industri dan sumber tidak spesifik yang merupakan sisa proses industri yang bukan berasal dari kegiatan utama, melainkan kegiatan lain di industri tersebut, seperti pencucian alat, pengemasan, dan lain-lain.

Baca juga: Pencemaran Lingkungan di Jalan Menuju Tempat Pelelangan Ikan Pangkal Balam

Dasar Hukum Pengelolaan Limbah B3

Pada Pasal 59 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dijelaskan bahwa bagi siapapun yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan terhadap limbah B3 tersebut. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, maka dapat diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit 1 miliar rupiah dan paling banyak 3 miliar rupiah, berdasarkan Pasal 103 undang-undang a quo.

Kembali pada Pasal 59, pengelolaan limbah B3 wajib mendapatkan izin dari menteri atau kepala daerah provinsi atau kabupaten/kota. Apabila pengelolaan limbah B3 yang dilakukan tanpa izin tersebut, dapat diancam dengan dipidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit 1 miliar rupiah dan paling banyak 3 miliar rupiah, berdasarkan Pasal 102 undang-undang a quo.

Langkah-Langkah Pengelolaan Limbah B3

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, langkah-langkah pengelolaan limbah B3 meliputi beberapa tahapan, yakni pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, penimbunan, dan dumping (pembuangan). Mari kita kupas satu per satu! Pengurangan limbah B3 dilakukan melalui cara substitusi bahan baku dan/atau bahan penolong, modifikasi proses, dan/atau penggunaan teknologi ramah lingkungan.

Penyimpanan limbah B3 dilakukan pada tempat penyimpanan dengan beberapa syarat, yakni adanya lokasi penyimpanan yang bebas banjir dan tidak rawan bencana alam, fasilitas penyimpanan limbah B3 yang memiliki beberapa bentuk sesuai dengan jenis limbah B3, dan peralatan penanggulangan keadaan darurat yang meliputi pemadam api dan penanggulangan keadaan darurat lain. Pengumpulan limbah B3 dilakukan dengan segregasi yang disesuaikan dengan jenis serta karakteristik limbah B3 dan penyimpanan limbah B3.

Pengangkutan limbah B3 wajib dilakukan dengan alat angkut tertutup untuk jenis kategori bahaya 1 dan alat angkut terbuka untuk jenis kategori bahaya 2. Pemanfaatan limbah B3 yang dilakukan, meliputi pemanfaatan sebagai substitusi bahan baku, sebagai substitusi sumber energi, sebagai bahan baku, dan dengan perkembangan IPTEK.

Pengolahan limbah B3 dilakukan dengan termal, stabilisasi dan solidifikasi, dan/atau cara lain sesuai perkembangan teknologi. Penimbunan limbah B3 dilakukan pada fasilitas penimbunan, yang dapat berupa penimbunan akhir, sumur injeksi, penempatan kembali di area bekas tambang, dam tailing, dan/atau fasilitas lainnya. Dumping (pembuangan) yang dilakukan harus dengan izin menteri ke media tanah dan laut.

Referensi

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Rizky Adha Mahendra, Kasus Pembuangan Limbah B3 Ilegal di Tenjo Bogor Naik Penyidikan, news.detik.com/berita, diakses pada 4 Juli 2023.

Universal Eco, Limbah B3 Berdasarkan Kategori dan Sumbernya, universaleco.id/blog, diakses pada 4 Juli 2023.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *