PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia
Opini  

PENGGUNAAN FAIR USE DALAM HAK CIPTA KONTEN DIGITAL

Avatar of Pinter Hukum
hukum

Perkembangan dunia teknologi informasi dan komunikasi terus mengalami perkembangan di era digital seperti sekarang ini, dimana segala aktivitas telah terdistribusikan dalam bentuk aktivitas digital. Seperti maraknya pembuat konten digital seperti Youtube, Instagram, Tiktok, Spotify, dan masih banyak lagi. Kemudian dari aspek pendidikan dapat dilihat dari berkembangnya konsep perpustakaan digital, serta masih banyak hal lain lagi dalam berbagai aspek. Hal tersebut tentu memberikan kemudahan bagi kita semua di era digital, hal itu juga dapat mendorong adanya kreativitas dan perkembangan inovasi dengan adanya dukungan perkembangan digital dimana setiap orang dapat terus berinovasi dengan memanfaatkan platform digital. Namun tidak dapat dipungkiri adanya perkembangan tersebut juga membawa pada salah satu permasalahan hukum baru khususnya di bidang intellectual property seperti hak cipta, yang tentunya sangat rentan disalahgunakan di era digital yang serba efisien ini. Salah satu contoh yang paling sederhana adalah terkait dengan penggunaan karya cipta lagu orang lain yang digunakan untuk kepentingan kita pribadi seperti pengembangan konten Youtube mereka bagi youtubers yang membuat konten cover lagu di channel mereka yang menggunakan lagu orang lain. Dalam konteks hukum positif di Indonesia, hal tersebut mungkin dapat dikategorikan sebagai bukan pelanggaran hak cipta bilamana memenuhi pembatasan tertentu seperti penggunaan wajar (fair use).

Baca Juga: REVISI UNDANG-UNDANG PENYIARAN BATASI KEBEBASAN PERS

Penjelasan Fair Use dalam Konten Digital

Fair use atau yang sering diistilahkan sebagai penggunaan yang wajar terhadap suatu karya orang lain adalah salah satu konsep hak cipta yang sering diasosiasikan dengan praktik untuk memperbanyak atau menggunakan hasil karya ciptaan orang di ranah digital tetapi bukan dikategorikan sebagai suatu bentuk pelanggaran hak cipta sebagaimana praktik pada umumnya karena terdapat adanya batas kewajaran (fair use). Eksistensi fair use sendiri pada dasarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dimana dalam Pasal 43 sampai Pasal 51 telah mengatur bahwa setiap aktivitas pemanfaatan karya cipta orang lain yang pada dasarnya tergolong sebagai pelanggaran hak cipta dapat dikecualikan bilamana tidak dimaksudkan untuk kepentingan komersial dan terdapat adanya izin dari pencipta/pemegang hak cipta, dimana hal tersebut sering diwujudkan dalam bentuk credit title berupa sumbernya dan hak moral dari sang pencipta/pemegang hak cipta.

Menggunakan Karya Tanpa Izin

Dalam dunia hak kekayaan intelektual, setiap karya yang beredar secara luas pada dasarnya memiliki hak cipta yang yang dihormati, baik hak moral ataupun hak ekonomi bagi pencipta/pemegang hak cipta. Jika kita menggunakan karya cipta orang lain tanpa izin maka konsekuensi logisnya kita dapat terlibat dalam permasalahan hukum. Sehingga adanya izin dalam bentuk perjanjian lisensi dan semacamnya memiliki peran krusial dalam penggunaan karya cipta orang lain, terlebih di era digital seperti sekarang ini.

Apabila kita tidak mendapatkan izin dari pencipta, kemudian kita menggunakan ciptaannya untuk kepentingan komersial diri sendiri, tentu hal tersebut menjadi pelanggaran hak cipta sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9 ayat (3) UUHC. Dengan dasar tersebut, pencipta/pemegang hak cipta dapat melakukan penuntutan ganti rugi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 96 ayat (1) UUHC. Bahkan dapat sampai ke jalur pidana, dengan ketentuan telah menempuh terlebih dahulu terkait jalur mediasi. Salah satu contoh kasus terkait penggunaan karya tanpa izin dapat dilihat dari kasus yang terjadi pada Spotify pada tahun 2018, dimana pada waktu itu Spotify dituntut oleh Wixen Music Publishing sebesar $1,6 miliar atas pelanggaran hak cipta.  Gugatan tersebut didasari atas tindakan Spotify yang menggunakan ribuan lagu termasuk lagu-lagu karya Tom Petty, Neil Young dan The Doors tanpa adanya lisensi dan kompensasi kepada penerbit karya musik.  Sebagai pihak pemegang lisensi eksklusif atas beberapa lagu-lagu tersebut, Wixen Music Publishing meminta ganti rugi dan kompensasi setidaknya 1,6 miliar dolar kepada Spotify.

Baca Juga: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Karya di Masa Digital

Penyelesaian Sengketa

Berdasarkan ketentuan Pasal 95 UUHC, dengan jelas menentukan bahwa penyelesaian sengketa hak cipta dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, atau pengadilan. Kemudian dalam konteks penyelesaian di pengadilan, pengadilan yang berwenang adalah Pengadilan Niaga. Dalam penyelesaian sengketa, pencipta, pemegang hak cipta, pemegang hak terkait, atau ahli warisnya berhak untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian hak ekonomi mereka, yang dibayarkan paling lama 6 (enam) bulan setelah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Konsekuensi logisnya, ganti rugi tersebut harus dicantumkan dalam amar putusan pengadilan dalam perkara tersebut sebagai bentuk kepastian hukum.

Kesimpulan

Pada era digital seperti sekarang ini, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi menunjukan adanya perkembangan yang sangat pesat. Dimana selain dampak positif, terdapat juga dampak negatif atas hal tersebut, yang salah satunya erat kaitannya dengan penyalahgunaan hak cipta. Sehingga dalam era digital ini, penting adanya konsep penggunaan wajar (fair use) terhadap hasil karya cipta orang lain untuk menghindarkan kita dari penyalahgunaan hak cipta yang dapat bermuara pada sengketa hukum di pengadilan yang dapat menyebabkan kerugian finansial. Fair use adalah batas wajar seseorang dalam menggunakan karya cipta orang lain dengan maksud yang wajar dan adil seperti tidak digunakan untuk maksud komersial ataupun dengan tetap mencantumkan hak moral pencipta/pemegang hak cipta dalam penggunaan konten digital tersebut.

Baca Juga: Penerapan Hukum Ketenagakerjaan dan Perlindungan HAKI bagi pekerja di Era Teknologi Digital

Referensi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

  1. Hawin dan Budi AR, “Isu-Isu Penting Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia”, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2020.

Sulasno dan Inge Dwisvimiar, Penerapan Kepentingan yang Wajar (Fair Use) Mengenai Materi Hak Cipta di Internet”, No. 2 Vol. 1, 2021.

Tasya Safiranita Ramli dkk, Regulasi Doktrin Fair Use terhadap Pemanfaatan Hak Cipta pada Platform Digital Semasa dan/atau Pasca Pandemi Covid-19, Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi, No. 1 Vol. 13, 2021.

Suci Afrimardhani, “Bisnis Pakai Karya Orang Lain? Boleh Asal Paham Perjanjian Lisensi”, smartlegal.id, diakses pada 4 Juli 2024.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *